SOLOPOS.COM - Perangkat jebakan tikus yang teraliri listrik terpasang di area perasawahan di Desa Sribit, Kecamatan Sidoharjo, Sragen, Rabu (29/7/2020). (Solopos.com-Moh. Khodiq Duhri)

Solopos.com, SRAGEN – Para petani di Sragen, Jawa Tengah, mengalami rugi pada musim panen Februari 2021 ini lantaran harga gabah kering panen (GKP) anjlok sampai Rp3.600/kg. Anjloknya harga GKP disebabkan curah hujan tinggi. Sejumlah petani memilih memanen sendiri kemudian menjual dalam bentuk gabah kering giling (GKG).

Sekretaris Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Sragen Muhlish saat berbincang dengan Solopos.com, Kamis (25/2/2021), menyampaikan panen raya terjadi di wilayah Kecamatan Sukodono, Kedawung, Karangmalang, Sragen Kota, dan Ngrampal.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Baca juga: Kisah Warga Sragen Kebanjiran, Jalan Kaki 2 Kilometer Usung Gabah dari Sawah

Dia mengatakan harga GKP itu turun signifikan, bahkan harga pada pagi dan siang hari pun berbeda. Dia menyebut panen menggunakan thresher untuk pagi hari harganya Rp3.600/kg. Sedangkan panen di siang hari harga naik menjadi Rp3.800/kg. Dia melanjutkan jika panen menggunakan combine harvester untuk pagi hari harganya Rp3.800/kg dan siang hari Rp4.000/kg.

“Padahal harga standar itu Rp4.500/kg. Pada panenan akhir 2020 lalu masih laku Rp4.700/kg. Bahkan di Cemeng, Sambungmaan itu bisa sampai Rp4.900-Rp5.000/kg. Sekarang harga anjlok dan petani jelas rugi. Bahkan di Sukodono itu padi sudah ditawar dan dikasih uang muka ternyata dibatalkan oleh penebas. Para penebas rela kehilangan uang muka karena diperhitungkan hasilnya anjlok,” ujarnya.

Baca juga: Puting Beliung Kembar Muncul di Sragen

Produktivitas Turun

Selain harga yang jatuh, Muhlish mengaku produktivitas padi juga turun. Sawah miliknya seluas 6.600 meter persegi yang biasanya bisa menghasilkan 60 sak dengan berat 50 kg per sak sekarang tinggal tersisa 40 sak, jadi turunnya sampai 20 sak.

“Akhirnya, saya pilih panen sendiri. Hasil panennya saya jual dalam bentuk GKG kuintalan atau dalam bentuk beras. Hasilnya lebih baik daripada ditebaskan tengkulak,” jelas Muhlish yang tinggal di Kroyo, Karangmalang, Sragen.

Baca juga: Sepak Terjang Ustaz Ahmad Sukina Pimpin MTA: Disanjung, Dihujat, hingga Dicap Sesat

Petani asal Tunggul, Gondang, Sragen, Suratno, memilih hasil panennya dibawa pulang. Dia mengatakan tanaman padi seluas setengah patok miliknya hanya ditawar tengkulak senilai Rp2 juta. Dia nekat memanen sendiri dan ternyata bisa mendapatkan Rp2,4 juta. Dia mengatakan lebih baik dipanen sendiri dan dijual dalam bentuk gabah kering giling atau beras.

“Saya sempat bertanya kepada pengusaha beras. Ada yang berani beli dengan harga Rp4.000/kg dengan panen di siang hari. Para pengusaha beras pun tidak mau panen pagi karena berisiko kadar air tinggi. Sementara untuk menjemur gabah pun tak segera kering karena mendung terus,” jelasnya.

Suratno mengatakan petani bisa impas dengan tenaga dihitung itu kalau bisa menjuak GKP sampai Rp4.500/kg. Dengan harga Rp4.000/kg itu, ujar dia, petani masih merugi tenaga. Kondisi seperti inilah, Suratno meminta ada perhatian dari pemerintah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya