SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SOLO — Perubahan itu niscaya di dalam kehidupan. Dengan perubahan itu kehidupan bergulir. Sebagian perubahan itu melalui komunikasi, sebagiannya berlangsung tanpa komunikasi.

Pengajar Pesantren Mahasiswa Al Muayyad Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo, K.H. M. Dian Nafi’, menilai perubahan dengan komunikasi lebih mudah dipahami, karena berlangsung seiring dengan pendidikan, pertukaran informasi, dialog, dan sebagainya. Dengan itu banyak perubahan bisa dirancang agar sesuai dengan harapan kita.

Promosi Kredit BRI Tembus Rp1.308,65 Triliun, Mayoritas untuk UMKM

Tidak demikian dengan perubahan tanpa komunikasi. Misalnya yang terjadi karena bencana alam dan wabah penyakit. Dalam situasi itu banyak hal penting tidak tersiapkan. Semua berlangsung mendadak.

“Ada umat-umat terdahulu yang dikisahkan di dalam Kitab Suci Al-Qur’an. Sebagian karena musnah. Mereka mengalami perubahan drastis secara tragis. Kita membaca ayat-ayat tentang itu tentu bisa belajar, bahwa di dalam perubahan dahsyat selalu terdapat pelajaran yang sangat penting,” ujar Dian Nafi’, belum lama ini.

Dan kali ini, wabah Covid-19, bercakupan global, seluruh penjuru dunia mengalaminya. Perubahan besar terjadi di mana-mana.

Wabah ini jenisnya baru. Varian-varian baru pun muncul. Terhadap varian yang lama riset masih berlangsung. Para ahli terus menerus menyampaikan hasil riset. Kadang tidak mudah bagi masyarakat awam untuk mencerna.

“Tak heran jika banyak hal hal sulit diprediksi. Arahan eksekutif berjangka pendek. Perubahan regulasi mudah terjadi. Kewaspadaan dan kesiapsiagaan selalu digaungkan. Masyarakat diimbau untuk semakin patuh kepada protokol yang ditetapkan,” imbuh Dian Nafi’.

Manusia sejatinya memiliki naluri bawaan untuk berkomunikasi. Setiap hari membutuhkan dan menghasilkan informasi. Dengan itu manusia berbagi harapan dan pertimbangan.

Dalam situasi pandemi informasi teknis menjadi sangat penting. Tidak hanya akurasinya, melainkan juga kecocokannya dengan informasi yang lain. Misalnya, informasi tentang ketersediaan dipan di rumah sakit dengan informasi kecukupan tenaga kesehatan, ketersediaan donor darah, obat, bahan dan peralatan yang dibutuhkan untuk mendukung kesembuhan.

Informasi tentang jumlah pasien pun sangat penting. Dengan informasi itu dapat ditentukan status suatu kawasan. Status itu menentukan protokol yang harus diikuti; juga tindakan yang harus dilakukan oleh para pemangku kepentingan.

“Apa yang boleh dilakukan, seberapa boleh, berapa lama boleh, dimana boleh dan dalam syarat apa hal itu boleh dilakukan juga terus menerus diamati, ditelaah dan dirumuskan ulang. Dalam situasi itu banyak perubahan terjadi,” kata Dian Nafi’.

Pertama, interaksi antarwarga masyarakat berubah. Semula boleh saja sebuah gedung diisi seribu orang, misalnya. Dalam situasi pandemi bisa jadi tinggal 300 orang saja. Acara hiburan jadi dibatasi.

Itupun tanpa tempat duduk seperti biasanya, diganti cara yang setiap tamu undangan terus berjalan; masuk dari suatu pintu dan keluar melalui pintu yang lain dengan sajian makanan dan minuman dalam wujud terkemas.

Bincang-bincang santai lebih banyak diganti secara daring, karena durasi waktu pertemuan juga dibatasi. Kerumunan harus dicegah. Maka, pidato-pidato diringkas, bahkan ditiadakan. Hanya acara pokok yang bisa dilaksanakan.

Kedua, transaksi dalam jual beli, pembayaran, dan layanan publik berubah. Layanan secara daring menjadi kebiasaan baru. Hal itu mengubah pola pikir, dan kecakapan warga masyarakat untuk menggunakan peralatan elektronik terkoneksi Internet justru jadi meningkat.

Layanan pembayaran online menjadi lumrah saat ini. orang mudah berbelanja dari rumah. Barang yang dipesan cepat datang melalui jasa kurir. Antrean panjang tidak lagi diperlukan. Dan kemandirian menjadi penanda baru kehidupan kita sekarang.

Ketiga, informasi menjadi lebih cepat menyebar luas. Bahan kuliah ratusan halaman dapat dikirimkan kepada para mahasiswa dalam hitungan detik dan menyebar luas melintasi benua.

“Kini kita menyaksikan munculnya generasi baru yang sangat kaya akan informasi. Sangat berbeda dari generasi yang lahir tahun 1960 dan 1970-an yang harus bersusah payah untuk memperoleh informasi,” lanjut Dian Nafi’.

Koran-koran yang dipajang di sudut-sudut kota, sambungnya, dibutuhkan oleh masyarakat yang tidak berlangganan media informasi berbahan kertas ini. Mereka rela berdiri lama di depan papan informasi itu untuk mengetahui perkembangan. Butuh energi ekstra untuk menyerap pengetahuan.

Kini yang terjadi sebaliknya, yaitu banjir informasi. Maka, yang dibutuhkan adalah kecakapan untuk memilah informasi, mengecek kebenarannya, memastikan baik tidaknya informasi itu, dan menentukan kesesuaian untuk dirinya.

Menurut Dian Nafi’, ringkasnya selektivitas masyarakat semakin dituntut, yaitu daya pilih atas informasi semakin penting untuk dipertajam. Jika tidak ada selektivitas, maka yang terjadi adalah banalitas, yaitu kondisi yang informasi melimpah, tetapi malah membuat bingung.

Keempat, kognisi masyarakat meningkat. Ini perubahan baru yang khas pula. Contoh kasus adalah satu kata yang berabad-abad ada di dalam kamus, kini muncul dan membuka pikiran banyak orang, yaitu kata sinkronus.

Kata sinkron dan sinkronisasi sudah lama kita dengar. Hampir dalam setiap rapat dan pertemuan koordinasi kedua kata itu dinyatakan dan harus dicamkan.Namun kata sinkronus baru setahun ini akrab di telinga kita.

Di kamus Merriam-Webster kita dapatkan kata synchronous yang menunjuk kepada arti terjadi, ada, atau muncul pada saat yang sama; berulang atau beroperasi pada periode yang sama persis; melibatkan atau menunjukkan sinkronisme; memiliki periode yang sama; juga memiliki periode dan fase yang sama.



Sinkronus kita pergunakan untuk menunjuk kegiatan yang berproses dalam waktu yang sama, diikuti oleh beragam orang di tempat yang berbeda-beda, semua fokus kepada tema dan acara yang sama, dalam tahapan kejadian yang sama tahap demi tahapnya.

Pengajian yang yang biasanya berlangsung di dalam tatap muka, jadi berlangsung secara sinkronus. Jadilah pengajian daring. Seminar dalam ruang yang sama, jadi webinar. Rapat yang biasanya dihadiri secara fisik para pesertanya, jadilah vicon atau video conference, yang tak lain rapat melalui video yang terkoneksi dengan Internet.

Perubahan itu membuka peluang baru, termasuk kemungkinan menghubungi sangat banyak orang dalam waktu yang nyaris tepat sama. Jika ada kesenjangan waktu, maka hanya terjadi dalam durasi sepersekian detik. Intinya, dalam perubahan besar sepatutnya kita belajar lebih serius agar kita dapat mengadaptasi kehidupan secara baru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya