SOLOPOS.COM - Pengunjung pameran seni rupa Titik Awal #3 asal Kecamatan Mojosongo, Boyolali, Sundari, menyaksikan karya yang dipajang di Galeri Seni Rupa Taman Budaya Surakarta (TBS) Solo, Minggu (1/3/2015). (Irawan Sapto Adi/JIBI/Solopos)

Pameran seni rupa 40 mahasiswa FSSR UNS digelar di TBS.

Solopos.com, SOLO — Karya seni rupa berbagai dimensi tersaji di Galeri Seni Rupa Taman Budaya Surakarta (TBS), Jebres, Solo, Jumat-Minggu (27/2-1/3/2015). Selain karya dua dimensi, seperti lukisan, grafis, dan fotografi, ada juga karya seni rupa tiga dimensi berupa kerajinan berbahan keramik.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ada 85 karya yang terpampang dalam pameran seni rupa bertema Mabur Duwur tersebut. Puluhan karya itu dibuat oleh 40 mahasiswa Jurusan Seni Rupa Murni Fakultas Sastra dan Seni Rupa (FSSR) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo. Setiap karya ditempatkan secara terpisah sesuai kelompok dimensi masing-masing.

Ketua penyelenggara pameran seni rupa itu, Chairol Imam, mengatakan pameran tersebut merupakan kali ketiga yang diselenggarakan mahasiswa Jurusan Seni Rupa Murni UNS sejak 2012 lalu. Menurut dia, pameran seni rupa bertajuk Titik Awal #3 itu menjadi wadah menampung karya mahasiswa baru.

“Kenapa kami memberi nama pameran ini Titik Awal #3? Titik awal menandakan pameran ini diikuti mahasiswa baru [angkatan] 2014. Sedangkan #3 menjadi penanda sudah tiga kali pameran seni rupa untuk angkatan baru dilaksanakan,” kata Chairol, saat dijumpai Solopos.com di TBS, Minggu.

Konsep yang dituangkan dalam karya seni rupa pada pameran yang sudah dikunjungi sekitar 400 orang itu beraneka ragam. Penyelenggara tidak membatasi peserta dalam hal tema atau dimensi karya. Mereka bebas menuangkan ekspresi masing-masing ke dalam karya.

Diskusi Buaya
Setelah pameran, akan ada forum diskusi untuk membahas beberapa karya agar ada penyempurnaan. Chairol mencontohkan lukisannya yang dikonsep secara bebas. Dia melukis sesosok buaya yang tengah memegang lidahnya sendiri.

Menurut dia, lukisan tersebut untuk menggambarkan identitasnya sendiri. Chairol menilai buaya mempunyai kekuatan fisik yang besar dan memiliki kesetiaan yang tidak diragukan kepada siapa pun yang dipercaya. Sedangkan gambar aksi buaya memegang lidah untuk menggambarkan selain kuat, buaya juga perlu mengontrol gaya bicara agar tidak merugikan pihak lain.

“[Tema] Mabur Duwur artinya terbang tinggi. Kami ingin semua peserta pameran bisa bebas berkarya. Tidak hanya bagi peserta pameran, pesan dalam tema tersebut juga berlaku bagi perupa secara umum. Selain bebas berkarya, tugas perupa selanjutnya adalah memperdalam karakter [seni] masing-masing,” jelas Chairol.

Inspiratif
Seorang pengunjung pameran asal Kecamatan Mojosongo, Boyolali, Sundari, mengapresiasi karya mahasiwa Jurusan Seni Rupa Murni UNS tersebut. Menurut perempuan yang juga guru PAUD Pertiwi 1 Mojosongo itu terdapat sejumlah karya dalam pameran yang inspiratif hingga cocok apabila digunakan sebagai media pembelajaran.

“Saya suka seni. Saya suka menyaksikan karya anak-anak muda yang penuh imajinasi seperti pada pameran kali ini. Selain lukisan [aliran] realis, ada beberapa karya yang menggunakan media unik, seperti cangkang telur untuk membuat pola [gambar] sehingga manarik disimak lebih lama,” jelas Sundari.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya