SOLOPOS.COM - Pakubuwono (PB) X (Istimewa/Wikipedia)

Solopos.com, SOLO — Satu lagi pahlawan nasional dari lingkungan Keraton Solo. Dia adalah Paku Buwono atau PB X, raja yang berkuasa dari 1893 hingga 1939. Jasanya sangat besar dalam pergerakan menuju kemerdekaan Indonesia.

Berkat jasanya pula lahir banyak tokoh cendekiawan terkemuka dalam sejarah Indonesia. Sri Susuhunan Paku Buwono X lahir pada 29 November 1866 dengan nama Raden Mas Gusti Sayidin Malikul Kusna.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ia merupakan anak dari PB IX dengan permaisuri Raden Ajeng Kustijah. Kelahirannya saat itu disambut meriah oleh rakyat lantaran menjadi satu-satunya putra PB IX dari permaisuri.

PB IX memiliki putra-putra lain namun mereka lahir bukan dari permaisuri, melainkan dari selir, sehingga kelahiran Raden Mas Gusti Sayidin Malikul yang kelak menjadi penerus takhta saat itu disambut sukacita rakyat.

Mereka memainkan bermacam alat musik tradisional dan dibunyikan tembakan meriam di Panggung  Songgobuwono. Dalam sejarahnya PB X mendapatkan pendidikan kelas wahid dan bahkan menjadi putra mahkota di usia yang sangat muda, yakni tiga tahun.

Baca Juga: Kisah PB VI, Pahlawan dari Solo yang Berjuang Bersama Pangeran Diponegoro

Ia juga diangkat menjadi Pangeran Adipati Anom. Berbagai macam pendidikan yang dipelajari oleh pahlawan dari Solo itu, antara lain pengetahuan mengenai kesusastraan, agama Islam, pandai besi, segala hal mengenai kuda, kesenian, keterampilan menggunakan senjata.

Kemudan pendidikan dari buku-buku lama, ajaran dari Paku Buwono IX yang terkumpul dalam serat-serat piwulang Jawa, psikologi, kejiwaan, bahasa Arab, bahasa Melayu, dan bahasa Belanda.

Fokus Membangun

Dikutip dari jurnal Paku Buwono X: Politik Oportunisme Raja Jawa, terbitan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), kecemerlangan PB X juga dibentuk oleh PB IX. Sejak usia tujuh tahun, PB X kerap kerap diajak PB IX ke beberapa pertemuan dengan residen Hindia Belanda di Keraton Kesultanan Surakarta Hadiningrat.

pahlawan dari solo
Pakubuwono X [Raden Mas Sayiddin Malikul Kusno]

PB X naik tahta pada 30 Maret 1893 setelah PB IX mangkat pada 16 Maret 1893. Proses pengangkatan menjadi Paku Buwono X pun dilakukan dengan sangat meriah. 

Baca Juga: Ada Dokter hingga Seniman, Ini Daftar Pahlawan Indonesia Keturunan Tionghoa

Pada masa pemerintahannya, daerah Surakarta yang merupakan vorstenlanden buatan pemerintah Belanda berkembang pesat dengan pembangunan berbagai macam fasilitas umum dan tempat budaya.

Hal itu juga dibarengi dengan adanya stabilitas politik di Pulau Jawa, sehingga pahlawan dari Solo itu dapat memusatkan masa pemerintahannya terhadap pembangunan. Beberapa bangunan atau tempat budaya yang dibangun PB X masih dapat dinikmati hingga sekarang.

Di antaranya ada Stasiun Solo Jebres, Taman Sriwedari, Tempat Potong Hewan, dan Pasar Gede. Pada masa PB X juga terjadi renovasi besar pada Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. 

Menjelang pergantian abad ke-20 di negeri Belanda terjadi perubahan politik terhadap Indonesia yaitu menjadi politik etis berdasarkan pikiran bahwa negara Belanda mempunyai utang budi kepada Indonesia. Sebagai perlunasan utang itu Belanda mendirikan banyak sekolah di Indonesia.

Baca Juga: Kisah di Balik Kecerdasan Pemikiran Raja Solo PB X, Baca 5 Koran Tiap Hari

PB X dapat melihat perubahan dan perkembangan-perkembangan baru itu dan juga sadar generasi muda harus menjadi orang-orang pintar agar dapat mengimbangi kepintaran orang Belanda hingga suatu saat lepas dari penjajahan Belanda. 

Perhatian pada Dunia Pendidikan

Oleh sebab itu di kampung dan desa di dalam wilayah Kasunanan Surakarta didirikan sekolah-sekolah rakyat dan bagi para sentana didirikan sekolah Kasatrian, semacam Hollands Inlandesche School (sekolah bagi orang Indonesia asli yang diberi bahasa Belanda).

Selain mendirikan sekolah-sekolah umum, pahlawan dari Solo itu juga mendirikan sekolah khusus untuk mempelajari agama Islam yang di kalangan rakyat dikenal dengan nama “Mamba’ul Ulum”.  

Dalam buku Peran Paku Buwono X Dalam Pergerakan Nasional, terbitan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo tahun 2010, pada awal abad ke-20 terjadi perubahan sosial politik yang sangat besar di seluruh dunia.

Baca Juga: Sosok Penting di Balik PB X, Raja Tersukses Bawa Keraton Solo ke Masa Keemasan

Tidak terkecuali bangsa Indonesia yang ditandai dengan munculnya lembaga-lembaga pendidikan swasta dan organisasi-organiasasi, seperti Budi Oetomo dan Syarikat Islam (SI) yang menjadi titik awal kebangkitan nasional. Perjuangan Budi Oetomo dan Sarekat Islam ini mendapat apresiasi cukup besar dari PB  X. 

Para pangeran dan bangsawan keraton didorong untuk membantu gerakan politik, pendidikan dan kebudayaan modern. PB X secara terbuka dan diam-diam memberi sokongan kepada perkumpulan-perkumpulan politik itu.

gapura jembatan mojo solo pahlawan dari
Kondisi gapura batas kota peninggalan era Paku Buwono (PB) X dilihat dari Jembatan Mojo, Pasar Kliwon, Solo, Sabtu (21/5/2022). (Solopos/Wahyu Prakoso)

Contoh pemberian dukungan secara terbuka terjadi pada kongres Syarikat Islam tahun 1913 yang diselenggarakan di Taman Sriwedhari atas restu PB X. 



Dengan perlindungan ini, SI aman dari pencekalan oleh pihak Belanda, di sebelah utara pasar Singosaren didirikan sebuah gedung pertemuan Habi Praya yang dapat digunakan untuk mengadakan rapat-rapat atau pertemuan oleh masyarakat Solo.

Baca Juga: Bangunan di Sragen Ini Jadi Saksi Bisu Siasat Serangan Umum 4 Hari di Solo

Bahkan Ir Soekarno pernah berpidato di Habi Praya tanpa terganggu oleh pemerintah Belanda saat itu. Ketua Solo Societeit, komunitas pencinta sejarah Kota Solo, Dani Saptoni, kepada Solopos.com menjelaskan dukungan pahlawan nasional itu kepada SI dan Budi Oetomo menjadi salah satu landasan untuk kemerdekaan Indonesia di kemudian hari.

Mendukung Pergerakan Politik Jelang Kemerdekan RI

“Habi Praya yang kalau sekarang dekat Matahari Singosaren. Jadi lokasi pertemuan untuk pergerakan politik seperti Boedi Utomo, Syarikat Islam, itu salah satu landasan penting di kemudian hari untuk kemerdekaan Indonesia,” ucapnya kepada Solopos.com, Selasa (8/11/2022).

PB X dalam hal ini bukan hanya memfasilitasi, namun juga mendukung secara terbuka dari pergerakan-pergerakan politik yang ada di Indonesia terutama di Kota Solo. Selain fasilitas-fasilitas yang lain seperti Taman Sriwedari, Museum Radyapustaka hingga Jembatan Jurug A, pendidikan juga sangat diperhatikan oleh PB X.

Ia memberikan beasiswa dari kantong pribadinya bagi anak-anak pandai dari abdi dalem. Ada beberapa tokoh yang lahir dari beasiswa ini yakni Prof Dr Mr Soepomo (penyusun UUD 1945, Menteri Kehakiman).

Baca Juga: Wow! PB X Pernah Beri Kado Ukiran Kayu Wong Kalang ke Ratu Wilhelmina

Kemudian, Mr Soesanto Tirtoprodjo (Gubernur Nusa Tenggara di Bali, Menteri Kehakiman), Prof Dr Mr Wirjono Prodjodikoro (Ketua Mahkamah Agung, Menteri Koordinator Kompartimen Hukum dan Dalam Negeri).

Selain itu juga Prof Dr Mr Notonagoro (penjabar Pancasila dan Guru Besar Universitas Gajah Mada), Dr Radjiman Widiodiningrat (ketua BPUPKI) dan Domo Pranoto (Mayor Jendral Polisi, Anggota DPR).

Pahlawan nasional dari Solo itu juga punya strategi politik yakni Ngideri Buwono, yang berarti berkeliling untuk menyerap aspirasi dari rakyat dan mempengaruhi rakyat untuk melawan Belanda. Kebijakan ini dikritik pemeirntah Kolonial Belanda yang dianggap menghambur-hamburkan uang.

Selain itu kritikan tersebut juga disampaikan lantaran kekhawatiran akan efek politik dari pergerakan ini. Tetapi PB X tidak peduli dan mengukuhkan dirinya sebagai raja jawa saat itu.

PB X berkuasa selama 46 tahun, mulai 1893 hingga 1939, jasanya kemudian diabadikan dengan pemberian Bintang Mahaputra Adipradana pada Tahun 2009 dan ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya