SOLOPOS.COM - Seorang anak mengelus kucing dalam Kampanye Adopsi Kucing Jalanan yang digelar Komunitas Rumah Difabel Meong (Rudimeong) di Mini Atrium Solo Grand Mall (SGM), Minggu (14/11/2021).(Solopos/Chrisna Chanis Cara)

Solopos.com, SOLO —  Populasi kucing di Soloraya belakangan ini meningkat drastis dan menjadi masalah tersendiri. Tahun ini saja sedikitnya 1.200 kucing dibuang di sejumlah tempat seperti pasar, rumah dan kebun kosong, pinggir jalan hingga tong sampah.

Fenomena maraknya pembuangan kucing di Soloraya mencuat dalam kegiatan Kampanye Adopsi Kucing Jalanan yang digelar di Mini Atrium Solo Grand Mall (SGM), Minggu (14/11/2021). Inisiator acara, Rumah Difabel Meong (Rudimeong), membeberkan ada sekitar 1.200 telantar karena dibuang sepanjang 2021 (hingga Agustus).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Jumlah ini naik signifikan dari tahun 2020 yang tercatat sekitar 800 kucing dibuang. Sedangkan 2019 jumlah kucing yang dibuang sekitar 700 ekor. Artinya, setiap tahun ada lonjakan kasus dan naik drastis saat pandemi Covid-19.

Koordinator Rudimeong, Yulia Damayanti, mengatakan komunitasnya intens mengumpulkan data soal populasi dan penelantaran kucing selama tiga tahun terakhir. Data tersebut dihimpun dari grup-grup pencinta kucing serta laporan ke Rudimeong.

Baca Juga: Fondasi Sudah Retak, Segini Biaya Peninggian Overpass DI Panjaitan Solo

Yulia mengakui jumlah kucing yang dibuang di Soloraya meningkat tajam selama pandemi Covid-19. “Hingga Agustus saja sudah tercatat ada 1.200 kasus. Kucing-kucing ini biasa ditemukan di rumah kosong, pinggir jalan, selokan sampai tong sampah. Banyak yang masih kitten [anak kucing],” ujar Ning, sapaan akrabnya, saat ditemui Solopos.com di sela kegiatan, Minggu.

Rudimeong belum bisa memastikan motif pembuangan ribuan kucing tersebut. Namun Ning menduga over populasi menjadi pangkal masalah maraknya praktik penelantaran kucing di Soloraya.

Kucing Dibuang Kondisinya Memprihatinkan

Ia mengatakan mayoritas kucing yang dibuang adalah kucing kampung atau kucing liar. Tak sedikit yang kondisinya memprihatinkan saat ditemukan seperti scabies di sekujur tubuh, luka membusuk hingga patah tulang.

“Hal ini mestinya menjadi perhatian bersama, terutama pencinta hewan. Kami sendiri terus mengampanyekan gerakan adopsi kucing jalanan sebagai salah satu solusi. Selain itu kami mendorong program sterilisasi kucing dilakukan intens oleh pemerintah maupun komunitas,” ujar Ning.

Baca Juga: Texas Chicken Buka Gerai Baru di Solo, Ini Lokasinya

Rudimeong mendapatkan kabar baik karena permintaan adopsi kucing jalanan juga ikut meningkat selama pandemi sehingga bisa mengurangi populasi kucing di Soloraya. Ning memperkirakan warga semakin tertarik memelihara kucing karena dapat menjadi teman menghabiskan waktu di rumah.

“Di saat banyak kucing yang dibuang, alhamdulillah permintaan adopsi di Rudimeong juga meningkat. Warga butuh hiburan di rumah, larinya ke pet [hewan peliharaan].”

Seorang pengunjung Kampanye Adopsi Kucing Jalanan, Nitha, 32, turut merasakan peningkatan jumlah kucing jalanan di lingkungannya. Menurutnya, salah satu tempat pembuangan kucing terbanyak adalah pasar.

“Mungkin karena di sana banyak makanan, akhirnya dibuang dan beranak-pinak di sana. Semoga warga ke depan lebih sadar dan turut memelihara kucing ini,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya