SOLOPOS.COM - Ilustrasi Online Shopping. (Istimewa/Freepik).

Solopos.com, SOLO — Pesatnya informasi dan teknologi turut mendorong tingginya perkembangan online-shopping.

Namun, rupanya masih ada beberapa pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang kesulitan untuk beradaptasi dengan online-shopping.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Salah satunya diungkapkan oleh Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Piyayi Kauman, Henri Prabowo, saat ditemui Solopos.com, di Kedai Saebani, Kauman, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, Rabu (1/2/2023).

Henri menguraikan rata-rata usia pelaku usaha UMKM di Kauman. Sebanyak 79 orang rata-rata berusia 35 tahun ke atas, kemudian yang tertua berusia sekitaf 60 tahun.

Rata-rata mereka menggunakan WhatsApp, Facebook, dan Instagram sebagai metode promosi atau wadah untuk transaksi.

Namun, Henri mengaku untuk merambah ke marketplaces, seperti Shopee, Tokopedia, ataupun menjadi Mitra Go-Food, banyak orang yang masih ragu.

Marketplace merupakan sebuah lokasi jual beli produk di mana seller dan konsumen bertemu di sebuah platform. Media penjualan selanjutnya dapat berupa website yang dimiliki oleh usaha itu sendiri dan digunakan sebagai wadah jual beli.

Selain itu, media sosial dan pesan instan juga dimanfaatkan sebagai media penjualan online oleh banyak usaha.

“Beberapa memang belum paham operasional atau sistem di marketplace, biasanya mereka memasang harga yang sama ketika mereka menjual secara offline atau langsung. Padahal di sana [marketplace] ada biaya administrasinya, jadi ketika ada pesanan banyak, penjual malah enggak untung karena salah perhitungan harga jual tersebut,” ujar Henri.

Sementara itu mengacu pada data Badan Pusat Stastistik (BPS), dalam publikasi Statistik E-Commerce 2022, dalam laman bps.go.id, dikutip Solopos.com, pada Kamis (2/2/2023).

Pada 2021, keperluan pemanfaatan Internet, paling banyak adalah untuk pemasaran (promosi usaha/iklan) di marketplace/media sosial misalnya promosi ads, cashback, yaitu sebanyak 59,80%.

Manajemen pelanggan menempati posisi kedua yaitu sebesar 49,40%. Posisi ketiga adalah untuk kominukasi internal pada usaha e-commerce.

Kemudian, terdapat 7,6% usaha yang pernah mendapat pelatihan terkait pemanfaatan teknologi informasi untuk pemasaran secara digital.

Dari usaha e-commerce yang mendapatkan pelatihan, sebagian besar mendapatkan pelatihan dari pihak swasta yaitu 64,90%. Sementara hanya sebesar 39,91% usaha mengaku mendapatkan pelatihan dari instansi pemerintah.

Ditinjau dari level pelatihannya, sebagian besar usaha e-commerce 77,45% mengikuti pelatihan terkait pemanfaatan teknologi informasi pada level dasar.

E-commerce merupakan penjualan atau pembelian barang/jasa, yang dilakukan melalui jaringan komputer dengan metode yang secara spesifik dirancang dengan tujuan menerima atau melakukan pesanan.

Barang dan jasa dipesan dengan metode tersebut, tetapi pembayaran dan pengiriman utama barang atau jasa tidak harus dilakukan secara online.

Transaksi e-commerce dapat terjadi antarusaha, rumah tangga, individu, pemerintah, dan organisasi swasta atau publik lainnya.

Termasuk pemesanan melalui halaman website, ekstranet maupun electronic data interchange (EDI), e-mail otomatis, media sosial (Facebook, Instagram, dan lainnya), serta pesan instan atau instant messaging (Whatsapp, Line, dan lainnya).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya