SOLOPOS.COM - Mahendra Siregar terpilih sebagai Ketua Dewan Komisiaris OJK (Bisnis)

Solopos.com, JAKARTA — Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengatakan resesi ekonomi global hampir pasti akan terjadi setidaknya di tahun 2023 atau bahkan bisa lebih cepat.

“Namun yang memang belum bisa diperkirakan dengan baik adalah kondisi resesinya akan seberapa berat dan seberapa lama,” ucap Mahendra dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner OJK yang dipantau secara daring di Jakarta, Senin (3/10/2022) seperti dilansir Antara.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kendati begitu di sisi lain, ia menyatakan ekonomi Indonesia pada tahun ini dan tahun depan akan tetap tumbuh dalam perkiraan di atas level 5 persen. Oleh karena itu, kondisi global dan domestik tersebut harus bisa dilihat dalam perspektif yang lengkap.

Dengan adanya kemungkinan resesi global di tahun depan, OJK sejauh ini belum bisa memastikan secara spesifik kebijakan relaksasi apa yang nantinya akan dibutuhkan.

Namun Mahendra menegaskan pihaknya bersama sektor jasa keuangan terus berupaya untuk menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

“Sekiranya dalam perkembangan nanti dirasakan ada hal-hal yang memerlukan kebijakan-kebijakan yang sesuai untuk mencapai sasaran tersebut, tentu pada gilirannya akan dirumuskan dan akan ditetapkan,” katanya.

Baca Juga: IHSG Dibayangi Ambruknya Wall Street, Cek Saham-Saham Ini

Berdasarkan perkembangan dan informasi data sampai saat ini, sambung dia, kondisi pertumbuhan, intermediasi, dan stabilitas perekonomian tetap terjaga dengan baik.

Di sisi lain, sektor keuangan juga akan tetap optimistis dengan adanya stabilitas perekonomian domestik, meski akan tetap realistis dengan mewaspadai risiko transmisi dari kondisi ekonomi global yang semakin berat.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan potensi resesi global akan memengaruhi harga minyak dan komoditas lainnya pada 2023.

“Amerika dan Eropa jelas akan menghadapi potensi resesi yang sangat tinggi, mengapa? Karena inflasi mereka sangat tinggi, 40 tahun tertinggi dan saat ini direspons dengan kenaikan suku bunga acuan dan pengetatan likuiditas,” kata Sri Mulyani dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia yang dipantau secara daring di Jakarta, belum lama ini.

Baca Juga: BI: Inflasi Lebih dari 4 Persen YoY Masih Tinggi hingga 2023

Pada awalnya, bank-bank sentral di Amerika dan Eropa masih menganggap inflasi tersebut bersifat temporer karena disrupsi akibat pandemi Covid-19. Namun, saat perang Rusia dan Ukraina mulai muncul, minyak bahkan kini dijadikan alat untuk salah satu instrumen perang.

Maka dari itu, Sri Mulyani melihat jika berbagai negara maju masuk ke dalam jurang resesi, maka permintaan terhadap minyak menjadi turun dan tekanan kenaikan harga minyak diharapkan ikut menurun, sehingga tak lagi mencapai di atas US$100 per barel.

Selain potensi resesi, Sri Mulyani menyebutkan faktor lainnya yang akan memengaruhi harga minyak dan komoditas dunia adalah seberapa lama perang Rusia dan Ukraina berlangsung.

“Selama terjadi perang, berarti akan terus ada disrupsi suplai karena Rusia itu diembargo. Kemarin kita juga mendengar bahwa Amerika Serikat akan mencoba membuat price gap untuk minyak Rusia yang sekarang sudah diadopsi negara-negara G7,” tuturnya.

Maka dari itu, Bendahara Negara tersebut menilai harga minyak dunia masih akan tidak pasti ke depannya dengan berbagai faktor tersebut dan tentunya akan memengaruhi APBN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya