SOLOPOS.COM - Matun menjual dawet dengan harga murah meskipun harga bahan baku naik Kamis (30/6/2022). (Ronaa Nisa’us Sholikhah/Solopos.com)

Solopos.com, PONOROGO — Di tengah gempuran bahan baku yang terus naik, salah satu warung dawet di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, ini tidak menggebu-gebu menaikkan harga jualnya. Malah, dawet hasil racikan Matun ini masih dibanderol hanya Rp1.500 per porsi.

Matun, perempuan berusia 66 tahun itu sudah berjualan dawet sejak 1984. Sejak dulu setia menjual minuman bersantan itu dengan harga murah. Yakni, dia mengawalinya dengan menjajakan dawet seharga Rp25 sampai Rp1000. Terhitung sudah satu bulan ini dia menaikkan menjadi Rp1.500 per porsi.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

‘’Naiknya ini gara-gara bahan baku banyak yang naik,’’ kata warga asal warga Desa Demangan, Kecamatan Siman, Kabupaten Ponorogo, Kamis (30/6/2022).

Warung dawet yang berlokasi di tikungan ujung barat Jalan Jaksa Agung Suprapto, Kelurahan Tamanarum, Kecamatan Ponorogo masih terlihat ramai meskipun harganya naik. Matun mengaku sempat diprotes pelanggan lantaran hanya menaikkan harga Rp1.500, dari sebelumnya Rp1.000 per porsi. Para pelanggan justru memintanya menjual dengan harga lebih tinggi.

Baca Juga: Bukan Hanya Jenjang SD, 46 SMPN di Ponorogo Juga Kekurangan Murid Baru

Meskipun begitu, Matun tetap teguh pada prinsipnya untuk menjual dengan harga yang murah. Sebab, dia menamainya dengan amalan ibadah lantaran bisa membantu pembeli mendapatkan makanan dan minuman murah.

‘’Saya ingat zaman susah dulu, tidak bisa makan, tidak bisa kerja. Jadi saya tidak tega kalau harus menaikkan harga. Hitung-hitung sebagai amal ibadah,’’ jelasnya.

Beruntung sampai saat ini kompetitor penjual dawet lainnya tidak protes ke Matun lantaran menjual dengan harga yang sangat miring di tengah kota. Sedangkan, harga dawet di warung lainnya paling murah dijual Rp3.000 per mangkuk.

Baca Juga: Miris! 578 SD Negeri di Ponorogo Kekurangan Murid Baru

Menurut Matun, rezeki setiap orang itu berbeda-beda dan tentunya Tuhan sudah menggariskan. Maka, meskipun dia menjual murah, warungnya tidak pernah bangkrut. Memang dia sengaja tidak mengambil untung banyak.

‘’Saya tetap untung dan pembeli juga untung karena harganya murah,’’ ujarnya.

Di warung seukuran 4×4 meter itu terpasang daftar harga menu makanan dan minuman. Mulai dari bakmi, nasi, kopi, dan es dawet semuanya dibanderol dengan harga yang sama, yakni Rp1.500. Sedangkan untuk jajanan hanya Rp500.

Baca Juga: Ditipu Makelar Tanah, Warga Ponorogo Rugi Ratusan Juta Rupiah

Matun sudah berjualan cendol berkuah santan dengan campuran sedikit tape ketan itu selama lebih dari separuh hidupnya. Sejak berusia 27 tahun, kesehariannya menghadap tiga bak besar berisi air santan bercampur cendol, air garam, dan ketan hitam.

‘’Ayah saya dulu juga berjualan dawet keliling sawah-sawah dengan pikulan,’’ tuturnya.

Namun, tahun 1982 ayahnya berhenti dan Matun mulai meneruskan berjualan dawet. Dia setiap pagi bersepeda dari Siman ke Tamanarum. Warung dawet Matun itu buka sejak pukul 07.00 WIB.

‘’Tutupnya tidak pasti, tergantung ramai atau tidak. Kadang-kadang jam 12 siang atau sampai jam satu,’’ pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya