SOLOPOS.COM - Ni Kenik Asmorowati (JIBI/SOLOPOS/Syahaamah Fikria)

Pembawaannya santai, tutur katanya lembut dan murah senyum. Tapi siapa sangka, saat dirinya sudah beraksi di depan kelir, bersama wayang-wayangnya, kesan nyantai itu hilang seketika. Meski masih dibalut busana dan tata rias khas perempuan Ja

Ni Kenik Asmorowati (JIBI/SOLOPOS/Syahaamah Fikria)

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

wa, suaranya bergetar terdengar gagah, begitu fasih menirukan tokoh-tokoh wayang laki-laki.

Ekspedisi Mudik 2024

Ya, ialah Ni Sri Harti Kenik Asmorowati. Boleh dikatakan ia merupakan salah satu dalang perem

puan di Soloraya yang konsisten menggeluti dunia perkeliran sejak tahun 1990-an. Ia pun terlihat menonjol di antara minimnya dalang perempuan yang dimiliki Kota Bengawan ini.

“Dulu waktu awal-awal masuk kuliah di Jurusan Pedalangan ISI Solo, saya satu-satunya perempuan di dalam kelas. Hal itu berlangsung hingga beberapa semester, jadi teman-teman kampus saya laki-laki semua,” ungkap Ni Kenik saat dijumpai beberapa waktu lalu sebelum pentas di Sanggar Wayang Suket, Mojosongo, Solo.

Diakui Ni Kenik, ketertarikannya menggeluti dunia pedalangan berawal dari sebuah tuntutan. Terlahir dalam lingkungan keluarga seni, khususnya seni pedalangan, membuatnya diwajibkan belajar tentang wayang. Hal itu, kata Ni Kenik, berlangsung hingga lulus SMP. Tapi sejak masuk ke SMA, ia bisa mulai menikmati dan mulai menggelar pentas wayang. Keterpaksaan itu pun hilang seketika. Kini, perempuan kelahiran Sukoharjo, 16 Oktober 1980 itu, telah menggelar pertunjukan kurang lebih 220-an kali.

Tak hanya di sekitar Pulau Jawa, ia pun telah berkeliling nusantara, mulai Lampung, Banjarmasin, Tanjung Pinang hingga Jayapura. “Entah mengapa di masyarakat itu masih asing dengan keberadaan dalang perempuan. Menurut mereka kalau nanggap dalang perempuan itu enggak bisa gayeng karena mereka ragu dengan kemampuan perempuan dalam melakukan sabetan, pasti tak sekuat dalang laki-laki,” tutur Ni Kenik.

Menjawab keraguan masyarakat, Ni Kenik membuktikannya dengan terus mengasah keterampilan. Ia berusaha menguasai sabetan, keprakan dan catur secara maksimal. Namun, untuk urusan suara, Ni Kenik punya pendapat tersendiri. Kalau ada orang yang mengomentari suara dalang perempuan, kata dia hal itu jangan lantas menjadi masalah. Dalang perempuan pun tak perlu bingung untuk membuat-buat suaranya dan akhirnya malah kerepotan sendiri. “Kami adalah dalang perempuan, jadi wajar kalau suara perempuan masih sedikit terdengar karena memang warna suaranya berbeda dengan laki-laki. Yang penting saya selalu berupaya memakai suara seperti apa yang saya bayangkan dari tiap tokoh wayang dan itu berhasil,” imbuhnya.

Ia juga selalu berupaya mengangkat seniman dalang perempuan agar tak dipandang sebelah mata lagi. Salah satu pencapaian terbesarnya adalah saat menjadi koordinator sekaligus konseptor di acara Hari Radio di RRI Semarang tahun 2007. Ni Kenik mengonsep acara pementasan wayang yang menampilkan lima dalang perempuan dari berbagai strata usia. Bukan cuma itu, panitia, pengiring, sutradara, penulis naskah hingga petugas tata suara pun semuanya perempuan. Dari gagasannya itu, akhirnya acara tersebut berhasil mendapat penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI).

Syahaamah Fikria

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya