SOLOPOS.COM - Dokumentasi banjir besar di Solo pada 1966 (Istimewa/koleksi www.kitlv)

Solopos.com, SOLO — Banjir besar yang merendam hampir 75% wilayah di Kota Solo pada 1966 menimbulkan kengerian yang luar biasa. Sebanyak 90 orang meninggal dunia akibat kejadian itu.

Berdasarkan catatan dan data yang dihimpun Solopos.com, banjir besar itu berlangsung kurang lebih tiga hari yakni 16-18 Maret 1966 atau tepatnya 56 tahun lalu.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Ridha Taqobalallah dari Ilmu Sejarah UNS Solo dalam penelitian untuk skripsinya yang berjudul Banjir Bengawan Solo Tahun 1966: Dampak dan Respons Masyarakat Kota Solo menyebut jumlah korban jiwa dalam banjir itu mencapai 90 orang.

Baca Juga: Telan 155 Korban Jiwa, Begini Kedahsyatan Banjir di Soloraya pada 1966

Mereka terdiri atas 72 warga Solo dan 18 warga luar Solo. Selain itu, banjir besar di Solo itu juga mengakibatkan 611 rumah roboh dan 711 rumah rusak. Ada pula tiga unit rumah yang terbakar. Sedangkan 7.500 orang kehilangan tempat tinggal.

Dari kronologinya, banjir dipicu luapan Sungai Bengawan Solo yang mengakibatkan tanggul-tanggul penahan jebol. Politikus PDIP Solo YF Sukasno yang saat kejadian masih berusia tujuh tahun ingat betul kengerian banjir pada Maret 1966 itu.

Pindah-Pindah Pengungsian

Menurut Sukasno, banjir diawali dengan hujan selama tiga hari berturut-turut. Lalu pada 16 Maret 1966 sore, Sukasno ingat air mulai masuk perkampungan. Sukasno kemudian diajak keluarganya untuk mengungsi ke SD Widya Wacana Solo.

Baca Juga: Kisah Heroik Hanra, Hanyut Dan Meninggal Saat Selamatkan Warga Dari Banjir Solo 1966

Malamnya, Sukasno bersama keluarga dan beberapa tetangga keluar untuk melihat situasi di sekitar SMAN 3 Solo. “Kira-kira pukul 19.30 WIB geger terdengar orang teriak-teriak tanggule jebol. Saya malah lari ke pinggir jalan, dicari orang tua, dimarahi,” katanya saat diwawancarai Solopos.com beberapa waktu lalu.

Sukasno sempat berpindah-pindah tempat mengungsi mengingat situasi banjir besar di Solo itu yang berubah-ubah. Dari SD Widya Wacana, Sukasno dan warga lain pindah ke Gedung Gajah yang sekarang Kantor PMS Solo.

Sementara sebagian warga lainnya mengungsi di Gedung Sin Min Solo. Gedung yang kini menjadi Kampus UNS di Jl Urip Sumoharjo, Solo (kampus Mesen), itu pun menjadi saksi sejarah dampak banjir besar Solo 1966.

Baca Juga: Penuh Misteri, Pembantaian Libatkan PKI di Solo Terhenti Banjir 1966?

Berdasarkan Peta Banjir 1966 FS DRIP Kota Surakarta diketahui banjir menggenangi hampir tiga perempat wilayah Solo. Wilayah terdampak banjir meliputi Pasar Kliwon, Jebres, Serengan, dan Banjarsari.

Alut Jadi Seperti Kedung

Wilayah yang tidak tergenang hanya Kecamatan Laweyan dan Kelurahan Mojosongo. Luasnya wilayah terdampak banjir bandang membuat beberapa area Kota Solo terlihat begitu menyeramkan. Alun-alun Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat bahkan menjadi seperti kedung.

Banjir besar di Solo tahun 1966 itu juga merendam kantor penting seperti Gedung BNI Unit I, II dan III, serta Kantor Balai Kota Solo, Kantor Pos Solo, Kantor Telkom. Lalu Kantor eks Karesidenan Surakarta, Padar Gede, Kantor Komando Resort Kepolisian 951, dan Gereja Purbayan.

Baca Juga: Ngeri! Banjir Bandang 16 Maret 1966 Nyaris Tenggelamkan Seluruh Wilayah Solo

Gereja Kristen di Gladak, Kantor Sub Denpom VII/21, Markas Brigif 4, Pekasmi, dan kantor-kantor lain, juga tidak luput dari genangan banjir bandang Kota Solo itu. Hampir semua wilayah kota yang menjadi pusat ekonomi dan pemerintahan Solo terendam banjir 1,5 meter hingga dua meter.

Akibatnya roda perekonomian Solo saat itu mandek selama beberapa hari. Ruas-ruas jalan tak bisa dilalui, transportasi dan telekomunikasi terputus. Pertolongan pun harus menunggu air banjir surut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya