SOLOPOS.COM - Aksi nelayan di Kabupaten Pati menolak PP No 85 Tahun 2021. (Suara.com)

Solopos.com, PATI — Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendapat penolakan dari nelayan Kabupaten Pati, Jawa Tengah (Jateng).

Penolakan itu salah satunya disampaikan Ketua Paguyuban Nelayan Mina Santosa, Hery Budianto, yang menyebut PP Nomor 85 Tahun 2021 itu berpotensi menyebabkan ribuan nelayan di Kabupaten Pati menganggur.

Promosi BRI Cetak Laba Rp15,98 Triliun, ke Depan Lebih Fokus Hadapi Tantangan Domestik

“Dampak dari PP ini, bakal ada pengangguran massal khususnya bagi nelayan jaring tarik berkantong [dulunya cantrang]. Kalau ini berjalan, 20.000 nelayan di Pati akan menganggur,” kata Hery dikutip dari suara.com, Jumat (1/10/2021).

Baca juga: Nelayan Pati Paceklik Ikan, Bantuan Beras Diberikan

Nelayan pun berseru agar aturan tersebut dikaji ulang, lebih-lebih dicabut. Sehingga nelayan lokal tidak semakin terhimpit, apalagi di masa pagebluk.

“Kami nelayan tetap menolak, PP 85 harus dikaji ulang karena bagi kami sangat memberatkan, khususnya bagi nelayan. Jadi kami mohon bapak menteri, bapak presiden agar peraturan ini dikaji ulang,” pintanya.

Hery menyoroti adanya sejumlah aturan dalam PP Nomor 85 Tahun 2021 yang tidak sejalan dengan kesejahteraan nelayan. Aturan itu antara lain terkait pengaturan jenis dan tarif yang berimbas pada kenaikan PNBP dan pungutan hasil perikanan (PHP) sebesar 200%-600%.

“Pajak sangat memberatkan, yang dulunya 100 gross tonnage [GT] bayar Rp50 juta, sekarang jadi Rp300 juta lebih. 400-600% kenaikannya,” ujar Hery.

Peraturan yang sama juga cenderung mematikan nelayan lokal dan membuka jalan kapal dan modal negara luar untuk mengeksploitasi sumber daya alam perikanan di laut nusantara.

Hal ini tertuang gamblang dalam produk turunan PP No 85 Tahun 2021 yakni Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor 86 dan 87.

Kapal Asing

Di mana PNBP yang dikenakan kepada nelayan pra produksi adalah sebesar 10% untuk kapal 60 – 1000 GT. Padahal, menurut Hery, kapal nelayan lokal tidak ada yang sampai lebih dari 300 GT. GT sebesar itu hanya dimiliki oleh kapal asing dengan peralatan canggihnya.

Adanya penyamaan tarif 10% untuk kapal 60 hingga 1000 GT, jelas sangat tidak adil. Mengingat, semakin tinggi GT, tarif yang dikenakan juga harusnya lebih tinggi.

“Kami hawatir, hadirnya PP ini justru akan melegalkan keberadaan nelayan asing di Indonesia. Sementara kami sebagai nelayan lokal, justru tidak mendapatkan ruang,” ungkapnya.

Baca juga: Nelayan Cantrang Demo, Haters & Pendukung Susi Pudjiastuti Perang Tagar

Perwakilan Nelayan Porsein, Fauzan Nur, Rokhim mengungkapkan, beban nelayan bertambah berat dengan adanya pendapatan asli daerah (PAD) tahun 2021 pada sektor perikanan yang mencapai Rp11 miliar. Yang tadinya hanya Rp6,5 miliar di tahun 2020.

“Nelayan dibebani retribusi di tempat pelelangan ikan (TPI) Juwana ini Rp11 miliar kepada nelayan,” jelasnya.

Penolakan terhadap PP Nomor 85 Tahun 2021 di Kabupaten Pati ini pun sempat diwarnai aksi demonstrasi para nelayan. Demonstrasi tidakhanya terjadi di kampung nelayan Desa Bendar pada Selasa (28/9/2021).

Demonstrasi nelayan di Pati juga terjadi di area Syahbandar pada Rabu (29/9/2021) pagi. Massa juga menggelar demonstrasi di tempat pelelangan ikan dan berlanjut ke depan DPRD Kabupaten Pati.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya