SOLOPOS.COM - Kaled Hasby Ashshidiqy. (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Belakangan ini suhu politik sudah terasa menghangat menjelang tahun politik 2023. Terasa semakin intens setelah Partai Nasdem mendeklarasikan dukungan untuk Anies Rasyid Baswedan sebagai calon presiden di Pilpres 2024.

Warganet di media sosial riuh dengan pencalonan Gubernur DKI Jakarta ini. Banyak yang pro, yang anti pun jumlahnya tak sedikit. Media sosial sebagai ruang publik dikotori oleh komentar-komentar hujatan dan cacian yang sama sekali tidak membuat pendidikan politik kita semakin maju, justru semakin mundur.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Situasi semakin ramai setelah Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, akhirnya menyatakan kesiapannya menjadi capres. DPP PDIP hanya beberapa hari berselang langsung meresponsnya dengan memanggil sang Gubernur berambut putih itu. Ganjar mendapat teguran lisan dari Ketua DPP PDIP.

Teguran lisan ini dipersepsikan macam-macam oleh berbagai pihak. Salah satunya ada yang menganggap bahwa sikap DPP PDIP terhadap Ganjar melunak dengan hanya memberikan teguran lisan. Terlebih mereka juga tidak menyalahkan apa yang dilakukan Ganjar dari segi aturan. Namun lebih pada karena hal itu dijadikan publik sebagai gimmick politik.

Baca Juga: Muhammadiyah dan Spirit Penggembira

Kini, setidaknya sudah ada tiga tokoh politik yang menyatakan kesiapan mereka menjadi capres. Pertama Prabowo Subianto, tentu saja. Disusul Anies dan Ganjar. Tak mengejutkan memang karena ketiga nama itu yang selalu menempati posisi tiga teratas hasil survei elektabilitas calon di berbagai lembaga survei.

PDIP tentu saja tidak bisa menutup mata pada tingginya elektabilitas Ganjar meski sangat ingin mengusung Puan Maharani sebagai capres.

Dalam survei terbaru yang dilakukan Political Weather Station (PWS) menyebutkan elektabilitas Prabowo Subianto paling atas yakni 30,8%, disusul Ganjar (18,8%) dan Anies (17,5%). Sementara Puan Maharani di papan bawah dengan 2,8%. Survei ini dilaksanakan pada 1-6 Oktober 2022.

Tapi, dalam survei tertutup yang hanya menyandingkan tiga nama teratas yakni Prabowo, Ganjar, dan Anies, tiga lembaga survei merilis hasil nyaris serupa. Indikator Politik, Center for Strategic and International Studies (CSIS), dan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) sama-sama menempatkan Ganjar di posisi teratas dalam survei yang dilakukan pada September 2022 lalu. Prabowo di posisi kedua dan Anies ketiga.

Baca Juga: Melawan Politik Identitas

Tingginya tingkat elektabilitas dipengaruhi banyak faktor. Salah satunya sejauh mana eksistensi si tokoh di media sosial. Ganjar yang sudah cukup lama aktif ngeksis di medsos, kini menuai hasil apa yang ditanamnya.

Orang boleh bilang itu hanya pencitraan. Sah-sah saja. Siapa pun boleh melakukannya, bukannya kebanyakan dari kita juga begitu saat bermedsos? Jokowi pun melakukannya dalam pilpres lalu dan hasilnya? Sukses besar.

Presiden Partai Politik

Selama bertahun-tahun, negara kita dipimpin oleh presiden yang merupakan kepanjangan tangan partai politik. Hasilnya, ada banyak ketidakpuasan publik. Terutama dalam hal kepentingan mana yang harus didahulukan, negara atau partai politik?

Jika Presiden yang mendapat mandat dari rakyat masih memosisikan diri sebagai petugas partai, kita sebagai rakyat ya harus tahu diri. Jangan berharap banyak.

Idealnya, begitu petugas partai diberi kepercayaan dan amanah dari warga untuk jadi presiden, loyalitas utamanya bukan lagi kepada partai, tetapi negara. Namun hal itu sepertinya masih merupakan utopia di negara ini.

Baca Juga: Bubarnya WAG Kami

Saya sempat berpikir akan seperti apa jika presiden bukan orang partai? Bisa jadi sama saja, bertambah buruk, atau sebaliknya, justru jadi baik. Jika presiden bukan orang dari partai apakah mungkin akan lebih perhatian kepada warga.

Saya tergelitik membaca salah satu cuitan di Twitter yang isinya kurang lebih begini, “Kalau negara diurus BCA pasti semuanya beres,.” Pemiliki akun itu yang juga menyemat foto suasana di ruang tunggu Bank BCA, entah di cabang mana.

Saya menduga si pemilik akun juga merasakan kegelisahan yang sama dengan saya. Kegelisahan yang mungkin bukan cuma saya dan pemilik akun tadi yang merasakannya. Melainkan juga puluhan atau bahkan jutaan orang lainnya.

Orang yang mencuit status tadi bisa jadi tak lagi percaya atau apatis terhadap partai politik dan para tokohnya yang sudah diberi kepercayaan mengurus negara selama bertahun-tahun tapi enggak beres-beres. Atau bisa jadi ia hanya mengagumi cara karyawan BCA bekerja.

BCA memang terkenal dengan pelayanannya yang bintang lima. Sudah sering saya baca curhatan warganet yang menyanjung kerja para karyawan bank yang dimiliki keluarga Hartono ini.

Jangankan teller ataupun customer service-nya, satpamnya saja terkenal dengan keramahannya. Saya selaku nasabah BCA bertahun-tahun telah membuktikannya.

Baca Juga: Wajah Kedamaian Kiai Dian Nafi’

Para karyawan BCA ini seolah seperti sudah terprogram untuk selalu berbuat baik dan benar. Selalu senyum dan menyapa kepada setiap menerima nasabah. Baik pagi, siang, maupun sore. Tidak ada karyawan boleh cemberut melayani nasabah apalagi sampai membawa lari uang mereka.



Saya punya pengalaman saat kehilangan kartu ATM BCA. Awalnya, saya berpikir mengurusnya bakal lama dan repot karena diminta surat ini itu. Nyatanya jauh berbeda. Saya sempat illfeel melihat panjangnya antrean saat mau menemui customer service. Tapi ternyata waktu tunggunya tak selama itu.

Saya beranjak dari kursi begitu nomor antrean dipanggil dan menemui customer service yang masih muda. Ramah banget. Setelah mengutarakan masalah saya, tanpa diminta ini itu, kalau tidak salah hanya KTP, saya sudah bisa mendapatkan kartu ATM baru. Prosesnya tak lebih dari lima menit. Tastes beres. Enggak pakai birokrasi-birokrasian. Silakan dibandingkan dengan mengurus administrasi kependudukan kantor Dispendukcapil.

Setibanya di rumah, saya ditelepon dari customer service yang melayani tadi. Ia menanyakan apakah uang saya jatuh saat di bank. Saat saya periksa kantong ternyata benar, selembar uang Rp50.000 sudah raib. Saya pun kembali ke bank dan mengambilnya.

Baca Juga: Menebak Arah Koalisi PDIP

Costumer Oriented

Dari sini saya bisa mengambil kesimpulan kepuasan dan kepercayaan nasabah menjadi sesuatu yang sangat dijunjung tinggi BCA. Mereka sangat customer oriented. Andaikan pejabat dan pegawai negara ini punya orientasi yang sama, menjadikan warga sebagai prioritas utama, dan melakukannya seperti BCA, enggak kebayang bakal sekeren apa Indonesia.

Budaya melayani ini dibentuk BCA dalam waktu cukup lama dan butuh usaha dari semua lini yang dimulai dari atas. Direktur BCA, Armand Hartono, menceritakan untuk menanamkan budaya melayani ini memang harus dimulai dari atas. Mulai dari pemilik bank, komisaris, dan direktur.

Mereka tak segan-segan untuk membersihkan kamar mandi kantor demi membumikan budaya melayani dan customer oriented ini. Armand mengatakan kebiasaan ini masih berjalan sampai sekarang, meski tentunya tak setiap hari.

Mereka juga membuat sistem yang memastikan budaya melayani dan menjaga kepercayaan ini diterapkan setiap hari. Manajemen BCA menempatkan banyak kamera CCTV yang bisa memantau kinerja para karyawannya. Jika ada yang melakukan kesalahan atau melakukan sesuatu yang tak sesuai budaya perusahaan, pimpinan bisa langsung melihatnya dan menegur. Pengawasan berjalan beriringan dengan keteladanan. Hasilnya, BCA menjadi bank swasta terbesar di Indonesia.

Baca Juga: Pelajaran tentang Mencegah KDRT dari Kasus Lesti Kejora

Bisakah budaya BCA diterapkan di dalam sebuah negara? Saya tak bisa menjawabnya.

Membandingkan negara dengan BCA tentu saja tidak apple to apple. Tapi ada benang merah yang bisa kita jadikan perenungan. Keteguhan BCA dalam menjaga orientasi dan budaya perusahaan menjadi modal utama mereka untuk maju menjadi sebesar sekarang.

Seandainya para pemimpin negara ini memiliki keteguhan yang sama dalam memegang teguh prinsip bernegara, menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan partai politik, rasanya Indonesia bisa maju.

Bisakah para pejabat negara atau para tokoh parpol yang mau nyapres melakukan hal itu? Kalau tidak bisa, serahkan saja pada BCA.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 27 Oktober 2022. Penulis adalah jurnalis Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya