SOLOPOS.COM - Pekerja UMKM karak super Werkudoro, menjemur nasi yang telah dicetak untuk dijadikan karak, di Ngadirejo, Kartasura, Sukoharjo, Minggu (3/4/2022). (Solopos-Magdalena Naviriana Putri)

Solopos.com, SUKOHARJO – Perajin karak di Ngadirejo, Kartasura, Sukoharjo, mengeluhkan penjualan berkurang hingga 35% akibat terkena imbas pandemi Covid-19 dan kenaikan harga minyak goreng (migor). Selain itu, faktor cuaca juga memengaruhi produktivitas kerupuk nasi itu.

Perajin Karak Super Werkudoro Kartasura, Mrahanto, 59 mengatakan kapasitas produksi yang biasanya mencapai 10-15 kg beras, kini hanya mencapai lima kilogram. “Walaupun tidak berjualan karak matang, tapi tetap kena imbas. Soalnya kan pembeli juga berpikir ulang kalau mau beli, nanti harus goreng dulu. Belum lagi karena pandemi biasanya sebelum Lebaran sudah produksi hampir dua kali lipat, bahkan bisa nambah pekerja untuk produksi stok Lebaran,” katanya saat dijumpai Solopos.com di rumahnya di Ngadirejo, Minggu (3/4/2022).

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Mrahanto yang juga Ketua RT di wilayahnya mengatakan penjualannya berkurang karena biasanya produknya dipasarkan sebagai buah tangan atau oleh-oleh. Karena selama dua tahun terakhir mudik saat Lebaran dilarang pemerintah, karak bikinannya jadi tak tersentuh pembeli dari kalangan pemudik.

Baca juga: Mau Buka Puasa Bersama? Ini 6 Tempat Nongkrong yang Murah di Sukoharjo

Ekspedisi Mudik 2024

Tak hanya terimbas pandemi dan kenaikan harga minyak goreng, lanjut dia, kondisi cuaca juga sangat memengaruhi kualitas hingga kuantitas karak itu sendiri. Jika hujan setiap hari, otomatis dia tak mampu memproduksi karak. Apabila nekat memproduksi paling hanya akan dijual murah karena kualitas produksi tidak sesuai standar yang dia pasarkan.

“Kalau pagi bikin adonan, siangnya mendung nah itu bisa jadi rusak, nasinya berjamur. Seperti nasi pada umumnya, jadi harus benar-benar kering. Apalagi kalau hujan berhari-hari lha itu tidak bisa produksi sama sekali daripada jadi rusak,” jelasnya.

Tak Menggunakan Boraks

Saat ini dia memilih melakukan penjualan berdasarkan pesanan, untuk meminimalisasi risiko karak tidak terjual dan rusak. Mrahanto menjelaskan karak bikinannya tak menggunakan boraks sebagai bahan pengawet. Dia hanya menggunakan panas matahari sebagai pengawet. Minimnya kadar air membuat karak semakin tahan lama.

Baca juga: Bocah 2 Tahun di Baki Sukoharjo Derita Kelainan Jantung, Butuh Bantuan!

Dia mengatakan karak yang diproduksinya kini telah mendapat Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tanggah (SPP-IRT) dari dinas kesehatan karena proses produksinya itu. Menurutnya, karak tersebut tak dipasarkannya di pasar tradisional maupun pasar modern. Dia memilih berjualan di rumah serta menyasar pembeli dari mulut ke mulut.

Dia mengaku pembelinya justru berasal dari luar pulau seperti Palembang, Lombok, Jambi hingga Padang. Dia juga sering mengirim karak untuk konsumen di Soloraya, Jogja, Malang Jakarta dan Bogor. “Biasanya [daerah] yang banyak orang Solonya [Soloraya], karak kan sudah identik di sekitar Soloraya di wilayah lain juga jarang ada yang produksi terutama di luar Jawa. Biasanya untuk tamba [obat] kangen,” terangnya.

Mrahanto mengaku pilihannya tidak berjualan di pasar dikarenakan kebutuhan modal banyak. Jika menitipkan produk di kios oleh-oleh maupun pasar, ungkap dia, harus memiliki modal banyak serta risiko barang tidak terjual juga tinggi.

Baca juga: Data Diperbarui, 3.200 KPM di Sukoharjo Tak Layak Terima Bansos

Istri Mrahanto sekaligus pembuat karak, Ida Sofyani, 49, mengatakan pernah mencoba menitipkan karaknya ke kios-kios di pasar terdekat, hanya saja menurutnya hal itu tidak berjalan sesuai perkiraannya.

“Pernah juga dititipkan di pasar, tapi banyak yang tidak jalan. Harganya kalah sama yang produksi biasa itu. Kalau produksi di sini kan dari awal nasinya bukan nasi basi sampai ke pengawetan juga berbeda jadi ongkos produksinya lebih mahal otomatis harga jualnya juga lebih tinggi,” terangnya.

Dia menjual karak mentah dengan harga Rp8.000-Rp10.000/250 gram tergantung rasa. Ada rasa ikan dan udang, rasa bawang, terasi, hingga karak berwarna hijau dari sari daun kelor.

Berdasarkan pengalamannya, banyak pelanggan yang terkadang masih mencari produknya di pasar namun tidak menemukannya. Karena hal itu, dia mengatakan rumah produksinya sudah didaftarkan dalam Google Maps untuk mempermudah pelanggan melakukan pembelian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya