SOLOPOS.COM - Pemandangan di kawasan Bumiayu, Brebes, Jawa Tengah. (dpu.brebeskab.go.id)

Solopos.com, BREBES — Jembatan Brug Bodol di Kecamatan Bumiayu, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, sering kali menjadi lokasi kecelakaan maut yang tragis. Sejumlah orang meyakini hal ini berkaitan dengan kisah misteri yang melatarbelakangi pembuatan jembatan ini.

Dihimpun dari berbagai sumber, hampir setiap korban kecelakaan bagian organ dalamnya selalu tercecer di jalan yang dalam Bahasa Brebes disebut podol. Seolah-olah, tubuh mereka seperti habis dikuliti.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Baca juga: Misteri Jembatan Brug Bodol Bumiayu: Tumbal Pengantin Dikuliti

Hampir setiap bulan di tempat tersebut selalu terjadi kecelakaan, mulai dari pengemudi mobil hingga sepeda motor. Sampai sekarang, kecelakaan nahas semacam itu masih terjadi. Kengerian peristiwa dengan kondisi korban yang podol tersebut membuat warga setempat menamai jembatan di Bumiayu tersebut dengan sebutan Brug Podol.

Brug merupakan istilah dalam bahasa Belanda yang berarti jembatan, sedangkan podol, seperti yang disebutkan sebelumnya adalah istilah dalam bahasa Brebes untuk organ dalam manusia yang tercecer keluar. Jadi secara keseluruhan, Brug Podol berarti jembatan organ manusia. Seiring berjalannya waktu, penamaan Brug Podol berubah menjadi Brug Bodol dengan alasan kepraktisan pengucapan.

Baca juga: Situs Watu Jaran Brebes, Tempat Pesugihan di Bumiayu?

Asal Usul Jembatan

Di balik namanya yang unik, ternyata ada sejarah dan kisah misteri dari masa kolonial yang melatarbelakangi penamaan jembatan Brug Bodol di Bumiayu tersebut. Dilansir dari sebuah literasi dari laman kemendikbud.go.id, Sabtu (12/3/2022), penamaan jembatan ini berawal dari kisah pernikahan campur antara orang kulit putih/Belanda dan warga pribumi yang ditentang oleh pemerintahan Hindia Belanda.

Kisah yang dituturkan dari mulut ke mulut melalui generasi sesudahnya ini menceritakan bagaimana pasangan orang kulit putih dan pribumi mendapat hukuman mengenaskan atas pelanggaran yang mereka lakukan. Sebagai informasi, pernikahan antara orang kulit putih dengan warga pribumi saat itu dilarang keras oleh pemerintah Hindia Belanda.

Baca juga: Candi Kramat, Kediaman Nyai Rantansari Penunggu Desa di Bumiayu

Tumbal Pengantin

Konon, pasangan yang menikah beda ras tersebut dikuliti dan dijadikan tumbal pembuatan jembatan megah karya zaman penjajahan Belanda di Indonesia. Kisah ini berdasarkan adanya penemuan sebuah ruang mirip penjara dengan takhta sepasang pengantin di bawah jembatan tersebut. Sayangnya, sejarah mengenaskan ini tidak terdokumentasikan sehingga kisah ini hanya berlatar belakang pada cerita dari mulut ke mulut saja.

Sejak kejadian pernikahan orang kulit putih dengan warga pribumi tersebut, pemerintah Hindia Belanda melakukan segala cara untuk menghalangi pernikahan campur dan menetapkan hukuman berat jika ada yang melanggar.

Walaupun demikian, masih ada beberapa pria kulit putih/Belanda yang menjalin kasih bersama wanita pribumi melalui jalur pergundikan atau menjadikan wanita pribumi sebagai budak nafsu dan kemudian menjadikannya sebagai istri simpanan.

Baca juga: Misteri Nyai Rantansari Asal Solo, Penunggu Desa Kramat di Bumiayu

Singkat cerita, konon pengantin yang dikuliti tersebut ingin membalas dendam dengan menghantui pengguna jalan yang melintas di atas jembatan hingga menyebabkan kecelakan lalu lintas.

Jika dikaitkan dengan dunia gaib, kemungkinan kutukan sejak zaman kolonial terkait pernikahan campur tersebut masih berlaku sehingga oleh masyarakat setempat. Bagi pengendara yang melintasi jembatan tersebut diminta untuk permisi dulu dengan membunyikan klakson kendaraan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya