SOLOPOS.COM - Ilustrasi perceraian (JIBI/Solopos/Dok.)

Solopos.com, BOYOLALI–Angka perceraian yang tercatat di Pengadilan Agama Boyolali mulai dari 2019 hingga 2021 mengalami fluktuasi atau naik dan turun.

Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Boyolali, Arief Rokhman, menyebutkan pada 2019 terdapat 527 kasus cerai talak dan 1.468 cerai gugat. Berarti, ada 1995 kasus perceraian di Boyolali pada 2019.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

“Cerai talak adalah cerai yang menggugat oleh suami, sedangkan cerai gugat yang menggugat istri,” terangnya saat berbincang dengan Solopos.com, Jumat (16/9/2022).

Kemudian, ia menyebutkan pada 2020 angka cerai talak di Boyolali ada 516 dan cerai gugat 1.316. Arief menyebutkan terjadi penurunan pada 2022 menjadi 1.832 kasus.

Namun, pada 2021 terjadi kenaikan tipis dari 1.832 kasus menjadi 1.870 kasus.

Baca Juga: Waduh, Angka Perceraian di Sragen Tertinggi di Soloraya

Arief mengatakan cerai talak terdapat 503 kasus dan cerai gugat 1.367 kasus. Kemudian, pada 2022 hingga Agustus terdapat 1.249 kasus.

“Untuk sampai Agustus 2022, cerai talak ada 338 kemudian cerai gugat 911,” ungkapnya.

Lebih lanjut, untuk penyebab perceraian di Boyolali, Arief menjawab faktor ekonomi yang menjadi penyebab paling sering.

Faktor ekonomi, jelasnya, seperti suami yang tidak menafkahi istri atau istri menafkahi akan tetapi masih kurang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Ada juga kekerasan dalam rumah tangga [KDRT]. Bisa terjadi kekerasan antara suami ke istri, atau sebaliknya. Kemudian ada pihak ketiga, lalu masalah moral dan akhlak misal suami sering minum-minuman keras berjudi. Lalu ada suami yang pergi tidak bertanggungjawab tidak menafkahi. Semuanya itu frekuensinya kecil, paling sering ekonomi,” jelasnya.

Baca Juga: 149 Anak Karanganyar Ajukan Dispensasi Nikah, Mayoritas karena Hamil Duluan

Untuk pembuktian terkait kasus KDRT, Arief mengatakan biasanya harus ada saksi yang melihat kekerasan itu terjadi.

“Jadi tidak bisa saksi itu bilang kalau dia hanya berdasarkan cerita suami atau istri. Untuk visum seperti itu bukti pendukung. Jadi harus ada saksi yang benar-benar melihat,” kata dia.

Saat disinggung mengenai jumlah detail masing-masing per kasus, Arief mengatakan pendataan masih belum dilakukan karena harus mendata kasus per kasus. Namun, ia menjamin penyebab terbanyak adalah faktor ekonomi.

Baca Juga: Siswi Hamil dan Melahirkan di Sekolah, Kerek Angka Pernikahan Anak

Lebih lanjut, Arief mengatakan Pengadilan Agama Boyolali tetap melakukan upaya untuk menurunkan angka perceraian dengan melakukan mediasi kedua belah pihak.

Arief mengungkapkan Pengadilan Agama Boyolali memiliki mediator yang bertugas untuk merukunkan sebelum  nanti disidangkan lebih lanjut.

“Ya dirukunkan dulu, diingatkan terkait anak dan lain-lain,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya