SOLOPOS.COM - Warga memancing ikan di Waduk Brambang, Desa Wonokerso, Kecamatan Kedawung, Sragen, Senin (25/5/2015). (Moh. Khodiq Duhri/JIBI/Solopos)

Musim kemarau di Sragen menyebabkan volume enam waduk di Sragen mengalami penyusutan.

Solopos.com, SRAGEN — Volume air di enam dari tujuh waduk di Kabupaten Sragen menyusut seiring datangnya musim kemarau. Satu waduk di antaranya bahkan sudah mengering.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Waduk Gembong di Desa Saradan, Karangmalang, volumenya sudah 0 meter kubik sejak 15 Mei 2015 lalu. Itu adalah waduk terkecil di Sragen. Daya tampung air di waduk ini hanya 22.875 meter kubik,” jelas Kepala Bidang Pengairan Pertambangan dan Energi Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Sragen, Subagiyono, saat ditemui Solopos.com di kantornya, Kamis (28/5/2015).

Ekspedisi Mudik 2024

Dari tujuh waduk di Sragen, hanya Waduk Kembangan di Desa Mojorejo, Kecamatan Karangmalang, yang airnya belum menyusut. Volume air di waduk ini sesuai kapasitas yakni 500.000 meter kubik.

Waduk Brambang di Desa Wonokerso, Kecamatan Kedawung, yang berdaya tampung 103.415 meter kubik tersisa 19.375 meter kubik air. “Saya memperkirakan air di Waduk Brambang hanya bisa bertahan dua pekan ke depan. Waduk dengan volume air paling tinggi adalah Waduk Ketro di Tanon yakni 2.287.400 meter kubik dari daya tampung total 2.611.000 meter kubik,” terang Subagiyono.

Secara keseluruhan, tujuh waduk di Sragen menyusut hingga 1.143.631 meter kubik. Tujuh waduk itu memiliki daya tampung total 4.532.045 meter kubik, namun volume air yang tersisa 3.388.414 meter kubik.

“Volume air waduk memang mengalami penyusutan, tetapi saya menjamin pasokan air untuk lahan pertanian irigasi seluas 28.000 hektare akan aman hingga akhir MT [musim tanam] II. Pada MT III [Juli-September], kemungkinan adalah puncak kemarau yang bisa membuat tujuh waduk itu mengering,” kata dia.

Subagiyono mengimbau petani tidak menanam padi saat MT III. Dia menyarankan petani berganti menanam palawija. Keringnya tujuh waduk itu selama musim kemarau merupakan keniscayaan yang biasa terjadi dari tahun ke tahun.

“Meski kami sudah mengimbau berhenti menanam padi, biasanya petani tetap mengeyel. Terutama petani yang biasa mengandalkan air dari saluran irigasi Colo,” papar dia.

Anggota staf Operasi Pemeliharaan (OP) Bidang Pengairan Pertambangan dan Energi DPU Sragen, Edy Widodo, mengatakan luas area pertanian di Sragen mencapai sekitar 39.000 hektare. Sekitar 28.000 hektare di antaranya mengandalkan pasokan air dari saluran irigasi. Sementara sekitar 11.000 hektare merupakan lahan pertanian tadah hujan.

“Sawah tadah hujan itu tersebar di sejumlah kecamatan seperti Mondokan, Sukodono, Jenar, Tangen, Gemolong, Kalijambe, Sambirejo, dan Sumberlawang. Selama tidak ada hujan, para petani wilayah-wilayah itu tidak bisa menanam padi,” ujar dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya