SOLOPOS.COM - Ilustrasi panen palawija berupa jagung di Pringapus, Kabupaten Semarang, Jateng. (JIBI/Solopos/Antara/Aditya Pradana Putra)

Solopos.com, SUKOHARJO  – Sebagian petani di Kabupaten Sukoharjo yang memiliki sawah tadah hujan memilih menanam palawija selama musim kemarau. Lahan pertanian yang ditanami palawija seperti jagung, kacang tanah, dan kedelai seluas 2.868 hektare.

Kepala Bidang (Kabid) Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian dan Perikanan (DPP) Sukoharjo, Hadi Pramono, mengatakan sebagian petani di Kabupaten Sukoharjo yang memiliki sawah tadah hujan menamam kacang tanah dan kedelai.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Sementara, petani lainnya menanam jagung selama musim kemarau.

“Sawah tadah hujan mengandalkan pasokan air hujan. Jadi sawah bisa diolah hanya saat memasuki musim penghujan. Saat musim kemarau, lahan pertanian sangat minim pasokan air. Karena itu, mereka beralih menanam palawija saat musim kemarau,” kata dia, saat berbincang dengan Solopos.com, Rabu (13/7/2022).

Tanaman palawija tak membutuhkan banyak air sehingga bisa tetap tumbuh baik. Para petani bisa memanen palawija setiap tiga bulan-empat bulan. Keuntungan dari hasil panen jagung dan kacang tanah cukup menggiurkan bila dikelola secara maksimal.

Baca juga: Terapkan IP 400, Petani Sukoharjo Minta Dam Colo Tak Ditutup Oktober

Hadi menyampaikan petani di Kabupaten Sukoharjo harus mengubah pola tanam dari menanam padi menjadi palawija saat musim kemarau terutama di sawah tadah hujan. Hal ini agar lahan pertanian tidak bera dan tetap menghasilkan selama musim kemarau.

“Kalau sawah yang terletak di saluran irigasi tidak masalah, tetap bisa menanam padi. Nah, kalau sawah tadah hujan sangat bergantung pada kondisi cuaca,” ujar dia.

Lebih jauh, Hadi menyampaikan sawah yang ditanami palawija saat musim kemarau seluas 2.868 hektare. Sebagian besar sawah terletak di wilayah Sukoharjo bagian selatan seperti Kecamatan Tawangsari dan Bulu.

Daerah itu tak dilewati saluran irigasi Colo yang menjadi sumber air utama lahan pertanian saat musim kemarau.

Sementara sawah yang dilewati saluran irigasi Colo Timur dan Colo Barat menerapkan konsep indeks pertanaman (IP) 400. Kunci keberhasilan penerapan konsep IP 400 adalah ketersediaan pasokan air ke areal persawahan.

Baca juga: Panen Padi di Weru Sukoharjo, Mentan Puji Konsep Pertanian IP 400

“Kami bakal memfasilitasi petani [petani di Kabupaten Sukoharjo] yang kesulitan mengairi sawahnya. Kelompok tani bisa meminjam mesin pompa air untuk menyedot air di sumber air untuk mengairi lahan pertanian,” papar dia.

Sementara itu, Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Sukoharjo, Sukirno, mengatakan para petani yang memiliki sawah tadah hujan bakal kembali menanam padi saat turun hujan.

Permasalahannya, para petani di Kabupaten Sukoharjo belum mengetahui musim kemarau berakhir. Biasanya, hujan turun pada pertengahan atau akhir Oktober. Namun, bisa jadi musim kemarau pada tahun ini lebih panjang.

Sukirno menyoroti penyaluran pupuk bersubsidi dalam penerapan konsep IP 400 di lahan pertanian. Kebutuhan pupuk bersubsidi dipastikan meningkat lantaran dipengaruhi empat kali masa tanam dalam setahun.

Karena itu, ketersediaan pupuk bersubsidi harus dijamin pemerintah selama 2022.

Baca juga: Jatah Pupuk Subsidi Dikurangi, Petani Sukoharjo Bisa Beralih ke Organik

“Sukoharjo menjadi daerah terbesar yang lahan pertaniannya menerapkan konsep IP 400 di Indonesia yakni 10.000 hektare. Pemerintah harus serius memperhatikan ketersediaan dan penyaluran pupuk bersubsidi di setiap kecamatan,” kata Sukirno.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya