SOLOPOS.COM - Ilustrasi kekerasan (JIBI/Harian Jogja/Dok.)

Solopos.com, SOLO – Siswa SMK Muhammadiyah 1 Solo, RYD yang terlibat dalam kasus murid silet guru, akhirnya dilaporkan ke polisi, Jumat (6/12/2013). Sejak kejadian, Kamis (5/12/2013), RYD, 18, belum pulang ke rumah. Lalu di manakah RYD?

Pihak keluarga RYD yakni, Soepardi, 67, saat ditemui di sekolah, Jumat, mengaku RYD tidak pulang sejak semalam.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“RYD dereng mantuk, bapak ibune kaget dengar kejadian ini. Kok gawe  masalah di sekolah,” ujar kakek RYD ini, Jumat.

Sementara itu, Kapolsek Serengan, Kompol Edy Sulistyanto, saat ditemui wartawan mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti laporan tersebut. Sebagai langkah awal pihaknya akan menganalisis laporan itu terlebih dahulu.

“Langkah-langkah pengusutan tentu akan kami laksanakan,” terang Edy mewakili Kapolresta Solo, AKBP Iriansyah.

Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Solo, Etty Retnowati, mengaku prihatin dengan aksi Penyerangan yang dilakukan siswa kepada gurunya. Menyikapi ini, ia menilai perlu ada shock therapy sebagai pembelajaran anak, namun tidak boleh merugikan masa depan siswa tersebut.

“Ya memang harus ada shock therapy. Sehingga tidak boleh kan seperti itu [aksi penyerangan]. Itu kejadian yang menjadi pembelajaran bagi semua. Tapi jangan sampai masa depan anak dirugikan,” ujarnya kepada wartawan di kantornya, Jumat (6/12).

Ia menjelaskan, perlakuan shock therapy ini harus mempertimbangkan posisi anak yang saat ini telah duduk di bangku kelas XII dan profil anak sejak kelas X. Etty berharap, siswa pelaku penyerangan tetap dapat mengikuti Ujian Nasional (UN) 2014 jenjang SMK. Mengingat tinggal beberapa bulan lagi telah memasuki masa UN.

“Sebisa mungkin bisa tetap ikut UN. Seberapapun masalahnya. Dilihat aja track record seperti apa,” tegasnya.

Guna mengklarifikasi masalah guru dan murid yang terjadi SMK Muhammadiyah 1 Solo, Kepala Disdikpora Solo mengirimkan Kepala Seksi (Kasi) Kurikulum Pendidikan Menengah (Dikmen), dan pengawas sekolah ke sekolah sebagai langkah melihat permasalahan secara objektif dari data-data yang ada.

“Dinas sudah ke sana untuk melihat secara objektif. Enggak bisa langsung menyalahkan sekolah seperti apa, tapi lihat keluarganya bagaimana. Jangan semua dibebankan sekolah, sing salah sekolahan. Selalu kan saya bicara, anak itu di sekolah berapa jam. Kan lebih banyak waktunya di rumah, lebih banyak di lingkungannya, jadi ini bahan kajian juga,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya