SOLOPOS.COM - Syarief Hasan (Antara)

Solopos.com, MEDAN — Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan mengkritik wacana revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, yang diwacanakan menempatkan perwira aktif di berbagai jabatan sipil.

Menempatkan perwira aktif di jabatan sipil dinilai langkah mundur bagi reformasi dan semangat profesionalisme TNI.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dia menjelaskan, salah satu agenda dan amanat besar reformasi adalah menempatkan TNI sebagai alat utama sistem pertahanan.

Membuka keran peran sosial politik TNI di institusi sipil sama saja dengan mengkhianati semangat reformasi.

Baca Juga: Ini 3 Jenderal dan 8 Pamen yang Huni Sel Khusus Kasus Brigadir J

“Bahkan ini akan membuat bias fungsi pertahanan yang diemban oleh militer, apalagi tantangan global dalam menghadapi perang teknologi, asimetri, dan siber semakin nyata,” kata Syarief Hasan dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (13/8/2022).

Dia mengkritik wacana revisi UU TNI yang membuka ruang penempatan pejabat militer aktif di berbagai institusi kementerian/lembaga maupun institusi sosial politik lainnya.

Baca Juga: Presiden Tegaskan Kebutuhan TNI Masuk Kementerian Belum Mendesak!

Menurut dia, wacana tersebut bertentangan dengan semangat reformasi TNI, bahkan kontraproduktif dan akan mengembalikan dwifungsi ABRI sehingga dikhawatirkan akan kembali mengulang kesalahan dan kegagalan fungsi pertahanan era Orde Baru.

“Peran dan fungsi TNI harus dipertajam/diperkuat. Kita semua menyadari kedaulatan nasional kita acapkali terancam, kekayaan laut kita dijarah, tumpang tindih klaim wilayah NKRI oleh negara lain, serta kondisi alutsista yang masih tertinggal,” ujarnya seperti dikutip Solopos.com dari Antara.

Baca Juga: Kenalkan Empat Lurah Baru yang Dilantik Wali Kota Solo

Menurut dia, hal yang terpenting adalah penguatan fungsi pertahanan dalam menjaga kedaulatan NKRI sehingga energi militer harus difokuskan sepenuhnya.

Jangan sampai, katanya, justru membuat bias menjadikan militer memerankan fungsi sosial politik.

Karena itu wacana revisi UU TNI tidak krusial dan tidak kontekstual.

Baca Juga: Perbaiki Asabri, Erick Pastikan Masa Depan Pensiunan TNI/Polri Terjaga

Isu strategis yang harus didorong, menurutnya, adalah pemenuhan kekuatan pokok minimum (MEF), kesejahteraan prajurit, penegakan kedaulatan wilayah NKRI terutama di wilayah terdepan dan terluar, serta peningkatan kapasitas TNI dalam menghadapi perang asimetris.

“Saya mendukung segala bentuk penguatan fungsi pertahanan dalam kerangka menegakkan kedaulatan NKRI tetapi bukan dengan cara mengembalikan peran militer dalam kehidupan sosial politik,” tuturnya.

Baca Juga: Seragam Baru ATR/BPN: Tongkat Komando dan Baret Agar Lebih Berwibawa

Syarief mengatakan, revisi UU TNI dengan maksud menempatkan perwira aktif di institusi kementerian/ lembaga sipil adalah langkah mundur yang harus ditolak.

Dia mengaku bersyukur Presiden Joko Widodo menolak usulan revisi UU TNI.

Selain itu dia menyadari di Kementerian Pertahanan terdapat banyak Perwira Tinggi yang memiliki kapasitas dan integritas tinggi namun memiliki ruang sempit sehingga tidak memiliki jabatan dan jenjang yang terbatas.

Baca Juga: Mahfud Md: Jangan Lindungi Tikus, Rumahnya yang Dibakar

“Masalah itu yang harus diselesaikan di intern TNI AD bukan dengan mewacanakan kebijakan mundur atau mencederai semangat reformasi yang digagas TNI AD sejak era reformasi antara lain oleh Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono,” ujarnya.

Syarief menilai apabila perwira TNI AD yang masih aktif tersebut ingin berkarier di jabatan sipil/politik, maka pilihannya adalah mundur terlebih dahulu sesuai yang diatur UU TNI, bukan dengan merevisi UU tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya