SOLOPOS.COM - Monumen Ketenangan Jiwa berdiri gagah di tepi Sungai Kanal Banjir Barat atau Pantai Baruna, Kota Semarang. (Solopos.com-Adhik Kurniawan)

Solopos.com, SEMARANG — Indonesia memiliki sejarah panjang dalam perjuangan meraih kemerdekaan. Oleh karenanya tak heran jika di Indonesia banyak monumen yang menandai kisah perjuangan itu, tak terkecuali di Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng).

Di Semarang ada sebuah monumen yang diberi nama Monumen Chinkon no Hi atau yang populer di sebut Monumen Ketenangan Jiwa. Monumen ini terletak di tepi Sungai Kanal Banjir Barat atau dekat Pantai Baruna.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Lokasi Monumen Ketenangan Jiwa ini berada di hamparan tanah yang ditumbuhi rumput dan pantai berbatu. Lokasinya yang jauh dari permukiman, membuat monumen di Semarang ini terkesan sunyi. Ditambah suara deru ombak yang mengiringi, monumen ini pun menambah kesan tenang.

Meski demikian, keberadaan monumen ini di tempat yang tenang rupanya berbanding terbalik dengan kisah keberadaannya. Monumen Ketenangan Jiwa di Semarang ini dibangun sebagai pengingat betapa  kejamnya efek yang ditimbulkan dari peperangan. Banyak korban yang timbul dari perang kemerdekaan Indonesia tak hanya dari masyakat pribumi tapi juga warga asing seperti Jepang.

“Monumen Ketenangan Jiwa diresmikan pada 14 Oktober 1998 oleh Wali Kota Semarang kala itu, Soetrisno Soeharto. Tapi, monumen ini diinisiasi oleh veteran Jepang, Aoki Masafumi, yang terlibat Pertempuran 5 Hari Semarang dan melihat peristiwa pembantaian tahanan Jepang di penjara Bulu,” ujar pengamat sejarah Kota Semarang, Rukardi, Senin (15/8/2022).

Baca juga: Monumen Ketenangan Jiwa, Sebuah Pengingat Pertempuran 5 Hari Semarang

Rukardi menyebut nama-nama korban yang meninggal itu ditulis dalam pahatan batu yang tertera di Monumen Ketenangan Jiwa di Semarang itu. Tercatat, ada 150 nama orang yang terdiri dari tentara dan masyarakat sipil yang terbunuh imbas dari pecahnya pertempuran dengan pemuda Semarang kala itu.

Menyerah

Lebih lanjut, dalam catatan sejarah, tertulis juga mereka yang meninggal ketika ditawan di Penjara Bulu sebenarnya ingin kembali ke Jepang. Bahkan, kala itu ditemukan juga tulisan yang ditulis dengan darah di dinding penjara bertuliskan “Hidup Kemerdekaan Indonesia”.

Diskripsi atau tulisan singkat itu, seakan menggambarkan bahwa Jepang tidak ingin terjadi pertempuran dengan Indonesia karena hanya menimbulkan kematian. Apalagi, kala itu Jepang memang sudah menyerah tanpa syarat kepada Sekutu menyusul peristiwa bom atom di Hirosima dan Nagasaki.

Baca juga: Kalah Tenar dari Tugu Muda, Monumen Peluru Semarang Jadi Saksi Perjuangan Tentara Pelajar

“Masyarakat sejatinya memang perlu mengetahui ini [Monumen Ketenagan Jiwa]. Penting juga untuk generasi muda, bahwa perang itu, apa pun deliknya memakan korban di atas segalanya. Menyengsarakan berbagai pihak, sehingga yang terpenting itu kemanusiaan ada di atas segalanya,” ujar Rukardi.

Rukardi juga menyampaikan setiap tahun pada bulan Oktober banyak keturunan warga Jepang yang datang ke lokasi monumen tersebut. Namun, seiring bertambahnya tahun mereka yang berkunjung semakin sedikit.

“Tempat itu [Monumen Ketenangan Jiwa] punya ikatan emosi dengan warga Jepang. Dibangun untuk mengenang korban pembantaian kala itu [Pertempuran 5 Hari di Semarang]. Dibangun menghadap ke laut yang diyakini menghadap langsung ke Tokyo, tempat Kaisar Jepang di istana sana. Merea ini [warga Jepang] sangat menghargai kaisarnya,” ujar Rukardi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya