SOLOPOS.COM - Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani (kedua dari kiri), Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi (kedua dari kanan), dan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo (kanan) menghadiri Sosialisasi Kebijakan Amnesti Pajak di Semarang, Jawa Tengah, Selasa (9/8/2016) malam. (JIBI/Solopos/Antara/R. Rekotomo)

MK menolak uji materi UU Tax Amnesty. Menteri Keuangan Sri Mulyani pun mengapresiasi putusan itu.

Solopos.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan uji materi Undang-Undang (UU) No. 11/2016 tentang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty). Sri Mulyani menganggap, putusan itu merupakan momentum yang tepat untuk melakukan reformasi perpajakan nasional.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pasalnya, hal ini terkait reformasi yang menyeluruh dalam institusi Direktorat Jenderal Pajak (DJP). “Pemerintah sangat mengapresiasi putusan tersebut, keputusan itu sudah cukup tepat untuk meneruskan reformasi perpajakan,” kata Sri Mulyani seusai mengikuti persidangan di Gedung MK, Rabu (14/12/2016).

Menurutnya, terkait reformasi perpajakan, Kementerian Keuangan sedang memformulasikan sejumlah skema untuk mereformasi sektor pajak. Salah satu yang sudah berjalan adalah penambahan basis data wajib pajak melalui tax amnesty. Penambahan basis data diharapkan bisa menjadi salah satu instrumen untuk meningkatkan penadapatan dari sektor perpajakan di masa mendatang.

Selain menambah basis data, reformasi pajak itu dilakukan untuk membenahi institusi DJP. Ada sejumlah pokok yang menjadi perhatian Sri Mulyani bagi reformasi perpajakan, misalnya membenahi proses bisnis, sumber daya manusia, hingga insentif. “Kami berharap dengan reformasi pajak dan putusan dari MK ini menjadikan momentum yang kuat untuk memperbaiki kinerja di DJP,” terangnya.

Kendati demikian, proses reformasi tersebut tidak berkutat pada pembenahan internal DJP. Perempuan yang dua kali menjabat sebagai menteri keuangan tersebut juga tengah berupaya untuk membenahi regulasi perpajakan nasional, misalnya UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. “Sedang yang dalam proses, kami sedang memformulasikan revisi UU Pajak Penghasilan dan UU Pajak Pertambahan Nilai,” imbuhnya.

Di luar hal itu, putusan tersebut diharapkan menjamin kepastian hukum bagi seluruh wajib pajak yang mengikuti program tax amnesty. Menurutnya, para wajib pajak yang sebelumnya ragu-ragu lantaran proses judicial review tersebut semakin yakin untuk mengikuti program yang rencananya bakal berakhir pada tahun depan.

Sementara itu, dari sisi kepatuhan pelaksanaan pembayaran pajak yang saat ini belum lengkap, para wajib pajak, bisa menggunakan undang-undang tersebut untuk patuh melakukan pembayaran pajak. “Dengan keputusan ini dan undang-undang TA merupakan satu paket untuk melakukan reformasi di sektor perpajakan,” jelasnya.

Sebelumnya, Majelis Hakim Konstitusi menolak empat permohonan uji materi UU Tax Amnesty. Majelis menganggap, undang-undang pengampunan pajak konstitusional atau tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Soal dalil dari pemohon yang mengatakan bahwa tax amnesty diskriminatif misalnya, hakim konstitusi menganggap dalil tersebut tidak dapat dibenarkan. Karena dalam pelaksanaannya, undang-undang tersebut tidak hanya berlaku pada lapisan masyarakat tetentu tetapi seluruh lapisan masyarakat.

“Melihat pertimbangan tersebut, maka majelis hakim konstitusi menganggap dalil pemohon tersebut tidak bisa diterima,” kata Majelis Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna.

Pertimbangan lainnya misalnya soal tuduhan bahwa melalui tax amnesty negara dianggap telah melakukan pembiaran terhadap pelaku kejahatan pajak juga dianggap tidak tepat. Menurut majelis hakim konstitusi, membebaskan perserta tax amnesty dari pidana bukanlah melemahkan penindakan hukum melainkan merupakan insentif dari negara kepada mereka untuk melaporkan harta mereka dan membayar uang tebusan.

Soal pasal 20 terkait kerahasian data dan informasi wajib pajak, hakim menyitir pendapat dari saksi ahli pemerintah mengatakan, kerahasiaan informasi tersebut hanya digunakan untuk tindak pidana perpajakan. Sedangkan jika ditemukan tindak pidana lainnya, data tersebut bisa digunakan misalnya untuk korupsi, pencucian uang, hingga terorisme.

Adapun, putusan tersebut disidangkan oleh sembilan hakim konstitusi, sembilan hakim tersebut diketuai Arief Hidayat. Pasal-pasal yang diajukan dalam uji materi tersebut diantaranya pasal 1 ayat 1 dan 7, pasal 3 ayat 1, pasal 4-6 dan pasal 19 ayat 1 dan ayat 2, pasal 21 ayat 2 dan pasal 22 san 22 UU Pengampunan Pajak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya