SOLOPOS.COM - Direktur Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK) Iwan Setiyoko membuka FGD implementasi wajib belajar 12 tahun Kota Solo di Hotel Sarila, Jayengan, Serengan, Solo, Rabu (23/11/2022). (Solopos/Suharsih)

Solopos.com, SOLO — Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Solo mendata masih ada 1.000-an anak yang putus sekolah dan 400-an orang lainnya bahkan tidak pernah mengenyam pendidikan formal di sekolah.

Hal itu menjadi salah satu kendala Solo dalam mencapai 100 persen program wajib belajar (wajar) 12 tahun. Fakta ini membuat miris mengingat Kota Solo merupakan wilayah perkotaan yang menjadi acuan daerah lain di sekitarnya.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Sekretaris Disdik Solo, Abdul Haris Alamsyah, mengakui berdasarkan data 2021, ada 1.519 anak yang putus sekolah. “Malah ada juga 400-an anak yang sama sekali tidak pernah sekolah,” kata Haris saat menjadi pemantik materi pada Forum Group Discussion (FGD) penelitian wajib belajar 12 tahun di Kota Solo di Hotel Sarila, Solo, Rabu (23/11/2022).

Namun, Haris menambahkan berdasarkan data terbaru tahun ini, jumlah anak yang putus sekolah di Kota Solo sudah berkurang jadi tinggal sekitar 1.000 orang. Ia mengatakan Disdik masih terus memperbarui data sesuai kondisi lapangan.

“Harapannya semoga tahun ini jumlah anak putus sekolah di Solo semakin berkurang,” kata Haris dalam FGD yang digelar Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK) dan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) itu.

Baca Juga: Wacana SMA Negeri di Pasar Kliwon, Disdik Jateng Kesulitan Cari Lahan

Berbagai faktor disebut menjadi penyebab masih banyaknya anak putus sekolah atau tidak pernah bersekolah di Solo. Di antaranya faktor kemiskinan, akses ke sekolah sulit, kurangnya motivasi orang tua menyekolahkan anak, dan kurangnya perhatian pemerintah.

Haris menambahkan berbagai upaya yang telah dilakukan Pemkot untuk mengatasi persoalan itu misalnya mendorong tiap kecamatan punya SMA negeri. Seperti diketahui, saat ini masih ada dua kecamatan di Kota Solo yang belum memiliki SMA negeri.

SMAN di Pasar Kliwon

Dua kecamatan itu yakni Pasar Kliwon dan Laweyan. Menurut Haris, Pasar Kliwon sudah dipastikan akan memiliki sekolah menengah atas negeri pada tahun depan dengan dibangunnya SMAN 9 Kota Solo. Sedangkan Laweyan akan mendapat giliran setelah Pasar Kliwon.

Baca Juga: Bahas SMAN Pasar Kliwon, Rudy Bareng Anggota DPRD Solo Temui Ganjar Pranowo

Solusi lainnya untuk masalah kemiskinan ada program Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Surakarta (BPMKS). Saat ini, dengan beralihnya kewenangan SMA/SMK ke pemerintah provinsi, BPMKS hanya diberikan kepada pelajar SD-SMP.

“Namun melihat tingginya angka putus sekolah, bisa saja nanti BPMKS juga diberikan lagi untuk siswa SMA,” jelasnya dalam FGD yang juga dihadiri Wakil Ketua DPRD Solo Sugeng Riyanto itu.

FGD itu juga diikuti perwakilan Masyarakat Peduli Pendidikan Surakarta (MPPS), Dewan Pendidikan Kota Solo (DPKS), perwakilan beberapa universitas (UNS, UMS, Unisri, Yayasan Kakak, Spekham, Kompip, YAPHI, dan PPRBM), BEM, dan perwakilan media massa.

Baca Juga: Dorong Pembangunan SMAN 9 Solo di Pasar Kliwon, Wakil Rakyat akan Temui Gibran

Lewat FGD tersebut, YSKK ingin menggali informasi dari berbagai stakeholder terkait kesiapan implementasi wajib belajar 12 tahun di Kota Solo. Selain di Solo, YSKK dan JPPI juga mengadakan penelitian wajib belajar 12 tahun di Jakarta, Bogor, dan Tangerang.

“Kami ingin menghimpun informasi tentang kesiapan Solo dalam implementasi wajib belajar 12 tahun. Karena seperti yang sempat viral kemarin, ternyata angka putus sekolah di Solo cukup tinggi,” jelas Direktur YSKK, Iwan Setiyoko, saat membuka FGD.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya