SOLOPOS.COM - Petani yang tergabung dalam Asosiasi Petani Organik Karanganyar Tenteram (Apokat) menaburkan pupuk organik. Foto dirilis Kamis (19/8/2021). (Istimewa-Apokat Karanganyar)

Solopos.com, KARANGANYAR — Jumlah petani di Karanganyar yang beralih ke metode pertanian organik dinilai masih minim. Asosiasi Petani Organik Karanganyar Tenteram (Apokat) menduga hal itu disebabkan sedikitnya kesadaran dari petani dan kurangnya dukungan dari pemerintah.

Ketua Apokat Karanganyar, Hasyim, mengatakan hingga saat ini area pertanian organik di Karanganyar baru seluas 270 hektare. Angka tersebut menurutnya kurang dari 1 persen dari total area pertanian padi di Karanganyar.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Mengacu data Karanganyar Dalam Angka 2021 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Karanganyar, total luas lahan pertanian padi di Karanganyar seluas 55.334 hektare.

Baca juga: Warga Desa Wonorejo Tagih Ganti Rugi Proyek Tol Soker Rp26,8 Miliar, Ini Jawaban Bupati Karanganyar

“Kalau dilihat memang masih minim sekali. Pendataan untuk petani organik di Karanganyar per Januari 2021 sudah menjadi satu dan total masih sebatas 270 hektare luasnya. Masih jauh dari yang konvensional,” terang dia kepada Solopos.com, Kamis (19/8/2021).

Hasyim menambahkan hingga saat anggota Apokat sebanyak hampir 500 petani. Alasan masih stagnannya jumlah petani organik menurutnya karena rendahnya kesadaran dan kemauan petani untuk beralih.

Transisi Butuh 2 Tahun

Proses transisi dan kebutuhan pupuk yang lebih banyak dinilai menjadi penyebab rendahnya minat petani.

“Kebanyakan kan petani sudah tua. Mereka tidak sabar karena transisi dari konvensional ke organik butuh waktu setidaknya 2 tahun untuk penyesuaian lahan. Selain itu, pupuk kalau pakai kimia 2.000 meter persegi hanya butuh 1 kuintal, kalau organik butuh pupuk kandang sampai 1 ton. Mereka enggan melakukannya,” imbuh dia.

Baca juga: 9.417 Pelaku UMKM di Karanganyar Diusulkan Dapat BPUM

Selain itu, Apokat juga menyoroti masih kurangnya dukungan pemerintah pusat terkait gerakan pertanian organik. Pasalnya, subsidi bantuan atau pelatihan masih berkutat di bidang pertanian konvensional.

“Memang sudah ada bantuan, tapi kalau dibandingkan yang konvensional memang masih minim untuk organik. Padahal, kalau pertanian organik, pupuk bisa produksi sendiri dan tidak usah tergantung dengan subsidi pupuk kimia. Tapi dukungan pemerintah memang masih kurang,” jelas dia.

Terkait rencana penambahan petani yang berpindah ke metode organik, Hasyim mengatakan kemungkinan akan ada sejumlah petani di Matesih yang ikut. Namun, dia belum bisa memastikan berapa banyak dan luasan sawah yang akan bertambah.

Baca juga: Kesadaran Warga Karanganyar Jalani Isoter Rendah, Ternyata Ini Penyebabnya

“Kami juga diminta untuk melaporkan ada penambahan atau pengurangan lahan pertanian organik ke Lesos. Tapi suratnya baru kami terima kemarin, jadi masih perlu koordinasi dulu dan baru kami data ulang,” beber dia.

Hasyim berharap kedepannya ada perhatian lebih dari pemerintah untuk program pertanian organik. Salah satunya memberikan pelatihan dan pendampingan melalui alokasi dana desa.

“Kalau bantuan alat dan pembibitan sebenarnya tidak terlalu diperlukan. Justru pendampingan dan pelatihan lebih penting. Kami harap ada perhatian lebih dari pemerintah untuk para petani organik,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya