Writing-contest
Kamis, 9 Desember 2021 - 23:20 WIB

Mimpi Kecil Ayna, Cerpen Pemenang FAM 2021 Kategori SMA

Zahra Rosaline Putria Cahyo  /  Damar Sri Prakoso  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Sinar mentari yang membuat mata menyipit menandakan pagi telah tiba. Begitu banyak orang bersiap untuk mencari sesuap nasi tanpa memedulikan rasa kantuk. Begitu pula siswa-siswi yang hendak berangkat ke sekolah, mereka memenuhi jalanan umum.

Terkecuali dengan gadis kecil yang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit dengan berbagai peralatan medis yang melekat pada tubuh mungilnya. Ia masih dalam pengaruh obat bius karena baru saja menyelesaikan operasi skoliosis pertamanya.

Advertisement

Bagi beberapa orang, kata skoliosis sudah tidak asing lagi untuk didengar. Yaitu kelainan pada tulang belakang yang ditandai dengan tulang belakang melengkung ke samping kanan ataupun samping kiri.

Ya, Ayna mengalami kelainan tersebut. Sejak duduk di bangku kelas V SD, ia sudah sering bolak-balik rumah sakit untuk mengontrol keadaan tulang belakangnya. Sebenarnya Ayna bisa saja tidak melakukan operasi ini. Tetapi bentuk tulang belakang Ayna yang mengharuskannya melakukan operasi agar tidak semakin parah.

Mungkin di mata orang lain, Ayna adalah gadis kecil yang sangat menyedihkan. Namun bagi Ayna, kelainan skoliosis tidaklah menghentikan semangatnya untuk tetap menjalani hidup dengan baik. Karena apa yang dialaminya membuat ia lebih mensyukuri apa itu arti kehidupan dan apa yang telah Tuhan berikan kepadanya.

Sekitar satu jam kemudian, Ayna perlahan-lahan mulai sadar kemudian memanggil Bunda. Ayna mencoba untuk membuka kedua mata sembari menyesuaikan cahaya kamar. Bunda Ayna yang berada tepat di samping ranjang lantas tersenyum lebar sambil mengusap lembut punggung tangan Ayna.

“Bun.. Bundaa..”

“Iya sayang. Bunda di sini nak.”

“Mm.. Bunda.. Ayna sakitt.” Lirihnya yang masih dalam keadaan setengah sadar. Kedua mata Ayna belum sepenuhnya terbuka tetapi ia sudah bisa merasakan rasa sakit dari punggungnya. Tentu saja karena obat bius itu lama-lama memudar.

Advertisement

Bunda yang sedari tadi masih mengusap-usap tangan Ayna sambil duduk, kini beranjak berdiri lalu menundukkan badannya agar bisa mengecup kecil dahi Ayna.

“Sstt Ayna bobo lagi ya? Biar sakitnya nggak kerasa. Bunda temenin Ayna di sini terus, Bunda nggak ke mana-mana sayang,” Bunda berkata dengan lembut.

Ayna menggenggam tangan Bunda kemudian melihat Bunda yang berada di dekatnya. Lagi-lagi ia melirih kesakitan.

“Bunda.. sakit bangett. Punggung Ayna sakit.”

Bunda mencoba menahan air mata yang hampir keluar, ia sangat tidak tega melihat anaknya terbaring lemah sembari merintih kesakitan. Jika saja bisa, ia ingin sekali menggantikan posisi Ayna agar ia saja yang merasakan sakit. Bunda mengelus dahi Ayna dengan ibu jari kemudian berusaha untuk menenangkan Ayna.

“Ayna istighfar yang banyak ya, nak. Biar sakitnya dihilangin sama Allah. Ayna yang tenang, berdoa terus biar nggak ngerasain sakit lagi.”

***

Advertisement

Sudah terhitung tiga hari Ayna tetap berada dalam posisi yang sama, terbaring di ranjang rumah sakit. Dan selama tiga hari pula Ayna mengalami susah tidur dikarenakan rasa sakit pada punggungnya. Sebenarnya tidak hanya punggung, perut Ayna juga sangat sakit karena ia memiliki asam lambung. Pola makannya belum teratur. Ayna masih mengonsumsi obat-obatan yang membuat perutnya terasa mual. Itulah yang membuat ia enggan untuk makan.

Sebisa mungkin Bunda terus membujuk Ayna untuk setidaknya mengonsumsi sedikit makanan agar badannya tidak lemas. Berbaring selama berhari-hari tentu sangatlah melelahkan. Bahkan buang air kecil pun ia masih menggunakan kateter. Ayna masih susah untuk sekadar menggerakkan badannya. Ia hanya hanya menyampingkan badan ke arah kanan ataupun kiri, itupun dilakukan dengan bantuan dari perawat dan Bunda.

Tapi hari ini Ayna sangatlah bersemangat. Siang nanti adalah jadwalnya untuk latihan bangun dari posisi tidur bersama terapis dari rumah sakit. Mungkin masih sekitar tiga jam lagi. Ayna menunggu sembari menonton kartun kesukaannya bersama Bunda.

“Bun..” Panggil Ayna dengan suara yang pelan sambil menggoyangkan lengan Bunda. Bunda yang hampir masuk ke alam mimpi tersebut langsung tersadar dan menanggapi Ayna dengan tersenyum.

“Iya nak, Ayna mau apa? Mau minum?”

Ayna menggelengkan kepalanya, “Tadi malam Ayna mimpi, kalau Ayna jadi atlet badminton yang hebaatt! Terus Bunda dan Ayah bangga sama Ayna hehe. Aku pengin itu jadi kenyataan, Ayna mau buat Bunda dan Ayah bangga.” Ayna bercerita dengan senyum semringahnya.

“Ayna tahu nggak, Ayna sekarang pun sudah buat Bunda dan Ayah bangga. Nggak perlu jadi atlet badminton kamu sudah jadi anak yang paling hebat, Bunda sayang Ayna. Yang terpenting sekarang kamu sembuh ya sayang, Ayna harus semangat, oke?”

Advertisement

“Ayna tetap ingin jadi atlet badminton, Bun! Ayna bakal terus semangat hehehe, aku sayang banget sama Bunda. Makasih ya Bunda sudah menemani aku.” Ayna mengambil tangan Bunda untuk digenggamnya kemudian dikecupnya.

***

Hari yang paling ditunggu-tunggu oleh Ayna adalah hari ini, karena Ayna sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Namun ia harus menunggu kunjungan dari dokter dulu untuk mengecek kondisinya. Sudah sekitar satu pekan ia tinggal di rumah sakit ini dan itu sangatlah membosankan.

Kegiatan Ayna selama ini hanyalah makan dan tidur. Sisanya ia hanya terdiam di ranjang rumah sakit sambil mengeluh merasakan sakit pada tulang belakangnya.

Bagi yang belum tahu, operasi skoliosis ini termasuk salah satu operasi besar, tentu sangat menyakitkan. Terdapat pen pada tulang belakangnya yang bertujuan untuk mempertahankan letak tulang belakang agar tetap pada posisi yang seharusnya sehingga proses pembentukan tulang saat penyembuhan berjalan dengan baik. Setelah operasi pun Ayna belum bisa bergerak dengan bebas, sesekali ia masih merasakan nyeri dan ngilu di punggungnya.

Akhirnya setelah beberapa menit Ayna menunggu, dokter pun dating untuk mengecek kondisi Ayna. Diikuti oleh dua perawat, mereka berdiri tepat di depan ranjang Ayna sembari membawa buku catatan dan bolpoin di tangannya. Ayna menyambut mereka dengan senyum lebar.

“Halo Ayna, gimana nih kabarnya? Masih sering nyeri ya?” Dokter bertanya kepada Ayna.

Advertisement

Ayna lantas menganggukkan kepalanya dan menjawab pertanyaan dari dokter, “Iya Dok, masih suka nyeri gitu deh. Kalau buat duduk terlalu lama juga masih sakit banget rasanya.” Keluh Ayna.

“Nggak apa apa kan Ayna baru saja operasi beberapa hari yang lalu, biasanya masa pemulihan setelah operasi skoliosis itu bisa dua bulan lebih. Jadi Ayna juga harus membatasi gerakan ya, tapi terapi yang kemarin diajarkan harus sering sering dilakukan. Jangan lupa ya Bu, Ayna diingatkan sambil dibantu juga untuk gerakan terapinya.” Dokter berbicara sambil menatap ke arah Bunda.

Bunda kemudian mengangguk cepat, “Iya baik Dok.”

“Oh iya, brace-nya juga jangan lupa terus dipakai ya, Ayna.”

“Iyaa siap dokter. Tapi nanti kalau sudah baikan punggungnya, aku boleh main badminton lagi kan?”

Dokter yang mendengar pertanyaan dari Ayna tersebut menaikkan kedua alisnya lalu menggelengkan kepala yang membuat dahi Ayna berkerut.

“Disarankan jangan, karena olahraga yang menggunakan satu tangan sebaiknya dihindari untuk penderita skoliosis. Coba Ayna cari olahraga ringan yang menggunakan kedua tangan agar seimbang. Jangan terlalu capai juga ya, Na,” ujar dokter dengan lembut.

Advertisement

Ayna hanya terdiam. Wajahnya terlihat murung dan ia tidak tahu harus menanggapi apa. Bunda yang sadar akan hal tersebut langsung tersenyum dan membalas ucapan dokter. “Ah iya baik terima kasih banyak dokter.”

Setelah perbincangan antara dokter dan Bunda selesai, dokter dan kedua perawat tersebut pun keluar dari kamar. Sedangkan Ayna masih saja terlihat murung. Ia hanya menundukkan kepalanya tanpa mengucapkan sepatah kata apa pun. Ia sangat bingung dan tidak tahu harus bagaimana.

“Ayna sayang, kamu kenapa nak?” Bunda mengelus puncak kepala Ayna.

Sontak Ayna mendongakkan kepalanya dan menatap kedua manik mata Bunda. “Bun.. Ayna harus gimana? Ayna nggak dibolehin lagi main badminton. Ayna sedih.”

“Bunda tahu kamu sedih karena enggak bisa main badminton lagi. Bunda tahu kamu ingin sekali jadi atlet badminton yang hebat. Tapi sayang, kamu juga harus mengerti keadaan kamu sendiri. Jangan sampai kamu merasa putus asa hanya karena ini. Masih banyak hal lain yang bisa Ayna lakukan. Ayna kan anak hebat, Ayna anak pintar kesayangannya Bunda. Bunda tahu Ayna bisa melakukan apa saja.”

Ayna meneteskan air matanya setelah mendengar kalimat panjang dari Bunda. Sejenak ia berpikir, ada benarnya juga apa yang sudah dikatakan oleh Bunda. Masih banyak yang bisa ia lakukan selain bermain badminton. Ia tidak boleh menyerah hanya karena hal seperti ini.

Ayna tersenyum tipis, digenggamnya balik tangan Bunda dengan erat lalu kepalanya mengangguk. “Iya Bunda. Terima kasih banyak. Ayna sayang banget sama Bunda.”

Advertisement

Bunda yang mendengar ucapan Ayna itupun tersenyum lega. Ia memajukan badannya sampai bisa mencium dahi Ayna. “Bunda juga sayang sama Ayna.”

***

Hampir genap satu bulan Ana menjalani masa pemulihannya di rumah. Dan selama itu pula Ayna belum masuk ke sekolah sama sekali karena gurunya pun menyarankan Ayna untuk masuk ketika keadaannya sudah pulih total. Namun, bukan berarti Ayna hanya diam dan merenung di kamarnya.

Saat pagi hari ia biasanya menyempatkan waktu untuk belajar setidaknya kurang lebih satu jam. Kemudian sisa waktunya ia gunakan untuk membaca buku, menonton film, tidur, dan melakukan gerakan terapi yang sudah diajarkan.

Sesekali Ana berpikir untuk menjadi penulis. la ingin menuliskan banyak cerita yang bisa menginspirasi orang lain. Ayna ingin menumpahkan kesedihan, amarah, dan rasa kecewanya dengan menulis. Pikirannya berkata kalau akan sangat bagus jika ia menulis kisahnya sendiri dan bisa dijadikan motivasi bagi orang lain yang memiliki kondisi sama.

Kata demi kata terangkai menjadi sebuah kalimat dan menjadi beberapa paragraf yang cukup panjang. Ayna senang ia bisa menulis seperti ini. la juga menginginkan tulisannya nanti bisa diterbitkan menjadi sebuah buku yangbisa dibeli oleh orang banyak.

“‘Sepertinya aku sudah menemukan hobi baru selain bermain badminton, hehe,” gumamnya.

Selama tiga puluh menit Ayna sudah mengetik di laptopnya. Lalu pintu kamarnya tiba-tiba terbuka yang membuat pandangannya teralihkan. Di sana ayah berdiri sambal membawa nampan berisikan camilan dan susu coklat kesukaan Ayna.

Dibelainya lembut kepala Ayna sambil berujar,”Ayna lagi ngetik apa? Ayo istirahat dulu, susunya diminum sambil makan camilan yang sudah Ayah bawa.”

yna langsung mematikan laptopnya dan mematuhi apa yang dikatakan ayah. la meminum susu coklat beberapa teguk, lalu memakan cemilan sembari berbincang-bincang dengan ayah. Ayna bercerita bahwa ia sedang menggarap sebuah cerita, dan jika ceritanya sudah selesai, Ayna ingin sekali menerbitkannya.

“Tentu Ayah sangat senang dan mendukung Ayna. Tetapi Ayna juga harus ingat bahwa ia tidak boleh terlalu lelah. Apalagi mengetik membutuhkan tenaga dari kedua tangan yang bisa memengaruhi sampai ke tulang belakangnya.

Maka dari itu Ayah mengingatkan Ayna untuk membatasi mengetik di laptop agar tidak terlalu lelah dan pegal.” Ayna dengan patuh mendengarkan ucapan dari Ayah yang membuat Ayah tersenyum.

***

Pagi yang cerah, kicauan burung membuat suasana pagi lebih ceria. Begitu pula dengan Ayna, ia sangat ceria dan senang karena hari ini kali pertamanya masuk sekolah seusai masa pemulihan. Ayna sekarang sedang kelas VII atau lebih tepatnya kelas I SMP. Sekolahnya pun tidak terlalu jauh dari rumah sehingga sekitar sepuluh menit mereka sudah sampai di sekolah.

Setelah memarkirkan mobilnya, Ayah kemudian membawakan tas Ayna dan mengantar sampai kelas. Karena Ayna tidak diperbolehkan membawa sesuatu yang berat pada punggungnya.

Saat sampai di kelas Ayna yang berada di lantai II, Ayna langsung disambut oleh teman-teman sekelasnya yang membuat senyuman Ayna merekah. Mereka menghampiri Ayna dan melontarkan beberapa kalimat.

“Aynaaa aku kangeen loh sama kamu!”

“Iyaa kamu apa kabar nih? Sudah sebulan lebih ya kamu enggak masuk sekolah.”

“Bagaimana keadaan punggungmu, Na?”

Ayna tersenyum lebar sampai deretan giginya terlihat, “Aku sudah baik-baik saja kok! Tentu aku juga kangen sama kalian hehehe,” ujarnya.

Ayah meletakkan tas Ayna di bangku kemudian mengelus kepala Ayna sembari berpesan, “Nanti bekalnya dimakan ya sayang. Ayah pulang dulu, hati-hati di sekolah. Kalau merasa pungung atau badannya sakit bilang kepada guru ya, nanti biar Ayah jemput, oke?”

“Okee siap pak bos! Terima kasih, Ayah,” Ayna menjawab dengan acungan jempolnya.

Tak terasa waktu menunjukkan pukul 10.00 WIB dan saat ini sedang pelajaran matematika. Pelajaran matematika hari ini disuruh mengerjakan sepuluh soal dari guru. Dan yang bisa mendapatkan nilai paling tinggi alias benar semua dalam semua soal, akan mendapatkan hadiah dari guru.

Tentu saja Ayna sangat bersemangat. Semalam ia sudah mempelajari semua pelajaran hari ini. Dan materi kali ini termasuk materi yang mudah bagi Ayna.

***

“Selamat untuk Ayna yang telah mendapatkan nilai 100, hadiahnya besok diambil di meja saya ya, Na,” tulis Bu Sarah.

Ayna mengerjapkan matanya beberapa kali setelah membaca isi chat dari grup kelasnya itu. Ia mendapatkan nilai tertinggi di kelasnya, nilai sempurna yaitu 100. Ayna sangat gembira mengetahui bahwa tidak sia-sia selama berada di rumah ia mempelajari materi sekolah. Pasti Ayah dan Bunda sangat bangga kepadanya.

Namun tiba-tiba, terdapat chat dari Tiffany yang membuat Ayna bingung.

“Kok kamu bisa dapet nilai 100? Padahal kamu udah enggak masuk selama sebulan lebih loh, Na.”

“Tadi latihan soalnya lumayan mudah kok, Fany. Semalam aku juga sudah belajar. Mungkin aku memang lagi lucky saja makanya nilaiku bisa dapat 100,” kata Ayna.

“Mm.. Aku jadi curiga sama kamu. Kamu mencontek ya???” sergah Tiffany.

“Apa-apaan Fany ini. Seenaknya saja mengatakan kalau aku mencontek.”

Ayna menghela napasnya. Ia hanya membaca chat dari Tiffany dan tidak berniat untuk merespons. Temannya itu memang selalu begitu. Sejak SD mereka sering satu kelas dan di SMP ini mereka bertemu lagi. Ayna dan Tiffany seperti bersaing untuk mendapatkan nilai paling baik. Dan jika Ayna yang dapat nilai 100, Tiffany selalu tidak senang dan iri.

Ia hapal dengan sifat Tiffany. Sehingga Ayna enggan untuk membalas pesan itu. Karena jika dilanjutkan, akan menguras emosi.

Ayna meletakkan handphone di kasur kemudian berjalan ke meja belajar. Ia duduk di kursinya lalu menghidupkan laptop. Daripada memikirkan Tiffany, lebih baik melanjutkan cerita.

***

Sudah dua bulan berlalu semenjak Ayna mengirimkan naskah ceritanya kepada salah satu penerbit. Dan baru saja, ia mendapatkan kabar bahwa ceritanya itu akan segera diterbitkan menjadi sebuah buku. Ayna sangat bahagia, begitu juga kedua orang tuanya.

Bahkan Ayna sempat menangis sebentar. Ia benar-benar tidak bisa berkata-kata lagi karena terlalu senang. Ia berharap penerbitan bukunya berjalan dengan lancar, dan jika sudah terbit akan banyak orang yang membeli buku itu.

Ah, Ayna sudah membayangkan hal itu terjadi. Ayna sudah membayangkan akan banyak orang yang membaca bukunya kemudian menjadi terinspirasi. Setelah ini ia akan banyak menulis cerita lagi. Ayna tidak ingin berhenti di sini saja walaupun sudah satu karya berhasil ia terbitkan. Ayna ingin puluhan karyanya dibaca oleh banyak orang dan dijadikan motivasi untuk kehidupan mereka semua.

Kita tahu bahwa tidak ada manusia yang terlahir sempurna. Mungkin sempat ada perasaan marah dan kecewa, seperti “Kenapa harus aku yang seperti ini? Kenapa bukan orang lain?”

Padahal di luar sana, ada orang lain yang lebih terpuruk keadaannya. Selama kita masih bisa bernapas, selama bagian tubuh kita masih bisa berfungsi, janganlah berhenti mengejar mimpi. Jangan jadikan kekuranganmu menjadi hambatan dan halangan untuk meraih cita-cita.

Bangkitlah untuk menjadi seseorang yang hebat dan sukses. Raihlah impianmu setinggi mungkin. Berusaha dan berdoa, maka Tuhan akan mengabulkan semua yang kamu minta.

*Pemenang Lomba Cerpen FAM 2021 kategori SMA.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif