SOLOPOS.COM - Suci Nur Afifah (Istimewa)

Mimbar mahasiswa, Selasa (29/3/2016), ditulis Suci Nor Afifah. Penulis adalah mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta dan pernah menjabat Presiden Mahasiswa Kabinet Persatuan Perjuangan.

Solopos.com, SOLO — Tersebutlah seorang cucu raja Jawa yang sangat cerdas, berani, dan berjiwa kesatria. Sorot matanya tajam, berbadan tegap, dan mempunyai harga diri yang tinggi. Ia masih berumur 29 tahun saat menggagas persyarikatan ekonomi guna membebaskan rakyat kecil dari cengkeraman lintah darat orang-orang Tiongkok dan Arab yang dilindungi para pensiunan Belanda.

Promosi Mimpi Prestasi Piala Asia, Lebih dari Gol Salto Widodo C Putra

Nama persyarikatan yang ia pilih ialah Mardi Kaskaya. Sang tokoh yang saya maksud adalah Raden Mas Suryopranoto. Kelak ia menjadi tokoh yang bergelar Raja Mogok. Ia adalah salah satu bangsawan Jawa yang bergerak dan menghimpun kaum buruh dan pengusaha untuk membangun semangat nasionalisme.

Ia adalah salah seorang pelopor perjuangan yang memanfaatkan perdagangan untuk kepentingan nasional.         Kisah singkat R.M. Suryopranoto yang ditulis Bambang Sukowati Dewantoro dalam buku R.M. Suryapranoto, Bangsawan, Pendekar Rakyat Jelata (1983) merupakan salah satu latar sejarah syaarikat ekonomi pribumi yang sering dilupakan orang.

Orang-orang lebih banyak mengingat Sarekat Dagang Islam di Solo dan Hadji Samanhoedi sebagai pelopor organisasi ekonomi pribumi daripada Mardi Kaskaya dan R.M. Suryopranoto. Jauh sebelum Sarekat Dagang Islam lahir, tepatnya pada 1900, R.M. Suryopranoto telah menggagas pehimpunan ekonomi pribumi.

Tugas dari syarikat ini tidak main-main. Tugasnya menghimpun kekuatan ekonomi rakyat Jawa agar mampu mandiri dan bebas dari lingkaran utang. Tugas mulia ini baru terhenti saat R.M. Suryopranoto “dipaksa” meninggalkan Jogja untuk melanjutkan studi di Sekolah Pertaninan Bogor.

Mardi Kaskaya seperti kehilangan spirit perjuangan dan mati layu. Mardi Kaskaya dipaksa gugur sebelum berkembang. Walau bagaimanapun, semangat dan spirit Mardi Kaskaya harus tetap kita ingat. Sebagai bangsa yang besar, kita tidak boleh alpa pada sejarah bangsa kita.

Kita harus menghargai sepak terjang para tokoh bangsa kita yang menjadi pelopor kebangkitan bangsa kita. Jika tidak, bangsa kita akan berubah jadi bangsa yang kerdil sebab kita telah kehilangan identitas kebangsaan kita.

Sikap dan sifat yang alpa pada sejarah bangsa sendiri itulah yang saya rasakan saat membaca tulisan Ichwanuddin Buchori dalam esai berjudul Pengusaha dan Kegiatan Sosial dan tulisan The Josua Christopher Christi yang berjudul Mentoring Mencipta Wirausaha Baru.

Ichwanuddin menekankan pentingnya aspek individualisme pengusaha yang di pertentangkan pada pentingnya aspek kolektivisme patron klien ala The Josua Christopher Christi. Untuk mempertentangkan hal tersebut, kita  harus ingat pada sejarah bangsa kita yang pernah sekian ratus tahun dijajah.

Mengapa demikian? Sebab penjajahan yang berlangsung ratusan tahun tersebut telah mengubah watak mental bangsa kita. Bangsa kita harus dibangkitkan kembali watak dan kekuatan mentalnya agar mampu bersaing dengan bangsa lain, seperti harapan The Josua Christopher Christi .

Bangsa kita memang bangsa yang gampang melupakan sejarah. Peristiwa-peristiwa besar, bangunan-bangunan bersejarah, dan organisasi-organisasi bersejarah tak terdokumentasikan dengan baik. Kita sampai detik ini juga tidak pernah tahu jumlah total syarikat ekonomi yang pernah ada dan berpengaruh pada bangsa kita.

Yang kita tahu hanya, dahulu, pernah ada kongsi ekonomi para pengusaha Belanda yang bernama Vereenigde Oostindische Compagnie atau disingkat VOC. Kita juga hanya tahu sedikit tentang Sarekat Dagang Islam dan Mardi Kaskaya. Sedangkan dokumen-dokumen asli dan kantor-kantor kedudukan syarikat ekonomi tersebut entah di mana. Mungkin telah lama hancur terbawa debu sejarah. Betapa ironisnya. [Baca selanjutnya: Menggali Sejarah]Menggali Sejarah

Hal tersebut tidak bisa dibiarkan terus. Bangsa kita harus mulai menggali kembali sejarah bangsanya sendiri. Proyek digitalisasi dokumen sejarah dan pelestarian cagar budaya adalah langkah awal yang tepat yang bisa dilakukan pemerintah. Untuk seterusnya, sejarawan dan pemerintah kita harus mengajarkan pada bangsa kita pentingnya sejarah bangsa ini.

Semangat apa pun yang bergejolak pada sanubari rakyat bangsa kita bisa dihubungkan dengan nilai-nilai patriotisme dan nasionalisme. Sama seperti gagasan kemajuan ekonomi yang selama ini selalu bersinggungan dengan patriotisme dan nasionalisme.

Gagasan marhaenisme ala Soekarno juga merupakan gagasan yang bersifat ekonomis, patriotis, dan nasionalis. Meminjam istilah Franz Magnis Suseno, marhaenisme merupakan entrepreneur kecil yang memiliki alat produksi sendiri, namun tetap saja miskin. Marhaenisme bukanlah proletar yang menjual tenaganya kepada tuan pemilik modal. Marhaenisme adalah pengusaha kecil yang perlu ditolong.

Ditolong lewat jalan apa dan oleh siapa? Soekarno dalam buku Pancasila sebagai Dasar Negara (1984) memberikan sedikit rumusan. Kaum marhaenis atau para pengusaha kecil bisa ditolong oleh pemerintah dan kaum pergerakan. Pertolongan tersebut berbentuk pembangunan mental dan paradigma berpikir baru yang lepas dari mentalitas inferior.

Selain itu, penambahan modal bagi kaum pengusaha kecil dan ajaran-ajaran untuk ikut dalam syarikat ekonomi akan banyak membantu sebab, sama seperti filosofi sapu lidi, semakin banyak sapu lidi yang terikat dalam satu ikatan, semakin kokoh dan kuatlah sapu lidi tersebut.

Gagasan pengembangan kewirausahaan atau kewiraswastaan pada diri mahasiswa serta rakyat Indonesia ada baiknya jika dibingkai dalam bingkai organisasi. Organisasi atau syarikat ekonomi saya rasa akan lebih efektif dan sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia daripada gagasan The Josua Christopher Christi tentang mentor usaha yang cenderung feodalistis.

Selain itu, gagasan Ichwanuddin tentang pengembangan individualisme pengusaha juga tidak tepat bagi bangsa ini mengingat bangsa ini masih terbelenggu oleh budaya feodal dan kapitalisme kroniisme. Yang paling baik, menurut saya, adalah membangun syarikat ekonomi yang bisa dijadikan tempat untuk mengembangkan diri dan belajar kreatif.

Bayangkan, jika pengusaha roti berserikat, pengusaha warung Internet berserikat, pengusaha pecel berserikat, pengusaha satai berserikat, akan ada banyak sekali tempat belajar dan bersaing secara sehat.

Sementara itu, akses-akses ekonomi dan politik dari pemerintah akan tersedia mengingat syarikat ekonomi tersebut berskala nasional dan bersifat membantu pemerintah. Betapa indah bayangan saya tentang syarikat ekonomi dan pergerakan kebangsaan. Jos tenan!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya