SOLOPOS.COM - Ichwanuddin Buchori (Istimewa)

Mimbar Mahasiswa Solopos, Selasa (19/5/2015), ditulis Ichwanuddin Buchori. Penulis adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Solopos.com, SOLO — Bahtiar Rizal Ainunnidhom di rubrik Mimbar Mahasiswa Solopos edisi selasa 12 Mei 2015 menyajikan esai bermuatan refleksi tentang penulis besar Indonesia Pramoedya Ananta Toer dengan judul Masih Adakah Tempat untuk Pram?

Promosi Semarang (Kaline) Banjir, Saat Alam Mulai Bosan Bersahabat

Jika kita membahas fenomena di Blora sebagai kota kelahiran Pram, kita hanya punya satu kesimpulan bahwa kita telah melupakan jasa maupun sosok orang besar tesebut. Saya yang lahir dan tumbuh di Sragen cukup mengenal Pram melalui karya-karyanya yang menakjubkan itu.

Saya kira bukan Pram dan karyanya yang terlupakan, tetapi semangat juang dan keberaniannya yang telah ”hilang”. Saya membayangkan sosok Pram berada di hadapan saya.

Ekspedisi Mudik 2024

Saya akan bertanya kepada dia: Bagaimana kabarmu, Pram? Di sini orang-orang membicarakanmu. Karyamu yang penuh perjuangan dalam menciptakan maupun dirimu sendiri sebagai pengarangnya.

Saya tak pernah menyangka bisa membaca novelmu yang membuat saya terbayang-bayang isinya. Saya sempat bertanya, bagaimana bisa kau membuat tulisan begitu bagusnya? Jika dibandingkan dengan pengarang sekarang aku tidak menemukan sosok penulis sepertimu.

Berangkat dari keadaan dan lingkungan yang mungkin membuat Pram terinspirasi untuk bergerak. Kehidupan yang keras serta dinginnya lantai penjara menjadi pelengkap ide karya-karya Pram. Perasaan tentang derita bangsa salah satu motif pilihan tema karya sastra Pram.

Pram tak mau bangsanya ditipu dan tak menginginkan kebohongan bertebaran untuk kepentingan kekuasaan semata. Cukup Pram yang menderita asal bangsanyatak diperdaya. Itu mungkin salah satu tekad Pram.

Jika Bahtiar Rizal menanyakan masihkah ada tempat untuk Pram? Saya dengan tegas menjawab: masih. Pram selalu memiliki tempat istimewa dalam relung hati setiap pembaca karya-karya dia. Saya sendiri merasa tak pantas untuk berbicara tentang Pram.

Saya belum tahu apa makna perjuangan dan penindasan. Sedangkan Pram telah melewati ancaman, dinginnya penjara, bahkan orang tuanya menganggap Pram tak punya daya. Jika saya di posisi Pram, mungkin saya memilih mengakhiri hidup.

Di ambang keputusasaan, Pram berhasil mengubah keadaan dengan kecerdikan dan tekad. Itu juga yang membuat saay merasa tak pantas membahas Pram dan karya-karyanya selama saya belum berbuat hal yang berarti untuk bangsa ini.

Rasa malu, menurut saya, tak cukup. Tindakan dan pembuktian yang ditunggu bangsa ini. Mahasiswa dan kaum terpelajar mandek dalam berjuang dan takut karena kepentingan perut masing-masing. Tak peduli bangsa sedang dikebiri dan ditindas bahkan sampai ”banjir” penderitaan.

Tindakan Pram yang sangat berani belum dapat diteladani generasi kini. Walaupun rasa malu menghantui, generasi kini tak tahu apa yang harus diperbuat. Menulis mungkin salah satu alternatif, tapi mungkinkah karya tulis generasi kini bisa seperti karya Pram?

Perasaan pesimistis sering datang mengusik pikiran saya. Kejujuran dan kepekaan hati menjadi modal utama Pram. Hal itu yang mungkin tak dimiliki generasi kini. Materi seakan menjadi hantu dalam realitas bangsa ini.

Bisakah generasi kini bergerak dan minimal berbuat untuk bangsa ini? Itu menjadi kegelisahan dan salah satu pertanyaan hidup saya saat ini. Bangsa ini telah lupa akan sejarah Pram. Sejarah seakan hanya menjadi sejarah, tanpa ada semangat juang di dalamnya. [Baca selanjutnya: Kesadaran dan Tekad]

 

Kesadaran dan Tekad
Pembungkaman dan penyempitan dalam berpikir marak terjadi di tengah bangsa ini. Soekarno pernah mengatakan bangsa yang besar adalah bangsa yang tak melupakan sejarahnya, tapi apa gunanya mempelajari sejarah tanpa tahu semangat juang? Apa yang salah dalam kehidupan bangsa ini? Bangsa yang diperjuangkan Pram menjadi rusak dan tak terkendali.

Guru menjadi penjual jasa, polisi menjadi diktator kebenaran, politikus menjadi tikus berdasi dan seolah semua lini bangsa telah hancur. Miris melihat keadaan bangsa ini yang berjalan dengan sempoyongan.

Keinginan mengubah ada, namun kesadaran generasi saat ini hanya mampu mencapai kesadaran naif. Sadar akan penindasan, sadar akan ketidakadilan, sadar akan kezaliman, tetapi tak berani untuk mengubahnya. Itulah keadaan yang membuat generasi kini terkungkung dalam berbangsa.

Semangat dan keberanianmu Pram seolah telah dilupakan bangsa ini. Dalam novel Bumi Manusia Pram menggambarkan sosok Nyai Ontosoroh sebagai seorang nyai pribumi yang pintar dan cerdas. Menurut saya, itu gambaran harapan Pram ihwal bangsa ini.

Bangsa yang dianggap kecil bisa menguasai dunia jika kita mau mengubahnya. Hal tersebut seakan berubah menjadi khayalan saja saat ini ketika diam menjadi alternatif yang dipilih.

Mungkinkah keadaan yang diharapkan Pram bisa tercapai saat ini? Bagaimanakah tindakan yang harus diperbuat generasi kini agar sesuai harapan Pram? Pada 2006 Pram meninggalkan kita, meninggalkan bangsa yang dia perjuangkan.

Perjuangan Pram sebenarnya tetap abadi di telinga generasi kini. Seperti perkataan Tan Malaka, ”Suaraku akan terdengar lebih keras dari dalam kubur”. Itu mungkin juga terjadi pada diri Pram saat imi.

Sekitar sembilan tahun Pram pergi ke alam keabadian. Pram pernah mengatakan keabadiaan tercapai karena tulisan. Perjuanagan Pram semakin hari semakin tampak di bumi kita ini.



Keengganan Pram terhadap realitas pembodohan di negeri ini sangat sulit diwarisi generasi kini. Keinginan Pram agar semua anak bangsa cerdas seakan sangat mustahil tercapai, mungkin butuh keajaiban untuk mewujudkannya.

Itulah persepsi saya saat ini, tetapi saya yakin suatu saat semua cita-cit Pram akan tercapai. Wiji Thukul pernah berkata, ”Kebenaran akan selalu hidup”.

Itu yang melatar belakangi keyakinan saya bahwa suatu saat citat-cita Pram akan tercapai, entah dengan keajaiban atau berkat perjuangan bangsa ini. Bangsa kita pernah disegani bangsa-bangsa lain.

Ini sebagai bukti kita bisa dan mampu memperjuangkan dan mengubah bangsa ini menuju kemerdekaan yang sesungguhnya. Walaupun saat ini fakta menujukkan sulit mewujudkan cita-cita Pram terhadap bangsa ini, tetapi tak ada yang tak mungkin di dunia ini.

Kesadaran, tekad, perjuangan, dan keberanian untuk mengubah status quo bangsa ini adalah modal utama kita dalam bergerak. Terima kasih Pram atas kepedulianmu terhadap bangsa ini. Perjuanganmu tetap abadi untuk kemajuan bangsa ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya