SOLOPOS.COM - Ach. Fitri (Istimewa)

Mimbar Mahasiswa, Selasa (15/9/2015), ditulis Ach. Fitri. Penulis adalah mahasiswa Jurusan Akidah Filsafat Institut Agama Islam Negeri (IAIN)  Surakarta.

Solopos.com, SOLO — Esai Mutimmatun Nadhifah yang berjudul Paradoks KKN Transformatif di Mimbar Mahasiswa (Solopos edisi 25 Agustus 2015) memang tidak membahas akar permasalahan kuliah kerja nyata transformatif (KKNT) seperti yang disimpulkan Alif Syuhada dalam esainya yang berjudul Paradoks Pendidikan di (Solopos edisi 1 September 2015).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Cara pandang Alif dalam menanggapi tulisan Mutimmatun lebih bersifat menuduh mahasiswa saat ini tidak mampu membaca permasalahan sederhana yang terjadi di sekitar mereka. Mahasiswa saat ini telanjur berpikir mendalam, tinggi, luas, menyeluruh, dan mencapai puncak gunung es.

Ini tanpa peduli dengan apa yang terjadi pada diri mahasiswa sendiri dan lingkungan sekitar mereka, seperti tentang pakaian, alat komunikasi, makanan, dan kendaraana. Gagasan Alif cenderung melihat pendidikan itu hanya urusan para ahli dan para tokoh pendidikan di universitas dan pemangku kepentingan pendidikan.

Hal ini semakin mengesankan pendidikan itu elitis dan tidak dapat menyentuh masyarakat kelas bawah. Saya ingat buku klasik nan sangat penting. Soenarso (1995) dalam pengantar buku Mahasiswa Masuk Desa karya Tarwatjo menjelaskan mahasiswa melakukan KKN ke sebuah desa adalah soal kejiwaan mahasiswa. Menurut Tarwatjo (1995), buku tersebut sebagai bekal hidup dalam masyarakat pedesaan.

Apabila kita banyak mempelajari kepustakaan maka penghayatan hidup di desa akan lebih baik dan lebih mudah melihat suatu kasus dan potensi-potensi dalam masyarakat melalui keterlibatan secara langsung. Ini terutama akan menjadi bekal mahasiswa untuk menapaki kehidupan selanjutnya.

Pertemuan dan kontak secara langsung antara mahasiswa dan penduduk desa adalah pertemuan dua dunia berlainan. Berlainan dalam alam pikiran, tata nilai, dan cita-cita. Meskipun demikian, ada harapan bahwa pertemuan itu tidak saling mengecewakan, tapi saling mendidik. Pendidikan menjadi urusan bersama.

Buku-buku tidak membuat mahasiswa apatis seperti yang dituduhkan Alif, tapi malah membuat mereka bisa hidup bermasyarakat. Bisa jadi atau mungkin pendidikan dan pengetahuan mereka (baca: warga desa) lebih tinggi atau lebih rendah daripada mahasiswa. Desa yang dihadapi mahasiswa era 1970-an berbeda dengan yang dihadapi mahasiswa era sekarang.

Menjalani KKN sebenarnya untuk lebih membuka diri. Menjalani KKN sebenarnta untuk belajar bersama rakyat, mengerti alam pikiran mereka, mendalami perasaan mereka, dan berusaha mengetahui dan meneliti kekuatan-kekuatan apa yang menggerakkan kehidupan di desa.

Ketika mahasiswa hidup di desa, banyak hal yang harus dipahami. Banyak hal yang harus dihayati mahasiswa yang hidup di perdesaan dalam kerangka KKN agar mahasiswa benar-benar mampu masuk ke dalam kehidupan desa yang sebenarnya dan sewajarnya.

Sebenarnya hal itu sesuai dengan gagasan yang tertulis dalam buku panduan KKNT yang digunakan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta yaitu metode Participatory Action Research (PAR) dan Participatory Rural Apresial (PRA). Mahasiswa diajak melakukan penelitian sosial, terutama sosial keagamaan. Metode ini memuat ajakan kepada mahasiswa agar memosisikan diri mereka dalam sebuah masyarakat baru sebagai orang yang membebaskan masyarakat dari berbagai bentuk hegemoni.

Bukan justru sebaliknya, dengan merencanakan berbagai agenda yang kadang luput dari apa yang dibituhkan masyarakat. Dengan sadar atau tidak, kegiatan itu tetap dilaksanakan oleh mahasiswa demi memenuhi permintaan kampus tentang sebuah perubahan desa lalu mengisikannya dalam lembar laporan yang akan diujikan. [Baca: Berperan Aktif]

 

Berperan Aktif
Mahasiswa seharusnya tidak hanya memandang apa yang terjadi dalam masyarakat sebagai potensi atau permasalahan. Mahasiswa dapat berperan aktif dalam segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Gagasan KKNT cukup baik, tapi mahasiswa belum bisa memahami bagaimana memosisikan diri sebagai partisipan.

Mahasiswa peserta KKNT sebagai penduduk baru tentu ingin belajar dan bersama-sama menyelesaikan berbagai masalah yang terjadi dalam kehidupan masyarakat di sekitarnya. Jangankan mewujudkan perubahan, untuk melihat dan hidup dengan masyarakat saja mahasiswa sudah tak sanggup, jarak identitas sulit dilepas.

Pakaian dan gerak tubuh mahasiswa masih memosisikan diri sebagai orang asing di desa lokasi KKNT. Secara emosional dan formal mereka sudah diserahterimakan oleh kampus ke aparat pemerintahan di kabupaten, kecamatan dan desa, dan khususnya kepada masyarakat desa.

Saya tidak tahu kenapa saat mahasiswa melaksanakan KKN di desa masih menggunakan jas almamater dan atribut kemahasiswaan lainnya. Apakah ini sebagai bentuk ketidaksanggupan berkomunikasi dengan masyarakat dan masih berharap dirinya dianggap sama dengan mahasiswa dalam imajinasi masyarakat pada umumnya?

Koendjono (1985) dalam buku Sosiologi Pedesaan Jilid 1 menjelaskan ketika mahasiswa menonjolkan diri waktu hidup di desa, itu membuktikan bahwa kehidupan di kampus kurang mendapat penghargaan baik di mata kawan-kawannya dan dosennya.

Akibatnya, saat di desa ia melampiaskan diri dengan sombong: pendidikan saya lebih tinggi dari kalian semua. Rasa minder di kampus ditutup dengan bergaya sebagai orang yang paling penting atau dibutuhkan di desa.

Terlepas dari permasalahan KKN tersebut, sudah selayaknya sebagai manusia mahasiswa tetap harus saling mendidik, terlibat secara langsung dalam kehidupan agar pendidikan yang diperoleh bisa dilanjutkan dan berkembang.

Pengembangan pendidikan yang demikian ini akan berimbas pada masyarakat Indonesia tidak selalu dipandang rendah dari sisi ilmu dan teknologi, tapi bisa seimbang antara moral dan pengetahuan, antara pendidikan di kehidupan kota dan desa.

Ada baiknya gagasan Mahasiswa Masuk Desa, seperti yang tercantum dalam buku Tarwatjo, kita ganti dengan yang lebih adaptif dan partisipatoris. Sebelum mahasiswa bergerak ke desa: gagasan desa masuk lebih dulu dalam diri mahasiswa!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya