SOLOPOS.COM - Naimatur Rofiqoh (Istimewa)

Mimbar mahasiswa kali ini, Selasa (3/5/2016), ditulis mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas MaretNaimatur Rofiqoh.

Solopos.com, SOLO — Kawasan Gladak, Solo, mencetak sepotong sejarah kemahasiswaan yang berarti. Lakonnya tidak hanya sebagai ruang ekonomi dan pariwisata penopang mahasiswa bermental wirausaha dan organisator acara.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Gladak juga ruang akademik dan politik penting bagi perjalanan kemahasiswaan. Sebagian kecil mahasiswa, kita anggap mereka mahasiswa aktivis literer, mengidentifikasi Gladak sebagai lanskap kecil dengan gapura bertulisan ”Taman Buku & Majalah Alun-Alun Keraton Surakarta”.

Di sisi kanan dan kiri pelang penunjuk itu tercetak tulisan ”PKM-M Sosiologi FISIP UNS 2012”. Di bawah kerimbunan pohon beringin, berderet kios-kios buku dan majalah lawas, terapit kios-kios stiker, sandang, dan warung makan.

Di sanalah sebagian kecil mahasiswa menjalani lakon kemahasiswaan sebagai aktivitas intelektual. Jari-jari tangan membelai buku-buku dengan kelembutan yang tak ingin mengoyak lembar-lembar lawas beraroma khas itu.

Mata awas menangkap narasi-narasi besar maupun pinggiran berfaedah. Tak ada langkah mengentak, apalagi tergesa. Dengan sabar tubuh bergerak dari satu kios ke kios lain, dari rimba satu ilmu pengetahuan ke rimba yang lain.

Tidak jarang terjadi perjumpaan intelektual dengan kawan sesama pemburu buku. Mahasiswa memamerkan hasil buruan masing-masing, bermurah hati memberi petunjuk keberadaan buku-buku penting. Obrolan dengan si penjaja buku tak pelak terjadi.

Mula-mula mengobrol buku, lama-lama berpaut nama, jurusan berkuliah, sampai pada dugaan-dugaan buku-buku yang mesti dicari bila mahasiswa bertandang ke sana. Kunjungan ke Gladak menjadi ritual penting dalam kehidupan bermahasiswa.

Terkadang adegan kekecewaan mesti terjadi saat dikabari buku incaran telah terbeli lebih dulu oleh pembeli lain yang naasnya adalah kawan sendiri. Kekecewaan lain mesti ditanggung jika uang tak ada dan buku mesti dimiliki.

Hati boleh merasa lega sebab buku-buku di Gladak tidak berlabel harga, bisa ditawar. Kemesraan dengan penjaja buku yang tak mungkin terjadi di toko-toko buku mutakhir membawa berkah lain: buku boleh dimiliki berbayar nanti.

Risiko berutang dilakoni agar buku-buku berharga pengukuh gelar mahasiswa tidak ditelikung pengincar buku lain. Di Gladak terjadi peristiwa persaingan sengit berbudaya literer.

Perjalanan kemahasiswaan menjadi berarti bersama Gladak. Tubuh-tubuh akademik dan gerakan-gerakan akademik terjadi di Gladak. Gladak menyimpan sejuta kenangan berbuku dan peruntungan intelektual.

Ingatan terpaut pada Soedjatmoko muda yang patah hati dan menghabiskan sebagian besar waktunya di Gladak bersama buku-buku (Nursam: 2002). Bersama Gladak, berapa lama waktu tiada yang tahu. [Baca selanjutnya: Ruang Pergerakan]Ruang Pergerakan

Kekhusyukan melingkupi begitu rupa saat berjumpa dengan buku-buku. Mahasiswa bergelut dengan ribuan referensi cum bahan skripsi sangar. Kita menyaksikan Gladak sebagai sebentuk ruang akademik yang jauh lebih semringah daripada di kampus.

Bagi sebagaian mahasiswa lain lagi, kita anggap mereka mahasiswa aktivis demonstrasi jalanan, Gladak tidak berwajah buku-buku. Mata pikiran mahasiswa aktivis demonstrasi jalanan bakal langsung mengidentifikasi sebagai ruang lapang di bawah tatapan jemawa patung Slamet Riyadi.

Itulah bundaran bersejarah tempat para mahasiswa melakukan demonstrasi. Gladak sebagai ruang pergerakan politik. Kita membayangkan ada doa-doa kepada Tuhan mengawali perjuangan.

Semacam semangat membara, adrenalin yang terpompa, dan perikemanusiaan yang adil dan beradab dirasakan mahasiswa saat berdemonstrasi di jalanan.

Perasaan senasib terpanggang matahari, berpegal kaki sebab lama berdiri, berpeluh, bersakit tenggorokan bersama berdalih pembelaan kepada rakyat Indonesia menguatkan rasa persatuan (akan manusia) Indonesia.

Mufakat telah disepakati. Keadilan berdalih bagi seluruh rakyat Indonesia yang dibela. Inilah Gladak: ruang politik mahasiswa! Gladak sebagai ruang politik dilegitimasi jas almamater, spanduk terbentang, tangan-tangan terkepal menantang, mata menatap nyalang, dan bibir berteriak lantang, kata-kata keluar melalui megafon.

Kita mengingat demonstrasi sejumlah mahasiswa aktivis demonstrasi jalanan yang cukup ramai saat menggugat penurunan harga bahan bakar minyal BBM tahun lalu (31 Maret 2015).

Kita juga menyimak pendokumentasian sejarah Gladak sebagai ruang politik mahasiswa di Harian Solopos, Joglosemar, solopos.com, lpmkentingan.com, okezone.com, sindonews.com, VOA Indonesia, beritasatu, timlo.net, dan setrusnya.

Secara geografis, kekuatan politik Gladak terutama pada posisinya yang berada di jalur transportasi utama, pusat ekonomi bisnis dan pariwisata Kota Solo. Bundaran Gladak juga berjarak cukup dekat dengan otoritas politik: Balai Kota Solo. Kita mengalami keramaian yang terjadi di sini sepanjang waktu, berapa banyak pasang mata yang bakal menaruh perhatian pada aktivitas mencolok yang terjadi di tempat ini?

Bundaran Gladak di Solo serupa bundaran Hotel Indonesia (HI) yang menjadi ruang basis demosntrasi mahasiswa di Jakarta. Gladak dikenang dalam album perjalanan hidup bermahasiswa. Gladak adalah ruang persemaian hidup menjadi mahasiswa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya