SOLOPOS.COM - Mutimmatun Nadhifah mutimmah_annadhifah@yahoo.com Mahasiswa Tafsir Hadis IAIN Surakarta, Bergiat di Pengajian Selasa Siang dan Bilik Literasi Solo

 

Mutimmatun Nadhifah mutimmah_annadhifah@yahoo.com Mahasiswa Tafsir Hadis IAIN Surakarta, Bergiat di Pengajian Selasa Siang dan Bilik Literasi Solo

Mutimmatun Nadhifah
mutimmah_annadhifah@yahoo.com
Mahasiswa Tafsir Hadis IAIN Surakarta, Bergiat di Pengajian Selasa Siang dan Bilik Literasi Solo

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Peran pesantren dalam upaya membentuk dan mendidik pemuda yang berkualitas, berintelektual, dan mempunyai dedikasi tinggi dalam kehidupan sosial-politik dan memajukan pendidikan di Indonesia tidak bisa dilupakan dalam sejarah Indonesia. Di dalam sejarah Indonesia, pendidikan yang diraih para pemudanya memberikan semacam sebuah pencerahan dan sumbangsih bagi Indonesia. Kita bisa melacak bagaimana perjalanan tokoh-tokoh pesantren yang terus berada di jalan intelektual dan memberikan sumbangsih bagi Indonesia.

Di Indonesia ada beberapa tokoh yang dilahirkan dari pesantren, mengenyam pendidikan di pesantren dan juga kembali ke pesantren namun juga tidak pernah lupa untuk terus berkontribusi untuk Indonesia berdigjaya. Pengalaman hidup di pesantren menjadi sebuah acuan dan pedoman dalam meniti, menjalani, dan melihat kehidupan masyarakat di luar pesantren yang terus mengalami gerak perubahan dan kemajuan.

Dalam majalah Prisma No. 12 Desember 1997, sejarawan Onghokham menjelaskan bahwa definisi “Kaum Muda” adalah pikiran-pikiran bukan pada umur. Kemudian dijelaskan lebih lanjut dan harus diingat bahwa umur belajar itu singkat dan harus dipergunakan seluruhnya. Suram sekali kelihataannya nasib bangsa di kemudian hari bila pemuda menjadi umpan peluru saja, dan sekedar bebas dari buta huruf.

Pernyataan ini seharusnya akan terus menjadi rujukan dan menjadi definisi sampai saat ini bahwa pemuda atau pemudi akan terus menggunakan akalnya sebagai sumber kreativitas mereka. Dalam makalah “Kreativitas, Perubahan dan Transformasi Budaya, Masa Sekarang dan Masa Yang Akan Datang”, Mochtar Lubis menulis suatu negara yang sedang berkembang, yang fokus utama dalam pembangunan negara itu sendiri adalah pada pembangunan ekonomi, sering hanya tanpa memperhatikan terhadap perkembangan atau kemajuan seni dan ilmu pengetahuan. Di sinilah sebenarnya peran dan fokus para pemuda-pemudi, termasuk yang dari pesantren.

Dalam perbincangan tentang kreativitas pemuda pesantren, kita bisa membuka cerita sosok pemuda Gus Dur di masa mudanya atau juga dari kalangan perempuan seperti Abidah El Khalieqy. Kita juga bisa menyebut nama Nurcholis Madjid, dan lainnya.

Pemuda Gus Dur dilahirkan dari pesantren Tebuireng yang terus melahirkan tulisan entah itu melalui esai yang diterbitkan di koran atau dengan buku-buku yang terus bertebaran. Buku-buku itu menjadi rujukan pada saat itu sampai sekarang juga untuk masa yang akan datang. Dari sekian tulisan Gus Dur muncul berbagai peringatan untuk menghargai akan pluralisme.

Ketika menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, Gus Dur terus mempunyai waktu dalam hal literasi. Kesibukan mengurus negara tidak akan dijadikan alasan untuk menjauh dari buku dan menulis. Dalam makalahnya yang berjudul Gambaran Pemuda Santri, Dawam Rahardjo (1974) menyebutkan kebebasan yang bisa mendorong kreativitas, juga merupakan kelebihan sistem pondok.

Ini erat hubungannya dengan konsep tradisional dari pondok yang mengajarkan ilmu dengan membaca buku serta sistim sorogan di mana para santri mengambil inisiatif untuk menyodorkan suatu kitab atau suatu fasal ilmu yang mereka pilih sendiri kepada kyai untuk diterangkan. Keistimewaan lain dari pesantren adalah sifatnya yang juga merupakan lembaga sosial, di samping lembaga pendidikan.

Kontribusi Keilmuan

Penjelasan tersebut tentu membuat kita patut melakukan refleksi tentang hakikat pemuda khususnya pemuda atau pemudi pesantren yang juga terus memberikan kontribusi keilmuan. Pesantren terus menyuguhkan berbagai keilmuan untuk membentuk santri menjadi sosok tafaqquh fi ad-din (paham agama). Pemahaman tentang agama tidak hanya membutuhkan satu literatur saja, ada banyak kitab yang harus dipelajari oleh santri. Kemampuan dalam membaca kitab dibutuhkan keilmuan yang lain.

Hubungan satu literatur terhadap literatur yang lain inilah yang mengantarkan santri pada tuntutan menjadi pembaca. Tuntutan itu juga berdampak pada kemampuan santri untuk memahami dunia sastra, kita bisa membuka kembali perjalanan Abidah El Khalieq, penulis cerita film Perempuan Berkalung Sorban. Kiprah perempuan pesantren yang dilahirkan di Jombang itu terbukti dengan perjalanan pendidikannya yang ditempuh di pendidikan Madrasah Ibtidaiyah sampai dia memilih perguruan tinggi yaitu di IAIN Sunan Kalijaga.

Semasa menjadi mahasiswa, keterlibatannya dalam dunia sastra terus memunculkan dugaan dalam pikiran pembaca bahwa Abidah perempuan yang tidak bisa dilepaskan dari tempat dia tumbuh. Pesantren telah membentuk diri dan jiwanya menjadi perempuan yang terus menjadikan karya sebagai acuan untuk menemukan kebermaknaan hidup.

Kisah Abidah tak jauh dari kisah Gus Dur. Di samping mempunyai tanggung jawab untuk menjadi manusia pesantren, pemuda-pemudi pesantren juga memberikan kontribusi keilmuan untuk Indonesia yang masih akan dilahirkan dari tangan mereka.

Petualangan Abidah El Khalieqy dari Jombang ke Jogja menunjukkan perempuan santri melawan perlakuan-perlakuan tidak adil terhadap perempuan, yang telah dibungkus budaya patriarki dalam bahasa agama dan jubah tradisi. Dengan latar dunia pesantren, Abidah mengekpresikan diri  melanglang buana ke kota pelajar, kebudayaan dan peradaban dengan lincah lewat kreativitas yang dimilikinya. Melewati hari dengan buku dan menulis sehingga pemenang sayembara novel 2003 DKJ ini telah melahirkan beberapa karya seperti Geni Jora (2009), Perempuan Berkalung Sorban (2000) dan segudang karya yang lainnya.

Demikian juga buku Islamku, Islam Anda, Islam Kita sudah menjadi karya Gus Dur yang memberikan kontribusi luar biasa untuk melihat pluralisme kehidupan sosial-agama di Indonesia saat ini. Tentunya setiap karya yang dilahirkan adalah bentuk kerja kata yang memang dijadikan kebutuhan sejak mereka menjadi pemuda.

Pemuda yang terus melihat ke masa depan yang penuh dengan tantangan dan hanya kreativitas dan keilmuanlah yang bisa dijadikan umpan untuk menghadapinya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya