SOLOPOS.COM - Seorang perempuan sedang duduk di depan rumah praktik yang melayani Khitan Wanita di Banyumanik Semarang. (Solopos.com-Adhik Kurniawan).

Solopos.com, SEMARANG — Berlokasi di tepi Jalan Setiabudi, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang, Jawa Tengah, terdapat rumah dengan papan nama bertuliskan Khitan Wanita secara syariat beserta nama sang dokter, yakni dr Hj Hermien RS. Rumah berkelir cokelat itu, saat disambangi pada Jumat (16/12/2022) dalam kondisi tertutup rapat.

Berulang kali bel dipencet, namun sang doker tak kunjung keluar. Setelah beberapa kali mengintip dari luar pagar, akhirnya sosok wanita berjilbab cokelat muncul. Pintu klinik pun dibuka, wanita tersebut mempersilahkan Solopos.com masuk ke dalam.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Iya, saya dr Hermien. Silakan masuk. Mari duduk,” kata Hermien Rimbiyastuti saat memperkenalkan nama lengkapnya, Jumat (16/12/2022).

Hermien mengaku sudah lima tahun belakangan membuka klinik khitan wanita di rumahnya, yakni mulai 2017 sampai sekarang. Kala itu, ia sebagai dokter umum tergerak untuk mempelajari teknik khitan wanita atau sunat perempuan setelah sekian lama belajar kajian-kajian hadis Al-Qur’an.

“Saya tergerak setelah ikut kajian Bu Emma Yusuf di Jakarta. Dari situ, saya coba dalami, saya belajar dari buku-buku medis resmi dan kajian-kajian hadis lainya. Terus itu [sunat perempuan] kan, hukumnya syar’i. Jadi saya tahu apa saja manfaatnya,” kata dia.

Baca Juga: Sukarelawan Bidik 70% Suara untuk Anies Baswedan di Jateng pada Pilpres 2024

Apabila berdasarkan kajian hadis yang Hermien pelajari selama ini, sunat bagi para perempuan hukumnya tidak wajib. Ia menyampaikan jika pasien perempuan yang datang ke kliniknya untuk melakukan sunat atas kesadaran masing-masing.

“Kalau orang awam pada enggak mau. Biasanya yang datang kemari itu ya orang yang paham kesehatan dan mengerti manfaat dari khitan. Jadi enggak ada kewajiban harus disunat, enggak ada. Karena dalam hadis disebutkan hukumnya sunah,” terangnya.

Lebih lanjut, Hermien pun tak mau sembarangan melayani permintaan para wanita yang berkeinginan disunat. Ia selalu berpatokan pada aturan medis yang resmi atau selalu menolak jika ada para orang tua yang datang membawa bayi perempuan untuk disunat.

“Pernah bapak-bapak datang bawa bayinya masih kecil mau disunat, saya enggak mau. Saya menolaknya karena secara medis bentuk klitorisnya belum sempurna. Saya selalu berpegangan pada dasar bahwa yang boleh disunat khusus perempuan usia minimal setahun dan maksimal usianya bisa puluhan tahun,” sambungnya.

Baca Juga: Tak Kuat Nanjak, Truk Pasir Terguling di Tol Semarang hingga Sebabkan Macet

Saat ditanya apakah benar klitoris yang dipotong pada saat melakukan sunat perempuan, Hermien menegaskan cara kerja sunat perempuan bukan seperti itu. Namun yang dilakukan hanya merobek penutup yang ada pada klitoris wanita.

“Ini yang perlu digarisbawahi, sunat pada wanita bukan dengan memotong klitorisnya. Itu engak benar. Salah kaprah. Secara medis, saya melakukan teknik dengan merobek penutup klitorisnya. Itu pun penutup klitoris yang disobek sangat kecil. Kira-kira setengah senti. Prosesnya juga cuma 10 menitan,” bebernya.

Hermien lantas menunjukkan daftar para pasien perempuan yang menjalani sunat. Saat melihat daftar pasien sunat perempuan tersebut, sudah ada sejak tahun 2018 sampai sekarang. Kebanyakan nama pasien dicantumkan beserta nama bapaknya lengkap dengan alamatnya.

Rata-rata usia perempuan yang disunat mulai setahun sampai 32 tahun dengan domisili dari berbagai daerah. Bukan hanya dari Semarang.

Baca Juga: Samsat Se-Jateng Tambah Jam Pelayanan Jelang Akhir Tahun, Yuk Bayar Pajak!

“Ada kok ibu-ibu yang datang ke tempat saya berkeinginan disunat setelah ikut kajian hadis. Terus juga ada cewek mau menikah datang kemari sambil diantar bapaknya. Jadinya macam-macam alasannya,” terangnya.

Setiap ada perempuan yang disunat, Hermin menggunakan peralatan medis lengkap yang selalu disterilkan. Ia pun menunjukkan sebuah gunting kecil yang masih tertutup segel rapat yang hanya dibuka untuk melayani praktik sunat.

“Rata-rata pasien saya gak ada keluhan setelah disunat. Karena memang enggak ada apa-apa. Terus juga enggak bakalan kerasa sakit, karena bukan klitorisnya yang dipotong,” bebernya.

Bahkan, menurut Hermien dengan melakukan sunat perempuan, secara medis bisa menambah kenikmatan dan gairah seksual. Pasalnya, penutup klitoris yang telah disobek sedikit justru bisa menambah kenikmatan dan gairah bagi si perempuan ketika berhubungan intim. Namun jika sejak bayi penutup klitoris tidak disobek, katanya malah bisa menimbulkan gangguan kesehatan.

Baca Juga: Dishub Kota Semarang Siapkan 300 Personel & 4 Posko saat Nataru

“Contohnya gatal-gatal karena ada kotoran yang nyelempit di sela-sela penutupnya. Makanya musti dibersihkan untuk menjaga kesehatan,” imbuhnya.

Pada faktanya, ia menjelaskan banyak tempat praktik sunat perempuan yang masih beroperasi di daerah. Di Kota Solo ia menemukan banyak klinik sunat perempuan.

“Di Solo itu banyak banget,” terangnya.

Sedangkan di kliniknya, Hermien menjelaskan tak melulu melayani sunat perempuan. Tapi saban hari ia rutin melayani pemeriksaan kesehatan secara umum sesuai tugasnya sebagai dokter.

Baca Juga: Sandiaga Klaim KUHP yang Baru Tak Pengaruhi Tingkat Kunjungan Wisatawan

“Gak tiap hari saya layani khitan. Kalau hariannya saya buka praktik umum saja. Kalau ada yang mau khitan biasanya telepon dulu, bikin janjian sama saya. Itu juga enggak bisa sembarangan. Musti ada konsultasinya,” ujarnya.

Untuk pemeriksaan kesehatan umum, ia memasang tarif bervariasi. Jika untuk sunat perempuan, tarifnya sama bagi setiap umur, yakni Rp150.000.

Oleh karena itu, Hermien menyarankan kepada muslim untuk mempelajari Al-Qur’an dan Hadis dengan benar dan cermat. Sebab, secara hukum Islam memang ada dasar hukum yang syar’i yang bisa dijalankan oleh setiap Muslim salah satunya seperti melakukan sunat.

Tanggapan IDI

Sementara itu, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Tengah, dr Djoko Handojo, menyampaikan praktik sunat perempuan tidak pernah tercatat secara medis. Bahkan, Dinas Kesehatan (Dinkes) tidak pernah mendata secara resmi.

“Pendataan tidak pernah dilakukan IDI kaitannya sama sunat perempuan karena kita tidak melihat urgensinya di mana. Malahan Dinkes juga gak pernah tuh mencatat datanya. Yang kita lakukan selama ini ya mendata jumlah khitan bagi laki-laki karena faktor medisnya memang ada terutama untuk membersihkan kotoran pada organ vital,” kata Djoko saat acara Konggres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) di Jepara beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Gerakan Nol Sampah Anorganik di Jogja Dimulai 2023, Melanggar Denda Rp500.000



Djoko pun mengeklaim jika di Indonesia, terutama kalangan mahasiswa yang berkuliah di Fakultas Kedokteran tak pernah diajarkan untuk melakukan sunat perempuan. Kendati demikian, dari sejumlah penelusuran yang dilakukan pengurus IDI di masing-masing daerah, ia memang tak menampik bahwa masih ada praktik sunat perempuan yang terjadi saat ini.

“Kalau selama ini beberapa orang yang bilang ke saya bahwa ada sunat perempuan. Ini kelihatannya jadi persoalan budaya. Kadang-kadang yang terjadi tidak seperti laki-laki yang dipotong, tapi hanya secara simbolis atau formalitas saja. Selama ini yang saya lihat ya,” tegasnya.

Djoko juga menilai jika sunat perempuan tidak dilakukan seperti orang disunat pada umumnya, melainkan sistemnya dilakukan secara simbolis. Ia sendiri sering mempertanyakan kenapa seorang anak perempuan yang baru lahir masih ada yang harus menjalani praktik sunat perempuan.

“Saya juga bertanya-tanya apa yang dimaksud dengan khitan perempuan, apanya yang dikhitan. Kalau itu dilakukan apa sih keuntungannya, nah kalau itu tidak dilakukan apa sih kerugiannya,” ungkapnya.

Baca Juga: Miris! Banyak Kecelakaan di Gunungkidul karena Jalan Gelap, LPJU Tak Ditambah

Lebih jauh lagi, Djoko mengingatkan kepada paramedis maupun pihak terkait agar tidak sembarangan melakukan tindakan yang menimbulkan luka pada organ vital anak perempuan. Sebab, kalau sampai menimbulkan luka maka bisa memicu sebaran kuman apalagi tidak dilakukan perawatan luka dengan baik.

“Perlu kehati-hatian yang ekstra karena kalau menimbulkan luka pasti bisa menyebarkan kuman, terutama kalau tidak ada perawatan luka yang baik,” tutupnya.







Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya