SOLOPOS.COM - Hadis Turmudi (Istimewa/Dokumen pribadi)

Solopos.com, SOLO -- Sepanjang sejarah bangsa Indonesia, cerita berkaitan dengan desa dan perdesaan yang tertanam di benak kita adalah tentang kekalahan, keterbelakangan, dan kemiskinan. Desa jamak identik dengan kebodohan dan keterpurukan.

Tidaklah aneh jika kata ndesa masih sering kali jadi bahan olok-olokan orang pada umumnya. Kata ndesa yang berarti ”berbudaya desa” atau ”bersifat desa” masih menjadi sarana mengejek bagi sebagian orang.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Saya masih ingat kawan saya di ibu kota negara sering kali mengatakan kepada saya ”dasar wong ndesa” yang seakan-akan menempatkan saya pada posisi paling belakang, bodoh, kampungan, udik, dan sebagainya.

Stigma yang disandang desa menjadikan desa-desa di Indonesia selama ini hanya sebagai objek para pemegang kekuasaan, terlebih pada masa Orde Baru. Desa-desa bagaikan ”sapi perah” bagi penguasa. Desa pada masa itu lebih banyak menjadi komoditas politik belaka.

Pembangunan desa hanya berdasar gaya para penguasa. Suara warga dan masyarakat desa nyaris tidak terdengar. Potensi lokal desa terabaikan. Pemerintah desa hanya sebagai corong pemerintah supradesa. Hak-hak desa banyak yang terabaikan dan tidak terurus.

Cerita-cerita seperti tersebut pada masa sekarang tampaknya hampir tidak terdengar lagi. Desa-desa saat ini menjadi primadona pemerintah dan sebagai ujung tombak pembangunan negara kita. Pemerintah dan penguasa tersadar bahwa negara kita terbentuk dari ribuan desa dan daerah pinggiran.

Kekayaan alam dan kearifan lokal yang melimpah ruah di Nusantara saat ini seakan-akan menjadi buah bibir dan sarana pembangunan bangsa. Tidak ada lagi cerita kaum primitif dan keterpurukan di desa-desa. Perhatian pemerintah begitu besarnya terhadap desa dan kawasan pinggiran.

Pascareformasi seiring dengan berubahnya regulasi di tingkat desa menjadikan desa semakin berdaya. Banyak desa yang memperlihatkan keberdayaan dengan berbagai cerita sukses. Desa tidak lagi identik dengan stigma, semua berbalik 180% daripada masa sebelumnya.

Pemberlakuan UU No. 6/2014 tentang Desa menjadikan desa lebih kukuh dan bertaji. Desa-desa sekarang tidak sepantasnya lagi dilihat sebelah mata. Banyak desa berkembang dan mandiri. Perhatian dan harapan pemerintah terhadap desa tidak sekadar omong belaka.

Hal ini terbukti dengan banyak kebijakan yang terkait dengan pembangunan desa. Banyak kebijakan yang dijalankan pemerintah, dari mulai pengucuran dana, pemberdayaan warga, optimalisasi pemerintah desa, serta kebijakan strategis lainnya.

Semua demi satu tujuan, yakni kesejahteraan bagi seluruh warga masyarakat desa. Desa tidak lagi menjadi objek semata, namun melalui prakarsa masyarakat desa menjadi subjek dan aktor dalam pembangunan nasional.

Peran semua pihak yang terlibat dengan perdesaan menjadi kunci keberhasilan pembangunan di desa-desa. Pemerintah, warga masyarakat, maupun pihak ketiga menjadi penentu keberhasilan pembangunan dan pemberdayaan desa.

Sistem Informasi

Masa depan desa menjadi tanggung jawab bersama seiring dengan terus berkembangnya zaman. Selaras dengan kemajuan zaman, tepat ketika UU Desa memasukkan klausul perihal sistem informasi desa (SID). Pasal 86 UU Desa mengisyaratkan pada masa depan desa-desa harus melek teknologi informasi.

Klausul tersebut penting mengingat SID merupakan salah satu bentuk akselerasi pembangunan desa dalam mewujudkan kemakmuran warga desa. Dengan SID diharapkan desa-desa mampu memanfaatkan teknologi informasi yang saat ini menjadi kebutuhan utama di semua bidang kehidupan.

Masa depan desa yang berbasis teknologi informasi menjadi tantangan tersendiri di tengah begitu besarnya harapan pemerintah terhadap kemajuan desa. Desa yang identik dengan keterbelakangan, tradisional, dan primitif memiliki tugas yang tidak ringan untuk mengimplementasikan teknologi informasi.

Teknologi informasi sangatlah penting untuk diterapkan di desa karena teknologi ini bersifat mempermudah, fleksibel, menciptakan sisistem yang efektif dan efisien. Teknologi Informasi memudahan pekerjaan administrasi di pemerintahan desa sehingga pelayanan publik lebih maksimal.

Dalam konteks peningkatan ekonomi warga desa, teknologi informasi menjadi sarana yang mumpuni, misalnya dalam pemasaran produk-produk unggulan desa. Dalam bidang lainnya di perdesaan, teknologi informasi menjadi tumpuan untuk menjadikan desa lebih berkembang dan hidup.

Begitu banyak manfaat dan keuntungan yang diperoleh dari penerapan teknologi informasi di desa-desa Nusantara. Perlu optimalisasi dalam pendayagunaannya. Teknologi informasi yang bersifat serba digital kini menjadi hal yang vital bagi seluruh masyarakat.

Dalam waktu tak lama lagi saya yakin digitalisasi perdesaan akan memunculkan suatu keuntungan yang lebih. Tidaklah mudah mewujudkan program digitalisasi peedesaan. Masih banyak kendala yang menghambat implementasi program ini.

Selain faktor infrastruktur yang belum merata antardaerah di Nusantara, hambatan yang paling signifikan adalah sumber daya manusia yang belum merata. Kesenjangan tersebut masih menjadi persoalan serius dan butuh kolaborasi banyak pihak untuk mendapatakan solusinya.

Di tengah masih banyaknya permasalahan dalam mewujudkan digitalisasi desa, kita tidak perlu pesimistis dan berkecil hati. Sudah banyak desa di Indonesia yang mampu menerapkan teknologi informasi saat ini.

Kita dapat melihat Internet memberdayakan Desa Melung di Kabupaten Banyumas, bahkan desa ini sekarang mejadi ”sekolah” bagi desa-desa lainnya. Sedangkan Desa Lamahu di Gorontalo dinobatkan sebagai desa digital pertama di Indonesia dengan Lamahu Comand Center yang berbasis teknologi informasi.

Kita juga bisa lihat Desa Kadundung di Labuan Amas, Kalimantan Selatan, dengan website desa yang dikelola dengan baik atau Desa Dangin Puri Kangin di Bali dengan aplikasi M-Desa yang luar biasa. Begitu pula dengan program literasi digital di Desa Labengki Kecil  di Sulawesi Tenggara yang menjadikan warga mudah mengakses bahan bacaan.



Masih banyak desa lainnya di Nusantara yang mampu mengoptimalkan teknologi informasi dalam berbagai sisi pembangunan desa. Masa depan desa yang berbasis digital perlu mendapat perhatian serius dari berbagai pihak yang terkait.

Ada beberapa strategi yang bisa dijalankan. Pertama, pembenahan sarana dan prasarana. Infrastruktur yang memadai akan mempermudah program digitalisasi desa. Kedua, pembenahan sumber daya manusia desa. Hal ini dapat dilakukan dengan pelatihan-pelatihan bagi seluruh perangkat desa maupun warga desa.

Ketiga dengan mengandeng pihak ketiga yang ahli dalam urusan teknologi informasi. Sinergi dengan pihak ketiga yang paham teknologi  infromasi sangatlah penting dilakukan karena akan memberikan dukungan penuh secara materi maupun nonmateri.

Keempat, meningkatkan partisipasi warga masyarakat desa dalam pemanfaatan teknologi informasi. Dengan berbagai langkah tersebut seharusnya masa depan desa yang berorientasi teknologi informasi adalah masa depan yang gemilang.

Banyaknya contoh desa yang mampu memanfaatkan teknologi informasi menyadarkan kita bahwa tidak ada yang tidak mungkin sepanjang kita terus berusaha dan berikhtiar menggapai kemajuan.

Harapan dan optimisme selalu tebersit dalam pikiran kita untuk meraih masa depan desa yang gemilang, penuh dengan cerita kemenangan. Desa yang mampu mencapai keberdayaan di tingkat nasional, bahkan internasional. Semua bisa terjadi jika sinergi banyak pemangku kepentingan desa selalu dijaga sehingga desa-desa di Nusantara berdaya semua.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya