SOLOPOS.COM - Ilustrasi pajak dari emisi karbon. (Freepik.com)

Solopos.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani membuat pajak karbon, Apa Itu? Sektor swasta yang terbebani pajak karbon itu menyebut pungutan atau sumbangan wajib yang harus dibayar warga negara itu langkah menekan emisi karbon sekaligus menimbuka peluang laba.

Bagi PT Brantas Abipraya (Persero) misanya, implementasi pajak karbon di dalam negeri dapat meningkatkan biaya operasional. Namun demikian, hal yang sama juga dapat menjadi berkah bagi perseroan.

Promosi Cuan saat Ramadan, BRI Bagikan Dividen Tunai Rp35,43 Triliun

Baca Juga: PLN Jamin Tak Ada Pemadaman Listrik Rumah Sakit & Faskes

Ekspedisi Mudik 2024

Sekretaris Perusahaan Brantas Abipraya Miftakhul Anas mengatakan implementasi pajak karbon dapat memberikan peluang bagi salah satu anak usaha perseroan, yakni Brantas Energi. Pasalnya, realisasi pajak karbon dapat merangsang permintaan energi terbarukan di dalam negeri.

"Brantas Energi adalah penyedia tenaga kelistrikan melalui kegiatan investasi pembangkit listrik yang ramah lingkungan. Kami dapat berkontribusi terhadap pembatasan kenaikan pemanasan global," katanya kepada Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI), Minggu (27/6/2021).

Harga Batu Bara

Miftakhul menjabarkan permintaan energi terbarukan tengah mendapat momentum mengingat harga batu bara akan menjadi tinggi akibat pajak tersebut. Meski demikian, Miftakhul mengungkapkan implementasi pajak baru tersebut akan membuat biaya transportasi dan penggunaan alat berat akan meningkat. Alhasil, lanjutnya, biaya operasional dan inefisiensi perseroan terancam.

"Namun, apapun itu yang mejadi kebijakan pemerintah pastinya akan kami patuhi, dan akan kami cari peluang yang mungkin akan timbul," ucapnya.

Baca Juga: Firli Bahuri Tak Hadiri Debat Terbuka soal TWK, Ini Alasan KPK

Dikutip dari draf RUU KUP yang diterima JIBI, subjek pajak karbon adalah orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon dan/atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon. Pajak karbon terutang atas pembelian barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu pada periode tertentu.

Berdasarkan perkiraan International Monetary Fund (IMF), jika Indonesia menerapkan pajak karbon senilai US$75 per tCO2 secara menyeluruh, maka harga energi rata-rata akan meningkat cukup besar. Peningkatan harga tersebut akan terjadi pada batu bara, gas alam, listrik, dan bensin, yang masing-masing akan meningkat sebesar 239%, 36%, 63%, dan 32%.

KLIK dan LIKE untuk lebih banyak berita Solopos

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya