Solopos.com, SRAGEN — Suwarno menjadi satu dari dua perajin wayang tatah sungging di Desa Cemeng, Kecamatan Sambungmacan, Sragen, yang tersisa saat ini. Pria 40 tahun ini menjadi generasi ketiga perajin wayang yang dimulai oleh kakeknya sejak 1947.
Sumarno menggeluti kerajinan wayang ini karena alasan Kebudayaan dan hobi. “Saya tertarik membuat wayang karena dari kecil melihat bapak membuat wayang juga. Jadi alasan membuat wayang sekarang adalah hobi,” terang pria yang akrab disapa Mano ini saat ditemui Solopos.com di rumahnya pada Selasa (9/8/2022).
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Ada dua jenis karya seni yang dibuat Mano. Yang pertama adalah wayang kulit yang dipakai dalang. Kemudian wayang dalam bentuk lukisan, yang biasanya digemari oleh penyuka seni.
Sebagai informasi, tatah adalah seni memahat wayang, sementara sungging adalah seni mewarnai dalam pembuatan wayang.
Mano membuat wayang berdasarkan pesanan yang biasanya datang dari dalang dan kolektor atau penyuka seni. Pesanan datang dari berbagai daerah di Indonesia. Namun kebanyakan dari Jawa Timur, terutama Surabaya. Ada juga dari Sulawesi hingga Papua. Kebanyakan pembeli memesan wayang Putra Pandawa.
Baca Juga: Asal Usul Legenda Dusun Pancot Karanganyar, Berawal dari Sup Kelingking
“Ciri khas dari wayang Sragen adalah Dung Benteng dengan warna merah tua. Berbeda dengan daerah lain dengan warna merah lebih muda dan kadang ada kombinasi warna hijau,” tambah Mano.
Ia memasarkan produk kerajinan nya via online memanfatkan media sosial seperti Facebook. Ada juga yang datang langsung. Rata-rata ada belasan pesanan yang masuk tiap bulannya.
Untuk membuat wayang yang dipakai pentang, Mano membutuhkan waktu satu hingga dua pekan. Sedangkan untuk lukisan wayang dari kulit membutuhkan waktu lebih singkat, sekitar dua hingga tiga hari. Jika pemesan mengingkan lukisan wayang yang dipahat maka waktu pembuatannya jadi sekitar sepekan.
Butuh Kesabaran
Bahan yang digunakan adalah kulit kambing. Harga jual wayang buatan Mano berkisar Rp3,5 juta hingga belasan juta per unit tergantung kualitas bahan dan tingkat kerumitan. Sedangkan lukisan wayang harganya lebih murah, mulai dari Rp1,5 juta.
Baca Juga: Wah, Pelopor Karawitan Jangglengan Sukoharjo Ternyata Penjual Bakso
Ia pernah membuat wayang setinggi hampir 1,5 meter. Wayang-wayang Mano juga pernah dipamerkan di Festival Kebudayaan dan peluncuran Desa Wisata Budaya Cemeng pada 2021.
Membuat wayang ternyata tak segampang yang terlihat. Mano mengatakan kuncinya adalah kesabaran. Memahat wayang dengan detail yang rumit butuh kesabaran tingkat tinggi. Tidak semua bisa melakukannya. Makanya, dari tujuh bersuadara, hanya Mano yang kini bertahan menggeluti pekerjaan membuat wayang tatah dan sungging ini.
Ia mengaku sudah mulai membuat wayang sejak kelas II SD. Saat itu ia mulai dengan membuat wayang dari kertas. Kemudian mulai menekuni dengan serius pada tahun 2000.