SOLOPOS.COM - Ilustrasi penjualan anjing (JIBI/Bisnis Indonesia)

Solopos.com Stories

Solopos.com, SOLO — Praktik penjagalan anjing untuk konsumsi di Kota Solo masih terus berjalan di tengah kepungan tekanan dari berbagai pihak mulai aktivis pencinta anjing hingga Pemerintah Kota (Pemkot) Solo untuk menyetop perdagangan daging anjing.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Meskipun dilakukan secara sembunyi-sembunyi, jagal anjing masih eksis dengan peminat yang terus berdatangan. Ditambah tradisi yang sudah turun-temurun membuat para jagal anjing masih optimistis meneruskan usaha mereka.

Tim Solopos menelusuri keberadaan para jagal daging anjing yang masih bertahan di Kota Solo, beberapa waktu terakhir, dan bertemu Ks, pria berusia 41 tahun yang menjadi jagal anjing sejak 2008.

Menurutnya, tempat penjagalan anjing yang ia miliki masih berskala kecil jika dibandingkan rumah jagal lain di Kota Solo. Sehari ia memotong paling banyak 20 ekor anjing di tempatnya di wilayah Kecamatan Banjarsari.

“Punya saya hitungannya masih skala kecil, sehari paling banyak 20, rata-rata 7-9 anjing sehari. Tetapi memang sejak awal berdiri saya tidak ingin memperbesar rumah jagal ini,” jelasnya.

Baca Juga: Menelisik Rantai Bisnis Perdagangan Anjing di Solo sampai Jadi Rica-Rica Gukguk

Tempat penjagalan anjing milik Ks berada di tengah permukiman warga. Hal itu menjadi pertimbangan Ks untuk tidak menjagal banyak anjing dalam sehari. “Takutnya mengganggu ya bau, ya berisiknya,” jelasnya.

Ks mengaku dulu ia pernah menjadi jagal sapi. Namun pada krisis tahun 2008 di mana harga sapi melambung tinggi, ia kemudian beralih ke bisnis penjagalan anjing di Solo.

Limbah Penjagalan Anjing

Menurutnya, tidak ada perbedaan signifikan antara cara memotong sapi dengan anjing. Namun, ia mengakui ada kesulitan untuk menjaga agar darah anjing tersebut tidak keluar terlalu banyak saat disembelih.

perdagangan daging anjing solo
Salah satu lokasi jagal anjing ilegal di Kecamatan Banjarsari, Solo, yang diduga membuang limbah ke sungai kemudian mengalir ke Bengawan Solo. (Istimewa/Koalisi DMFI)

“Kalau dibanding sapi, anjing memang agak susah karena setelah dikuliti, motong dagingnya juga harus hati-hati supaya tidak kena daging yang pembuluh darahnya banyak. Supaya tidak keluar banyak darah soalnya nanti amis dan dagingnya alot,” ulasnya.

Tinggal di pemukiman padat penduduk, kesulitan utama Ks adalah membuang limbah pemotongan anjing. Limbah itu biasanya ia titipkan ke supplier dari Sragen yang mau menerima jasa membuangkan limbah dari rumah jagalnya.

Baca Juga: Rantai Bisnis Perdagangan Anjing di Solo, Daerah Pemasok Masih Endemik Rabies

Daging anjing hasil penjagalan ia kirim ke warung-warung penyedia menu kuliner olahan daging anjing di beberapa lokasi di Kota Solo dan sekitarnya.

“Yang sulit habis motong itu kayak kulit atau bagian kepalanya buangnya ke mana. Biasanya titip ke yang ngirim atau ya buang sendiri nanti di sungai. Kalau dagingnya biasanya ngirim sampai Sragen atau enggak ya di dekat Jetak,” ujarnya.

Harga anjing yang dibeli Ks biasanya Rp250.000 per ekor. Dari penjualan daging satu ekor anjing ia memperoleh sekitar Rp400.000. Ks mengakui saai ini peminat menu kuliner anjing di Kota Solo sedikit menurun.

“Kalau peminat sebenarnya turun, karena anak-anak muda sekarang tidak begitu doyan daging anjing dan di keluarga juga jarang yang memasak. Paling ya orang-orang tua atau remaja-remaja buat surungan [makanan sebelum minum alkohol],” jelasnya pemilik tempat penjagalan anjing di Solo itu.

Ditambah lagi, kata Ks, sekarang harga daging sapi tidak semahal dulu. Menurut Ks, pada era 1980-an harga daging sapi dan kambing mahal sehingga anjing jadi alternatif saat itu.

Baca Juga: Sekelumit Kisah di Warung Kuliner Anjing Solo, 45 Menit Didatangi 8 Pembeli

Seruan Larangan Perdagangan Daging Anjing

Mengenai upaya Pemkot Solo melarang perdagangan daging anjing, Ks menilai akan sulit untuk melarang 100 persen penjualan kuliner olahan daging anjing. Hal itu karena peminat menu itu masih banyak.

bisnis perdagangan anjing solo
Petugas gabungan DLH Jateng dan Solo mengecek lokasi yang diduga tempat penjagalan anjing di bantaran Kali Anyar, Gilingan, Solo, Rabu (31/8/2022). (Solopos/Nicolous Irawan)

Apalagi dengan adanya kepercayaan akan khasiat daging anjing yang dianggap bisa menyegarkan badan. “Makanya namanya sate jamu, karena dianggap bikin badan segar, nek Pemkot Solo mau nutup beneran atau melarang 100 persen pasti susah,” ujarnya.

Ks menambahkan kuliner daging anjing juga tidak hanya menjadi budaya di Kota Solo tapi juga Soloraya. Kalau pun di Kota Solo dilarang, Ks mengatakan konsumen masih bisa beli di Sragen atau Sukoharjo yang masih banyak menyediakan daging anjing. “Akhirnya ya tetap susah buat dihilangkan,” ujarnya.

Pemilik tempat penjagalan lainnya di Solo, Sw, juga masih bertahan hingga kini di tengah desakan larangan perdagangan daging anjing. Sw menjalankan usahanya sejak 30 tahun lalu, juga di kawasan Kecamatan Banjarsari, Solo.

Dari jalan, tempat jagal milik Sw tidak terlihat karena lokasinya berada di belakang rumahnya. Terdapat dapur yang cukup luas dengan pemandangan ke arah sungai. Di ruangan ini lah Sw menjagal anjing-anjing.



Baca Juga: Cerita Keluarga di Solo Hidup dari Jualan Rica-Rica Gukguk selama 4 Generasi

Ia mengatakan usaha penjagalan anjing miliknya sudah turun temurun sejak kakeknya. Ia merupakan generasi ketiga setelah sang ayah juga merupakan jagal anjing pada 1970-an. Menurut Sw, jagal anjing sudah berbeda dibanding dahulu, pangsa pasarnya tidak seluas dulu meskipun permintaan masih tetap ada.

“Dulu bisa ratusan ekor sehari potong anjing, dari zaman harga anjing masih Rp15.000 per ekor. Sekarang jualannya agak susah, karena distribusi ke warung-warungnya juga tidak begitu banyak. Dulu sampai angkringan juga ada yang minta daging anjing, sekarang sudah nyaris tidak ada,” jelasnya.

Permintaan Daging Anjing Menurun

Sw saat ini menjagal puluhan anjing per harinya. Ia mengakui usaha penjagalan anjing di Solo sedang sulit karena permintaan saat ini menurun. Beberapa penjual beralih berjualan menu lain.

Meski demikian, pria berusia 52 tahun ini menyebut masih menjadi jagal anjing karena caranya yang sederhana dan lebih murah. “Sekarang paling untuk menjagal sehari paling banyak 20-an, itu pun kalau pas ada permintaan banyak biasanya menjelang tahun baruan, permintaan naik, atau ya pas mau libur-libur lama begitu,” jelasnya.

daging anjing solo penjagalan
Sisa potongan tulang dan ekor anjing yang dibuang di sungai wilayah Solo. Foto diambil belum lama ini. (Istimewa/DMFI)

Sw mengatakan sempat beralih menjual ayam. Namun ternyata harganya yang naik turun membuatnya kerap rugi. “Anjing Rp200.000-Rp350.000 sudah dapat 8-10 kg, kalkulasinya lebih mudah dan harganya juga dalam tujuh tahun terakhir tidak berubah,” jelasnya.

Baca Juga: Pengakuan Bakul Kuliner Anjing di Solo: Buka Warung karena Masih Ada Konsumen

Ia bercerita ayahnya dulu memiliki kandang yang muat hingga puluhan ekor anjing di Kabupaten Sukoharjo untuk stok. Sedangkan ia lebih memilih membeli langsung dari supplier di Sragen, Sukabumi (Jawa Barat) hingga Sidoarjo (Jawa Timur).

“Dulu ayah saya punya kandang bisa sampai ratusan anjing jadi sekali potong bisa cepat. Sekarang saya pakai supplier dari Sragen ada, Sukabumi dan Karawang ada sama satunya dari Sidoarjo. Biasanya supplier menelepon untuk tanya dulu, nanti dikirim depan gang,” ungkapnya.

Sedangkan teknik memotong daging anjing, menurutnya berbeda dibanding sapi atau ayam. Anjing sebelum disembelih dipukul terlebih dahulu agar dagingnya lebih empuk dan tidak amis.

Mengenai limbah yang dihasilkan Sw biasanya membuang ke sungai atau menitipkan ke pengepul/pemasok anjing. “Kalau limbah biasanya dibungkus plastik terus dibuang ke sampah bisa, atau dibuang ke sungai paling sering. Cara terakhir nitip ke salah satu supplier, karena memang sampahnya agak amis,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya