SOLOPOS.COM - Ilustrasi duck syndrome (Freepik)

Solopos.com, SOLO--Pernah mendengar duck syndrome? Ini merupakan salah satu gangguan  psikologis yang sering dialami orang dewasa muda.

Seperti apakah duck syndrome dan bagaimana cara mengatasinya? Simak ulasannya di tips kesehatan kali ini.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Mungkin kamu pernah menjumpai seseorang yang mampu meraih kesuksesan dan terlihat menikmati hidupnya. Namun, siapa sangka. Di balik keberhasilannya tersebut, nyatanya ada tekanan atau segudang masalah yang ditutupi, agar ia selalu terlihat baik-baik saja. Nah, kondisi ini disebut duck syndrome.

Duck syndrome atau sindrom bebek pertama kali dikemukakan di Stanford University, Amerika Serikat, untuk menggambarkan persoalan para mahasiswanya.

Baca Juga: Viral Video Ruri Repvblik Berjualan Es Kelapa, Warganet Beri Pujian

Istilah ini menganalogikan bebek yang berenang seolah sangat tenang, tetapi kakinya berjuang keras untuk bergerak agar tubuhnya tetap bisa berada di atas permukaan air.

Hal tersebut dikaitkan pada kondisi di mana seseorang yang terlihat tenang dan baik-baik saja, tetapi sebenarnya ia mengalami banyak tekanan dan kepanikan dalam mencapai tuntutan hidupnya, misalnya nilai bagus, lulus cepat, atau hidup mapan, atau memenuhi ekspektasi orang tua dan orang di sekitarnya.

Duck syndrome hingga saat ini belum secara resmi diakui sebagai gangguan mental. Umumnya fenomena ini dialami oleh mereka yang masih berusia muda, misalnya siswa, mahasiswa, atau pekerja.

Meski merasakan banyak tekanan dan stres, sebagian penderita duck syndrome masih bisa produktif dan beraktivitas dengan baik. Hal ini mungkin terkait dengan perilaku stoicism atau ketabahan yang kuat. Namun, orang yang mengalami duck syndrome juga berisiko untuk mengalami masalah kejiwaan tertentu, seperti gangguan cemas dan depresi.

Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami duck syndrome. Berikut ini faktor pemicu sebagaimana melansir laman alodokter, Kamis (22/4/2021):

- Tuntutan akademik
- Ekspektasi yang terlalu tinggi dari keluarga dan teman
- Pola asuh helikopter
- Pengaruh media sosial, misalnya terbuai ide bahwa kehidupan orang lain lebih sempurna dan bahagia ketika melihat unggahan dari orang tersebut
- Perfeksionisme
- Pernah mengalami peristiwa traumatik, seperti pelecehan verbal, fisik, dan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, atau kematian orang yang dicintai
- Self-esteem yang rendah

Tanda dan gejala duck syndrome tidak jelas dan bisa menyerupai gangguan mental lain, seperti depresi dan gangguan cemas.

Baca Juga: Bahaya "Sujud Freestyle", Ini Kata Instruktur Yoga Dan Dokter

Namun, beberapa penderita sindrom ini sering kali akan merasa cemas, gugup, tertekan secara mental, tetapi memaksakan diri untuk tampak baik-baik saja atau bahagia. Selain itu, mereka juga mungkin akan merasa sering susah tidur, pusing, dan susah konsentrasi.

Orang yang menderita duck syndrome juga cenderung suka membandingkan dirinya dengan orang lain dan merasa bahwa hidup orang lain lebih baik dan sempurna darinya. Mereka juga memiliki tendensi untuk menganggap bahwa mereka sedang diamati atau diuji oleh orang lain sehingga harus menunjukkan kemampuannya semaksimal mungkin.

Cara Mengatasi Duck Syndrome

Duck syndrome bisa disebabkan oleh banyak hal, mulai dari stres berat karena persaingan hidup hingga gangguan mental, seperti depresi dan gangguan cemas. Jika diabaikan begitu saja, duck syndrome berpotensi membuat penderitanya mengalami depresi berat atau bahkan memiliki ide untuk bunuh diri.

Oleh karena itu, orang yang mengalami duck syndrome atau berisiko tinggi mengalami masalah psikologis tersebut disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter atau psikolog.

Jika kamu mengalami duck syndrome, cobalah untuk mencari pertolongan dan lakukan beberapa tips berikut untuk menjaga kesehatan mentalmu:

Baca Juga: Mengapa Ada Wanita Bersuara Berat Seperti Pria? Ini Penyebabnya

- Lakukan konseling dengan pembimbing akademik atau konselor di sekolah atau kampus.
- Kenali kapasitas diri agar dapat bekerja sesuai dengan kemampuan.
- Belajar untuk mencintai diri sendiri.
- Jalani gaya hidup sehat, yakni dengan mengonsumsi makanan sehat, rutin berolahraga, serta menghindari rokok dan minuman beralkohol.
- Luangkan waktu untuk melakukan me time atau relaksasi guna mengurangi stres.
- Ubah pola pikir menjadi lebih positif dan berhenti membandingkan diri dengan orang lain.
- Jauhi media sosial untuk beberapa waktu.

Persaingan hidup, misalnya dalam soal akademik, bisnis, dan pekerjaan, merupakan bagian dari kehidupan yang tak bisa dipungkiri. Namun, bukan berarti hal tersebut boleh dijadikan alasan bagimu untuk mengabaikan kesehatan mentalmu, lho. Ingatlah bahwa tidak ada manusia yang sempurna dan semua orang memiliki perjuangannya masing-masing.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya