SOLOPOS.COM - Siswa SMK dari beberapa sekolah di Soloraya membawa poster saat aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Kota Solo, Kamis (26/9/2019).(Solopos-Nicolous Irawan)

Solopos.com, SOLO — Dua kelompok massa berbeda menggelar aksi demo bersamaan di depan Gedung DPRD Kota Solo, Kamis (26/9/2019). Polisi langsung bertindak mencegah kedua kelompok ini bersitegang.

Awalnya puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Garda Pembela Pancasila menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPRD Solo, Kamis pukul 13.50 WIB. Mereka menolak pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kelompok massa dari elemen Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) itu menggelar orasi dan membentangkan poster di depan pintu masuk DPRD Solo. Berbeda dengan unjuk rasa pada Selasa (24/9/2019), aksi kali ini berlangsung tertib.

Tak terjadi perusakan sarana prasarana dan fasilitas DPRD Solo. Massa juga tidak terlibat bentrok dengan aparat kepolisian yang berjaga. Tapi polisi tetap menerapkan standar pengamanan dengan menyiagakan kendaraan taktis di DPRD.

Situasi sempat tegang saat tiba-tiba puluhan pelajar dari berbagai daerah di Boyolali dan Sragen datang. Begitu turun dari mobil pikap mereka membentangkan berbagai poster dan berteriak mengumpat para anggota DPR.

Mengetahui hal itu polisi langsung menyekat dua kelompok massa. Beberapa aktivis laki-laki dari Garda Pembela Pancasila pun langsung membuat barikade. Mereka berdiri sembari bergandengan tangan agar tak bercampur dengan para pelajar.

Apalagi aspirasi yang diusung puluhan pelajar desa itu berbeda dengan aspirasi Garda Pembela Pancasila. Ketegangan berakhir setelah sekitar pukul 14.20 WIB polisi meminta para pelajar membubarkan diri dan pulang ke rumah.

Polisi beralasan aksi para pelajar belum mengantongi izin. Sejurus kemudian puluhan pelajar yang jumlahnya masih terus bertambah pun meninggalkan depan Gedung DPRD Solo.

Mereka bergerak ke timur dengan kawalan aparat kepolisian. Koordinator aksi Garda Pembela Pancasila, Hani Wahyu Nugroho, mengatakan menolak pengesahan RUU PKS lantaran sarat nilai liberalisme dan mengabaikan Pancasila, ketahanan keluarga, agama, dan bangsa.

“RUU PKS mengabaikan falsafah Pancasila dan UUD 1945 seraya mengambil falsafah feminisme. RUU ini mengandung kekeliruan dalam merumuskan korban dalam pelanggaran dan atau perbuatan kriminal pada nilai kesusilaan,” ujar dia.

Garda Pembela Pancasila juga dinilai memuat kata-kata ambigu yang berbahaya dalam penafsiran hukumnya. Contohnya hasrat seksual, perbuatan lainnya, relasi kuasa, relasi gender, kepentingan terbaik, dan biaya lain yang diperlukan.

Sementara itu sekitar 23 pelajar SMK dari berbagai daerah di Soloraya dikumpulkan di Mapolresta Solo untuk diberi pembinaan. Mereka ditanyai asal daerah, asal sekolah, tujuan datang ke Solo, dan mengendarai apa bisa sampai di Solo.

Kapolresta Solo, AKBP Andy Rifai, saat ditemui wartawan mengatakan akan mendatangkan orang tua para pelajar tersebut. Mereka ke Solo lantaran terpancing ajakan unjuk rasa di DPRD Solo dari grup medsos.

“Kata mereka mendapat ajakan dari grup [medsos]. Setelah ditanyai anggota mereka berasal dari Gemolong, Andong [Boyolali]. Tidak ada yang dari Solo,” ujar dia.

Andy menyayangkan karena ada salah seorang pelajar yang bau miras dari mulutnya Perihal ajakan unjuk rasa yang diterima para pelajar melalui grup medsos, Andy menyatakan akan melacak siapa penggeraknya. Pelacakan dilakukan dengan menelusuri jejak komunikasi digital para pelajar melalui ponsel.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya