SOLOPOS.COM - Dwi Haryanto (JIBI/SOLOPOS/ist)

Dwi Haryanto (JIBI/SOLOPOS/ist)

Beberapa tahun terakhir, tarif KA Komuter Prambanan Ekspres (Prameks) yang melayani Solo-Jogja hingga Kutoarjo PP kerap naik. Pada 2010 lalu, tarif KA tersebut naik dua kali dalam setahun. Pada 2000 lalu tarif KA yang menghubungkan Solo dan Jogja ini masih di kisaran Rp 3.000/orang.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kemudian pada 2001 naik menjadi Rp 5.000/orang. Pada 2006 tarif Prameks beranjak ke angka Rp 7.000/orang. Dan ketika alat transportasi ini sudah melekat di hati masyarakat, pada 2010 lalu mengalami kenaikan menjadi Rp 8.000/orang dan naik lagi jadi Rp 9.000/orang. Pada 1 Agustus 2011, tarif tersebut rencananya bakal dinaikkan menjadi Rp 10.000/orang untuk Solo-Jogja dan Jogja–Kutoarjo. Kenaikan tarif ini dirasa menjengkelkan para pengguna KA Prameks yang sangat tergantung pada moda transportasi jalan baja ini.

Bahkan sejumlah kalangan menilai kenaikan tersebut belum diimbangi dengan pelayanan yang memuaskan. Hal ini bisa dilihat manakala KA ini masih sering batal jalan atau terlambat. Apalagi kini di luar hari Jumat, Sabtu dan Minggu, pelayanan Prameks tidak maksimal karena ada yang tidak dioperasikan sebagaimana jadwal reguler.

Beberapa pelanggan KA Prameks memakluminya kenaikan tarif ini, dengan syarat harus diimbangi dengan pelayanan. Dari kenaikan 2010 lalu belum ada perbaikan pelayanan berarti dibandingkan ketika tarifnya masih Rp 8.000/orang. Andaikan kita buat perbandingan, KA Prameks dengan KA komuter di wilayah non-Daops I Jakarta, boleh jadi Prameks menjadi komuter termahal jika dibandingkan dengan KA komuter Jabodetabek yang tarifnya Rp 2.000/orang untuk kelas ekonomi dan Rp 6.000/orang untuk patas AC di lintas Jakarta–Bogor.

Melihat reaksi masyarakat menyangkut soal kenaikan tarif ini sesungguhnya menandakan KA Prameks telah menjadi andalan transportasi di kota-kota yang disinggahinya seperti Solo, Klaten, Maguwo, Jogja, Wates dan Kutoarjo. Kelebihan lain yang membuat transporasi ini menjadi pilihan adalah waktu tempuh yang relatif pendek karena minim rintangan, aman (minim kecelakaan) serta langsung menuju pusat kota tanpa harus berganti kendaraan umum lainnya yang terlalu merepotkan.

Keberadaan KA Prameks bagi masyarakat kota-kota tersebut telah memalingkan dari transporasi lain semisal bus Solo-Jogja. Rasa memiliki transportasi yang dikelola oleh PT KA Daops VI Yogyakata ini telah melahirkan protes. Dan dari protes tersebut tak bisa lepas dari persepsi publik bahwa armada kereta rel diesel elektrik (KRDE) warna kuning dan kereta rel diesel (KRD) warna ungu tersebut adalah milik pemerintah untuk masyarakat.

Semi swasta
Padahal, seandaianya operator bus menaikkan tarif, reaksinya tak sehebat ini. Berarti telah ada persepsi publikc bahwa KA Prameks tersebut dikelola pemerintah melalui PT KAI Daops VI. Padahal sejatinya, operasional KA Prameks dan kereta komuter lain non Jabodetabek tetap bersifat semi swasta.

Pengelolaan yang boleh dikata tidak melibatkan pemerintah secara langsung inilah yang membuat KA Prameks berbeda dengan KA ekonomi ataupun kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek. Dari sini bisa dijelaskan bahwa operasioan KA Prameks tidak mendapat subsidi pemerintah berupa public service obligation (PSO).

Perlu diketahui juga, saat ini masalah subsidi untuk moda kereta api menyangkut tiga hal yakni track access charge (TAC), infrastructure maintenance and operations (IMO), dan PSO tadi. Kereta komuter KRL maupun KA ekonomi jarak jauh mendapat PSO. Tak mengherankan bila tarif mereka murah. KA Prameks murni dibiayai oleh Daops VI secara mandiri.

Hal ini tentu bisa disamakan dengan KA kelas bisnis dan KA kelas eksekutif yang murni tanpa subsidi. UU No 23/2007 tentang KA mengamanatkan bahwa PSO merupakan kewajiban negara yang harus dibayarkan kepada operator kereta api atas selisih pedoman tarif per km/penumpang dan tarif per km/penumpang yang ditentukan pemerintah ditambah margin yang wajar. Ketentuan PSO juga harus sesuai Peraturan Menteri Perhubungan No 9/2011 tentang Standar Pelayanan Minimum (SPM).

Di samping tanpa PSO, KA Prameks tentu butuh biaya perawatan yang tak sedikit, baik perawatan sarana (armada) maupun prasarana (jalan rel). Perawatan untuk mengganti satu motor traksi yang rusak harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 6 miliar. Padahal setiap gerbong Prameks memerlukan dua motor traksi.
Kemudian untuk perawatan rel yang dalam konteks ini masuk dalam kategori IMO, juga tidak memperoleh subsidi. IMO tersebut dikerjakan bersama-sama dan tumpang tindih antara PT KA dan Ditjen KA Kemenhub. Padahal, seharusnya dapat dikerjakan oleh siapa saja yang berkompeten untuk merawat jalan rel dan sinyal melalui lelang oleh Ditjen KA Kemenhub.

Alasan mengapa biaya operasional KA komuter Prameks naik juga tak lepas dari TAC adalah ongkos yang dibebankan dalam menggunakan infrastruktur negara (jalan rel, sinyal dan lain-lainnya). PT KA wajib membayar TAC kepada pemerintah dalam bentuk pendapatan negara bukan pajak (PNBP). Pendek kata, setiap KA yang melintas di rel, tiap kilometernya ada ongkos bukan pajak yang masuk ke kas negara.

Itulah mengapa tarif KA Prameks harus naik dan pengelolanya sering mengaku merugi. Saya bukan berarti berpihak pada PT KA, namun hanya ingin berbagi informasi kepada publik sehingga sama-sama bisa dimaklumi. PT KA Daops VI yang mengelola Prameks juga mesti memperhatikan tuntutan masyarakat akan perbaikan pelayanan. Ini soal kepercayaan publik terhadap moda transportasi KA.

Semoga dengan kenaikan ini masyarakat yang diuntungkan. Sebenarnya jika ada pihak ke tiga (swasta) yang memiliki modal cukup untuk menjadi kompetitor Prameks, itu tidak menyalahi regulasi perkeretaapian. Dengan adanya kompetitor, nantinya akan bersama-sama tercapai persaingan yang bakal dimenangkan pemberi pelayanan terbaik. Sayangnya adanya kompetitor baru bisa diwacanakan pada jalur Solo-Wonogiri, antara railbus yang dikelola Pemkot Solo dan Ditjen KA Kemenhub dengan KRD yang bakal dioperasikan PT KA.

Dwi Haryanto, Railfans Solo, Pelanggan KA Prameks

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya