SOLOPOS.COM - Ilustrasi mengisi daya mobil listrik. (sputnik)

Solopos.com, SOLO– Elektrifikasi daya di bidang otomotif makin gencar dilakukan di sejumlah negara maju dan berkembang, termasuk di Indonesia. Lantas bagaimana nasib dari mobil-mobil konvensional berbahan bakar bensin?

Beberapa waktu lalu, Ferrari mengumumkan sebagian besar kendaraan yang akan diproduksi mulai 2022 berteknologi hibrida yang memadukan mesin bensin dan teknologi listrik.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Pada 2022, hampir 60 persen model yang kami produksi akan dibangun dengan sistem penggerak hibrida,” ungkap CEO Ferrari yang baru, Louis Camilleri, dilansir CNN, beberapa waktu lalu.

Dalam beberapa tahun ke belakang, Ferrari menghadapi tekanan pengetatan regulasi emisi serta meningkatnya kesadaran lingkungan dari para calon pembeli. Hibrida menjadi solusi buat Ferrari yang dikenal sebagai produsen mesin berkapasitas besar haus bahan bakar.

Ferrari tak sendiri. Sejumlah pabrikan otomotif besar dunia juga sama-sama mengembangkan teknologi eletrifikasi mobil baik mobil hibrida atau full listrik. Sebut saja Volkswagen, General Motors, bahkan pabrikan asal China sudah punya kalender rencana kapan akan meninggalkan mesin konvensional.

Hal ini terutama didorong oleh kebijakan sejumlah negara yang mulai memperketat peraturan emisi. Bahkan, negara seperti Inggris, Jerman, dan Prancis telah mewacanakan pelarangan untuk mobil bensin dan diesel.

Ganjar Sapa Pencipta Lathi Via Instagram Live

Elektrifikasi Mulai 2040

Inggris bakal menjadi negara lanjutan yang membuat kebijakan pada 2040, tanpa adanya kendaraan bermesin diesel maupun bensin. Hal tersebut ialah sebagian upaya untuk membersihkan udara di Inggris Raya.

Permintaan Inggris untuk mobil sel bahan bakar dan listrik, serta hibrida plug-in, tumbuh 40 persen di tahun 2015, hanya menyumbang kurang dari tiga persen pasar.

Namun, para ahli mengatakan penjualan mobil bersih cenderung berlanjut ke depan walau harus berjuang keras.

“Mengakhiri penjualan mobil diesel dan bensin pada 2040 adalah langkah ke arah yang benar namun mengingat mobil listrik akan hadir, ini mungkin sangat tidak relevan. Ini seperti mengatakan bahwa kita melarang penjualan mesin uap pada tahun 2040,” kata David Bailey, seorang profesor strategi industri di Aston Business School, dilansir Mirror.co.uk.

Garis waktu untuk mengakhiri penjualan mesin pembakaran dalam kendaraan sebelumnya sudah diusulkan lebih dulu di Prancis. Presiden Prancis Emmanuel Macron telah memberi batas waktu bagi para industri otomotif beralih ke teknologi lebih bersih.

Lebih jauh, industri otomotif-pun mendukung lebih dari 800.000-an pekerjaan di Inggris, mewaspadai tenggat waktu yang sulit.

Duh, Pasar Di Temanggung Terancam Ditutup Tim Covid-19

Ambisi Jerman

Sedangkan, Jerman lebih ambisius daripada Inggris dan Prancis. Mereka malah berencana berhenti menjual kendaraan bertenaga gas dan semacamnya pada 2030.

Industri mobil Jerman dan pejabat pemerintah telah bertemu pada awal Agustus 2017 membahas masa depan teknologi mesin diesel. Pabrikan mencoba menghindari mobil diesel yang dilarang melaju dari kota ke kota, maupun untuk sekadar berada di Jerman.

BMW dan Mercedes berbeda menyikapi situasi ini. Satu optimistis sedangkan yang lain sudah angkat tangan dengan pengembangan mobil konvensional.

BMW melalui petingginya Klaus Froehlich menyebut penggunaan kendaraan dengan rangkaian mesin pembakaran dalam masih layak digunakan dalam jangka waktu panjang.

Anggapan tersebut mengacu pada belum tersedianya fasilitas serta kemampuan jelajah kendaraan listrik, di sejumlah kawasan penjuru dunia. Hal itu menjadi pertimbangan produsen masih membuat rangkaian penggerak pembakaran dalam dan hibrida.

Ketatnya aturan emisi di sejumlah negara, memang pada akhirnya membuat perusahaan seperti BMW, untuk rajin melakukan pembaruan. “Terutama untuk pasar seperti China. Karena biaya yang dikeluarkan cukup besar maka pilihan mesin pembakaran dalam dibuat secara terbatas,” kata Froehlich.

Tidak Dikembangkan

Sebagai contoh, BMW akan menghentikan pembuatan mesin diesel berkapasitas 1.5 L tipe tiga silinder. Sementara, pilihan mesin diesel empat dan enam silinder tetap dipertahankan, bersama dengan rangkaian unit berbahan bakar bensin.

“Setidaknya mesin diesel masih bisa beredar sampai 20 tahun, sedangkan mesin bensin 30 tahun,” ujar Froehlich kepada laman Automotive News.

Sedangkan Mercedes masih akan membuat mobil konvensional meski produksinya dikurangi secara signifikan. Mercedes-Benz telah memantapkan masa depan produk-produknya sebagai kendaraan listrik.

Pabrikan asal Stugartt, Jerman, tersebut saat ini tidak punya rencana pengembangan dan riset terhadap mesin konvensional alias internal combustion engine (ICE) baik bensin maupun diesel.



Dilansir autoevolution, Markus Schaefer, Group Research and Mercedes-Benz Cars Development menyebut bahwa saat ini mereka fokus dalam pengembangan mobil berpenggerak listrik.

Fakta bahwa Mercedes-Benz telah menghentikan pengembangan mesin ICE sebenarnya tidak mengejutkan. Selain tuntutan kendaraan beremisi rendah, mesin ICE terbilang sangat kompleks. Mereka membutuhkan banyak uang dan teknik untuk membangun kendaraan ICE, sehingga dirasa kurang efektif lagi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya