SOLOPOS.COM - Sejumlah pendaki berada di Puncak Bukit Mongkrang berlatar belakang Gunung Lawu. Foto diambil Agustus 2021. (Solopos.com/Mariyana Ricky P.D.)

Solopos.com, KARANGANYAR — Tawangmangu adalah suatu kecamatan di lereng Gunung Lawu yang berjarak 70 menit berkendara dari Kota Solo. Berlokasi di Kabupaten Karanganyar, kawasan tersebut dikenal sebagai destinasi wisata berkelanjutan di Jawa Tengah.

Aspek berkelanjutan (sustainability) di area wisata ini antara lain melalui ketentuan untuk menjaga kebersihan lingkungan, menjaga limbah dan sampah di kawasan ini, serta merehabilitasi kerusakan yang terjadi akibat kegiatan izin usaha penyediaan sarana wisata alam.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Selain itu, memberi akses kepada petugas pemerintah yang ditunjuk untuk melakukan pemantauan, pengawasan, evaluasi dan pembinaan kegiatan izin usaha penyediaan sarana wisata alam. “Tidak boleh menebang pohon itu sudah jelas menjadi larangan. Justru, mitra kami wajibkan menanam pohon,” ucap Wakil Administratur Perum Perhutani KPH Surakarta, Susilo Winardi, pada Selasa (11/1/2022).

Sejumlah desa di Tawangmangu telah mendapuk areanya sebagai desa wisata berkelanjutan dengan ikut mengelola sebagian kawasan hutan lindung. Pengelolaan kawasan wisata itu telah diberikan kepada beberapa perusahaan swasta melalui perjanjian kerja sama (PKS) dengan Perum Perhutani KPH Surakarta.

Baca Juga: Mengulik Sejarah Sapta Tirta Karanganyar, Mengulik Kisah RM Said

Beberapa tahun terakhir, kawasan itu kian popular. Pelaku usaha maupun penduduk asli ramai-ramai mendirikan warung di sepanjang jalan dari Solo menuju pintu gerbang pendakian Gunung Lawu. Puluhan warung makan ‘pemadam kelaparan’, begitu warga menyebutnya, berdiri di tepi hutan lindung.

Tak hanya itu, objek wisata beraneka nama juga menambah semarak suasana. Di antara pohon yang menjulang tinggi, objek wisata itu menawarkan sensasi berada di tengah hutan, meski masih di pinggiran.

Wisata berkelanjutan di kawasan ini dijalankan dengan menyesuaikan pada Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No.P.22/Menhut-Ii/2012 tentang Pedoman Kegiatan Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata Alam Pada Hutan Lindung.

Dalam peraturan ini, pemegang izin pengelolaan wana wisata hutan lindung memiliki sejumlah kewajiban. Di antaranya, melaksanakan pengamanan kawasan dan potensinya serta pengamanan pengunjung pada areal izin usaha penyediaan sarana wisata alam bekerja sama dengan pengelola kawasan.

Pernah disalahgunakan

Menengok ke belakang, izin pengelolaan di kawasan ini sempat disalahgunakan oleh salah satu mitra pada awal Januari 2020. Investor dari Solo mendapat izin mengelola lahan di petak 45-2 RPH Tlogodringo BKPH Lawu Utara, Kelurahan Blumbang, Tawangmangu. Dari jumlah itu sudah dibuka sekitar 1 hektare dengan menebang pohon. Laporan warga kemudian menghentikan aktivitas itu dan Perum Perhutani KPH Surakarta menghentikan PKS-nya.

Koordinator Forum Rakyat Peduli Gunung Lawu, Aan Shopuanuddin, menyebut laporan muncul setelah warga sekitar gerah dengan masuknya alat berat ke kawasan hutan lindung.

Mereka lantas mengambil video diam-diam saat para pekerja menebang puluhan pohon. Video itu kemudian diunggah di media sosial dan menjadi viral. “Setelah itu, Bupati Karanganyar dan Perum Perhutani KPH Surakarta baru bergerak dan menghentikan aktivitas itu. Kami menyambut baik, meski sudah ada hutan yang rusak,” kata dia, melalui sambungan telepon, Rabu (15/12/2021).

Baca Juga: Baru! Ada Wisata Kebun Buah Meksiko di Tawangmangu

wisata berkelanjutan gunung lawu karanganyar
Puncak Pass 1.830 Mdpl Cemara Kandang. (Solopos.com/Mariyana Ricky P.D.)

Wakil Administratur Perum Perhutani KPH Surakarta, Susilo Winardi, mengatakan ada 21 penerima izin pengelolaan wanawisata di Kabupaten Karanganyar. Sebanyak 21 wanawisata itu tersebar di Tawangmangu dan Ngargoyoso.

Data dari Badan Keuangan Daerah (BKD) Kabupaten Karanganyar menyebutkan 21 wanawisata itu di antaranya, The Lawu Park, New Sekipan, Puncak Lawu, Pringgodani, dan Wisata Alam Omah Sukuh. Kemudian Wisata Alam Kembang Pinus, Wisata Alam Taman Sakura Lawu (Sakral), Wisata Alam Segoro Gunung, Bukit Sakura Lawu, Sakura Park, dan Rindu Alam.

Masih ada lagi Wisata Kampung Gunung, Wisata Alam Religi, Bukit Mongkrang, Jumog Asri, Jumog Elok, Wisata Wana Lawu, Kampung Dolanan, Air Terjun Ringin Jenggot dan Pamog Sari, Dongker Park, serta Plesiran.

Dari 21 wanawisata itu, Asosiasi Pengelola Ekowisata Lawu (Apewl) menyebutkan baru 15 penerima izin yang telah mengembangkan usaha di sekitar Tawangmangu. Beberapa di antaranya Cemara Kandang Park, Taman Sakura Lawu, Sakura Hills, Bukit Sakura Lawu, Kembang Pinus, Mongkrang View, Embun Lawu, The Lawu Park, Jumog putri, Pringgodani, New Sekipan, Rindu Alam, Omah Sukuh, Tenggir Park, dan Ceto.

“Kami tidak lagi menerbitkan izin pengelolaan lahan Perhutani untuk wanawisata. Kami lebih mendorong yang sudah punya izin untuk mengembangkan izin pengelolaannya, karena sampai saat ini masih ada yang belum dikembangkan,” ucap Susilo, Selasa (11/1/2022).

Baca Juga: Watu Gambir Park, Destinasi Wisata Alternatif Asyik di Karangpandan

Wakil Ketua Apewl, Parmin Sastro, mengakui ada sejumlah wanawisata yang belum beroperasi, seperti Gondosuli Hills, Wana Lawu, dan lain-lain. Pertumbuhan wisata di kawasan wisata Tawangmangu dan Ngargoyoso, sambungnya, telah membawa dampak positif bagi masyarakat sekitar dan pemerintah.

Wisata berkelanjutan di kawasan ini telah menjadi berkah bagi pengelola hotel, penginapan, masyarakat, pedagang kaki lima, pemilik warung, penjual oleh-oleh, dan masyarakat. Guna menjaga prinsip wisata berkelanjutan di kawasan hutan lindung, pengelolaan dilakukan bekerja sama dengan lembaga masyarakat desa hutan.

“Kami bersama menjaga hutan, misalnya saat masuk musim penghujan, kami menanam pohon di area yang tegakan (pohon) kurang, di antaranya di bekas hutan produksi,” jelas pemilik wanawisata Sakura Hills itu, dihubungi Kamis (13/1/2022).

Kebakaran hutan berkurang

Parmin mengklaim keberadaan wanawisata turut berdampak pada berkurangnya perusakan dan kebakaran hutan. Sebelum wanawisata itu ada, tak sedikit warga sekitar hutan Lawu yang bekerja mencari kayu bakar dan membuat arang. Aktivitas itu memicu penebangan dan kebakaran saat mereka membuat arang di areal hutan.

“Mereka beralih pekerjaan menjadi karyawan di industri wisata. Ada pula yang membuka usaha warung kecil di sekitar tempat wisata. Ini terjadi sekitar tiga tahun terakhir. Makanya, hutan semakin lestari dan penebangan pohon untuk kayu bakar semakin berkurang, begitu pula yang bikin arang. Sekarang di sekitar Mongkrang, Tritis yang semakin hijau dibandingkan dulu. Bahkan boleh dibilang hutan di Lereng Lawu saat ini sedang bagus-bagusnya,” ucap Parmin.



Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Karanganyar, Titis Sri Jawoto, mengatakan keberadaan warung-warung sepanjang jalan Tawangmangu sesuai prinsip pariwisata untuk rakyat yang tengah dikembangkan di Bumi Intanpari itu.

Baca Juga: PLTA Kali Samin, Cikal Bakal Listrik Solo & Wisata Tawangmangu

Kendati tak serta merta menaikkan pendapatan asli daerah (PAD), namun secara ekonomi berdampak langsung kepada masyarakat. “Warung-warung itu berdiri di lahan pribadi, kecuali yang di tepi hutan lindung milik Perum Perhutani KPH Surakarta,” kata dia, Kamis (6/1/2022).

Titis mengaku kian pesatnya pertumbuhan wisata di kawasan itu sempat memunculkan kekhawatiran. Di antaranya, kerusakan hutan lindung dan ketidaknyamanan wisatawan karena sesaknya kawasan.

Karena itulah, sejumlah langkah strategis diambil di antaranya dengan mengelola lingkungan dan menerapkan prinsip wisata berkelanjutan.

“Setahu saya ada dua wanawisata yang mengelola sampah dengan baik. Sampah plastik dijual kembali untuk tambahan pendapatan karyawannya. Justru yang dikhawatirkan bukan dari wisata, tapi aktivitas petani yang membuka atau mengolah lahan yang menyebabkan longsor. Dari Kecamatan Jatiyoso sampai Jenawi itu sering sekali terjadi, dan wisata menjadi kambing hitam,” beber Titis.

Mantan Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Karanganyar itu menyampaikan kejadian perusakan hutan itu terjadi pada Januari 2020 lalu. Untungnya tak berlangsung lama berkat laporan masyarakat.

Baca Juga: 5 Tempat Kemah di Karanganyar dengan Panorama Alam yang Indah

Dari situlah, dia menilai masyarakat sudah bisa membedakan aktivitas mana yang merusak lingkungan maupun sebaliknya. “Saya tidak menampik pasti wisata alam punya dampak terhadap alam, tapi masif atau tidaknya itu tergantung mitigasi dan pengelolaan. Pariwisata harus berbasis suistanable tourism. Masyarakat harus semakin peduli, kalau ada gejala perusakan lingkungan, mereka bisa berteriak dan hentikan sama-sama,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya