SOLOPOS.COM - Ketua Kelompok Tani Sri Rejeki Desa Sukorejo, Suryanto menunjukkan areal persawahan budi daya padi organik pada Senin (29/8/2022). (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo)

Solopos.com, SRAGEN — Desa Sukorejo di Kecamatan Sambirejo menjadi salah satu sentra penghasil padi organik di Kabupaten Sragen. Para petani di desa ini berhasil membuktikan bahwa menanam padi organik tidaklah susah dan tak mahal. Dengan ongkos produksi yang cenderung lebih murah, petani padi organik ini bisa mendapatkan harga jual yang lebih baik ketimbang padi biasa.

Ketua Kelompok Tani Sri Rejeki Desa Sukorejo, Suryanto, mengatakan pemasaran beras organik asal desanya sudah menjangkau pasar nasional seperti Jakarta, Purwodadi, dan Surabaya. Harga jual beras organik dinilai lebih baik. Sebagai contoh, petani Desa Sukorejo menjual beras organik jeni smentik wangi dan IR 64 seharga Rp15.000/kg, beras merah Rp17.000/kg, dan beras hitam Rp20.000/kg.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Dalam mebudidaya padi organik sama sekali tidak menggunakan pupuk kimia. Misalnya untuk pupuk, kami mengaplikasikan pupuk padat sebelum sawah dibajak. Pupuk padat berasal dari kotoran ternak, baik dari sapi, kambing, dan kelinci,” terang Suryanto di rumahnya  Senin (29/8/2022).

Lahan pertanian organik di Desa Sukorejo sudah tersertifikasi kelayakan label organik dari Indonesian Organic Farming Certification (Inofice). Luasnya 141,32 hektare.

Baca Juga: Wisata di Desa Sukorejo Sragen, Tak Hanya Beras Organik

Suryanto menambahkan, ketika padi organik masih berumur kurang dari 40 hari maka perlu perawatan dengan memberinya pupuk cair atau pestisida nabati. Ini untuk pencegahan hama pada daun, misalnya wereng.

Namun, berdasarkan pengalaman selama ini, para petani padi organik di Desa Sukorejo tidak terlalu terkendala dengan hama. Pasalnya, para petani kompak untuk tanam secara serentak. Selain itu mereka juga menjaga rantai makanan alami.

Suryanto memaparkan yang membuat budi daya padi organik  lebih murah ketimbang menanam padi biasa adalah nihilnya ketergantungan pada pupuk kimia . Jadi, saat pupuk kimia langka di pasaran atau harganya melambung, mereka tidak terdampak.

Para petani Desa Sukorejo membuat sendiri pupuk alami dan pestisida nabati. Pengendalian hama penyakit dilakukan secara hayati dan menggunakan pupuk organik yang mudah diperoleh di lingkungan sekitar,. “Pupuk cair atau pestisida nabati berasal dari urine sapi, rebung yang masih muda, dan bonggol pisang. Umumnya ketika pohon pisang dipotong akan cepat tumbuh, karena CVT-nya tinggi,” tambah Suryanto.

Baca Juga: Dinilai Menguntungkan, 2.000 Petani Sragen Diajak Ikut BPJS Ketenagakerjaan

padi organik desa sukorejo sambirejo sragen
Ketua Kelompok Tani Sri Rejeki Desa Sukorejo, Suryanto, menunjukkan proses pembuatan pestisida nabati di rumahnya pada Senin (29/8/2022). (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo)

Pestisida nabati mereka buat dari air rebusan kentang. Awalnya adalah dengan menumbuhkan jamur dari beras. Caranya bisa dengan tempurung kelapa yang berisi beras ditengkurapkan di tanah atau membungkusnya dengan kertas minyak sehingga udara tidak bisa masuk.

Bakteri dari jamur tersebut kemudian dicampur denan air rebusan kentang dan dimasukkan ke tabung untuk difermentasi. Setelah beberapa lama, warna air berubah menjadi kecokelatan. Proses fermentasi ini biasanya membutuhkan waktu hingga dua pekan.

Suryanto saat ini tengah mengembangkan pupuk nabati yang berasal dari rumput yang difermentasi, namun masih dalam tahap uji coba.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya