SOLOPOS.COM - Model memeragakan tata rias Wahyu Merapi Pacul Goweng dalam peringatan HUT ke-40 Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia (HARPI) Melati Boyolali di Pulisen, Boyolali, Rabu (1/12/2021). (Solopos.com/Cahyadi Kurniawan)

Solopos.com, BOYOLALI—Perempuan dan laki-laki berjalan berpasangan secara perlahan menuju panggung. Keduanya dirias bak pengantin mempelai wanita dan mempelai pria. Namun, tak ada altar di panggung.

Parade rias pengantin itu digelar dalam parade HUT ke-40 Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia (HARPI) Boyolali. Menariknya, dari sederet riasan itu ada satu jenis tata rias klasik khas Boyolali yakni Wahyu Merapi Pacul Goweng.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Tata rias ini penuh dengan nuansa hijau. Kostum atasannya berwarna hijau, paesnya juga hijau kehitaman dengan garis tepi berwarna emas. Eye shadow berwarna hijau. Namun lipstiknya berwarna merah jambu.

Baca Juga: Libur Nataru, Tempat Wisata Boyolali Boleh Buka

Ekspedisi Mudik 2024

Perias dari Mallika Wedding Organizer, Amalia Mallika Sari, menuturkan tata rias Wahyu Merapi Pacul Goweng menjadi menjadi gaya rias khas Boyolali. Satu ciri yang menjadi keunikan model rias ini adalah adanya cunduk mentul yang berjumlah sembilan buah. Cunduk mentul ini melambangkan keanekaragaman di Boyolali seperti matahari, pepaya, mawar, tembakau, sapi, dan lainnya.

Ciri khas ini juga terlihat pada baju dengan corak ikan lele karena di Boyolali ada kampung lele. Kemudian, di jarik ada corak wahyu merapi dengan motif Gunung Merapi dan Merbabu.

“Rias ini sudah ada sejak Pangeran Diponegoro dan digali kembali oleh HARPI pada 2015,” ujar dia, saat ditemui wartawan di sela acara peringatan HUT ke-40 HARPI Melati Boyolali di Pulisen, Rabu (1/12/2021).

Baca Juga: UMK Boyolali Dinilai KSPN Tak Penuhi Kebutuhan Hidup Layak

Pacul Goweng memiliki sejumlah makna filosofis seperti paes yang melambangkan Gunung Merbabu dan Gunung Merapi. Ada pula pengapit bunga kantil dan sirah lele. Filosofi lain terlihat pada uluk pengantin pria yang dulu dipakai prajurit Pangeran Diponegoro menikah di daerah Selo, tempat rias ini kali pertama dipakai.

Tak hanya itu, ada sejumlah pakem yang tidak bisa ditinggalkan dalam rias Wahyu Merapi Pacul Goweng misalnya bunga, cunduk mentul harus melambangkan ciri khas Boyolali hingga warna paes harus hijau kehitaman dengan pada emas. “Pakem yang boleh dimodifikasi baru boleh baju. Lainnya tidak,” sambung dia.

Terkait adat dalam pernikahan menggunakan rias Wahyu Merapi Pacul Goweng ini, HARPI Boyolali terus menggali sejarahnya. Tata rias ini umumnya masih mengacu pada adat istiadat Solo Putri sebab masih berhubungan dengan Keraton Kasunanan Surakarta.

Baca Juga: Penambang Galian C Kali Woro Diminta Waspadai Banjir Lahar Hujan

 

Tantangan Paes

Menurut Amalia, ada tantangan sendiri saat merias model Wahyu Merapi Pacul Goweng ini. Hal yang paling sulit adalah membikin paes. Paes ini berbeda dengan Solo Putri lantaran menggunakan dua warna. Kemudian, kesulitan berikutnya ada ada pemasangan sanggul dengan ukel tekuk samber lilin. Untuk merias pengantin putri memerlukan waktu tiga jam sedangkan, pengantian pria hanya butuh waktu sejam.

“Sanggul ini berbentuk seperti ukel tekuk namun di bagian pinggirnya ada irisan daun pandan. Ini yang paling sulit,” terang dia.

Saat ini, ada beberapa orang yang mulai memakai rias Wahyu Merapi Pacul Goweng dalam upacara pernikahan di Boyolali. HARPI Boyolali terus mendorong masyarakat agar melestarikan riasan ini. HARPI Melati dan Pemkab Boyolali akan memberikan apresiasi sebagai pelestari.

Baca Juga: Alur Kali Woro Penuh Material Galian C, Penambang Pasir Semringah

“Belum banyak yang tahu. Baru di kalangan perias. Pada 2019 kami sosialisasi ke seluruh kecamatan di Boyolali. Tapi baru perias-perias saja sebanyak 500 perias. Masyarakat belum banyak terekspos dan belum banyak yang tahu,” ujar dia.

Seorang model yang dirias menggunakan Wahyu Merapi Pacul Goweng, Sekar Kristina Syahrani, mengatakan baru kali pertama ini dirinya dirias menggunakan model tradisional seperti itu. Riasan itu terasa berat di bagian kepala karena ada sanggul ditambah aksesoris lainnya.

“Berat tapi seru. Ini pengalaman pertama saya dirias pengantin seperti ini. Sebelumnya riasan seringnya cenderung modern minimalis,” kata Sekar. Ia berharap makin banyak masyarakat yang memakai riasan Wahyu Merapi Pacul Goweng.

Baca Juga: Jumlah Produksi Kakao Wonogiri Meningkat

Belum lama ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengumumkan tata rias Wahyu Merapi Pacul Goweng masuk ke dalam warisan budaya tak bendawi dari Boyolali. Selain rias, ada juga seni kriya tembaga dari Tumang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya