SOLOPOS.COM - Bramastya (dok)

Peradaban digital secara perlahan menggeser pola kehidupan manusia ke depan. Dari yang serba konvensional, kini berubah menjadi serba digital. Seluruh sendi kehidupan secara perlahan tetapi pasti mengalami perubahan, termasuk kehidupan kampus. Lahirlah era dan tatanan baru yang dalam istilah kampus sering lazim disebut peradaban digital.

Di tengah pandemi Covid-19, pengelola kampus perlu membangun sinergi dan jeli dalam membaca situasi. Contohnya, memanfaatkan sistem pembayaran nontunai dengan kode quick response (QR). Selain sebagai sistem pembayaran yang mudah, sederhana, dan aman dalam transaksi keuangan, ada manfaat lain yang sebenarnya bisa didapatkan kampus melalui sistem pembayaran berkode QR.

Promosi Timnas Garuda Luar Biasa! Tunggu Kami di Piala Asia 2027

Saat ini, penyatuan berbagai macam kode QR dari berbagai penyelenggara jasa sistem pembayaran (PJSP) telah menghasilkan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). Keberadaan QRIS menjadi standar kode QR nasional untuk memfasilitasi pembayaran kode QR Indonesia yang diluncurkan Bank Indonesia (BI) dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI).

QRIS dikembangkan agar proses transaksi dengan kode QR dapat lebih mudah, cepat, dan terjaga keamanannya. Semua PJSP yang akan menggunakan kode QR untuk pembayaran wajib menerapkan QRIS. Hal ini bermanfaat untuk mendukung agenda digitalisasi kampus.

Ekspedisi Mudik 2024

Ekosistem Digital

Kaca mata kampus perlu lebih jeli dalam memandang sistem pembayaran digital dengan QRIS. Modernisasi transaksi keuangan dengan pembayaran digital bisa menjadi solusi bagi kampus yang tak bisa menggelar pembelajaran tatap muka (PTM) selama pandemi. Masalahnya, bukan hanya usaha mikro, kecil, dan menengah yang belum banyak tersentuh sistem digitalisasi QRIS. Lingkungan kampus ternyata belum sepenuhnya mendapatkan sentuhan digitalisasi.

Penulis mencermati bagaimana ekosistem digital kampus bisa terbangun. Ini bisa dimulai dari penggunaan alat pembayaran nontunai dengan QRIS. Penggunaannya bisa ditingkatkan secara luas kepada generasi milenial kampus.

Di kampus, masih ada berbagai pertanyaan tentang penggunaan QRIS. Bagaimana QRIS digunakan untuk membangun ekosistem para pedagang di dalam dan sekitar kampus agar bertransaksi secara nontunai? Bagaimana masjid menerima infak dan sedekah secara nontunai? Bagaimana agar aktivitas keuangan kampus dilakukan secara nontunai melalui sistem QRIS?

Jawaban atas semua pertanyaan itu tergantung kejelian pemegang kebijakan dalam mengimplementasikan digitalisasi kampus sekaligus berkolaborasi dengan QRIS.

Ilustrasi pembayaran digital
Ilustrasi pembayaran digital (Freepik)

Sangat menarik apabila pengelola kampus mau turun gunung ke masyarakat. Misalnya mereka bersedia membangun diskusi untuk menyadarkan penduduk desa tertentu ihwal pentingnya digitalisasi desa. Kampus harus berani melakukan kaderisasi warga yang bercita-cita menjadikan desanya sebagai desa digital.

Kampus perlu memulai upaya digitalisasi desa dengan membentuk tim informasi desa. Ini bisa dimulai dari pemetaan potensi desa dengan skala prioritas pembangunan. Hasil pemetaan itu dijadikan pegangan dalam implementasi aplikasi digitalisasi desa. Implementasi itu bisa berupa pembuatan website desa dengan seluruh perangkat yang dapat didigitalisasi. Ini akan menjadi bukti nyata kampus membangun ekosistem digital di tengah masyarakat.

Di sisi lain, keberadaan dan keterlibatan BI sebagai otoritas moneter memiliki peran strategis. BI bisa berperan dalam mengawal perkembangan sistem pembayaran dengan QRIS di semua lini, misalnya kampus. BI pasti mendorong integrasi ekonomi dan keuangan digital secara nasional, termasuk kampus.

Dengan demikian, agenda digitalisasi sistem perbankan mau tidak mau akan melibatkan BI secara langsung. Artinya, BI pasti juga akan terlibat dalam pembuatan regulasi yang mendorong penggunaan QRIS dalam transaksi digital di kampus.

Melalui peran penting BI saat ini, kampus harus mampu menerjemahkan perkembangan teknologi menjadi sistem baru yang dikawal dengan baik. Kampus harus segera membangun jejaring dengan PJSP demi kesuksesan pembangunan ekosistem digital.

Peluang yang diberikan BI melalui program QRIS jangan hanya dimaknai sebagai cara mengubah transaksi keuangan tunai menjadi nontunai. Lebih dari itu, pengelola kampus bisa memfungsikan QRIS untuk melahirkan ekosistem digital sebagai motor utama peradaban digital.

Mendukung PTM

Penulis mencermati ekosistem digital kampus belum terbangun meski proses kegiatan belajar mengajar (KBM) dilakukan secara daring. Kalau mau jujur, digitalisasi dalam proses pembelajaran baru menyasar pada interaksi dosen dan mahasiswa. Digitalisasi pendidikan belum diberlakukan ke seluruh lini kehidupan kampus.

Saat ini kampus masih mencari cara untuk menyelenggarakan pembelajaran tatap muka (PTM) yang optimal. Eskalasi pandemi Covid-19 yang naik-turun beberapa kali memaksa kampus menjalani lockdown. Ini menjadi bukti belum terbangunnya ekosistem digital kampus yang membuat aktivitas lebih fleksibel. Pada titik ini, kampus harus mencari solusi permanen dengan mengubah peradaban melalui pembangunan ekosistem digital.

Penguatan protokol kesehatan (prokes) terbukti belum mampu menahan laju persebaran Covid-19 yang menggurita. Karena itu, penguatan yang harus dilakukan adalah membangun ekosistem digital kampus sebagai pelapis rencana PTM.

Dengan demikian, pemegang kebijakan pendidikan harus paham pentingnya ekosistem digital kampus dalam memantapkan agenda PTM. Pandemi tidak boleh membuat kampus terlelap dalam pusaran wabah Covid-19. Membangun ekosistem digital kampus harus menjadi tekad untuk mengatasi pandemi. Pemegang kebijakan di kampus perlu merumuskan strategi dan aksi membangun ekosistem digital sebagai solusi di tengah sulitnya menggelar PTM.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya