SOLOPOS.COM - Ilustrasi mahasiswa. (Solopos-Whisnupaksa Kridhangkara)

Solopos.com, KARANGANYAR — Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) meluncurkan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) saat pandemi Covid-19 sudah membaur dengan aktivitas masyarakat di Indonesia.

Kemendikbud Ristek meluncurkan program MBKM bertujuan mendorong mahasiswa menguasai berbagai keilmuan yang berguna untuk memasuki dunia kerja. Setidaknya demikian yang disampaikan Mendikbud Ristek saat kali pertama menawarkan program tersebut kepada masyarakat.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Solopos.com mengecek laman Kampus Merdeka bikinan Kemendikbud Ristek. Di situ dijelaskan bahwa Kampus Merdeka merupakan program persiapan karier yang komprehensif guna mempersiapkan generasi terbaik Indonesia. Program itu memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk mengasah kemampuan sesuai bakat dan minat dengan terjun langsung ke dunia kerja sebagai persiapan karier masa depan.

Baca juga: China Incar Salak Nglumut Organik Lereng Merapi

Sejumlah pihak menyayangkan program tersebut lahir di tengah pandemi Covid-19 karena membutuhkan perjuangan ekstra untuk beradaptasi dan mengimplementasikan. Banyak pihak menggadang-gadang program tersebut sebagai obat dari persoalan yang dihadapi mahasiswa setelah keluar dari kampus.

Direktur Reputasi Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Sutanto, menyebut program tersebut menjadi obat dari persoalan yang dihadapi lulusan perguruan tinggi.

“Pak Menteri melihat kampus sakit. Beberapa gejalanya, seperti lulusan yang terserap ke Dudi selama satu tahun setelah wisuda, gaji, prestasi mahasiswa tingkat nasional dan internasional. MBKM ini obat. Mahasiswa disuruh keluar kampus minimal 20 SKS,” jelasnya saat berbincang dengan Solopos.com, Jumat (27/8/2021).

Kebijakan Pemerintah

Sayangnya obat itu datang di saat banyak orang fokus pada kesehatan. Dunia usaha dan dunia industri (Dudi) sedang terpukul dan melakukan sejumlah penyesuaian selama pandemi Covid-19.

Demikian halnya saat mahasiswa ingin belajar ke masyarakat. Pemerintah daerah mengambil kebijakan tertentu untuk wilayah zona merah atau saat ini jamak disebut Level 4. Perguruan tinggi mengalami kendala implementasi.

“Kebijakan ini kalau tidak nyemplung langsung ora isoh mudeng. Jane maksudnya apa. Perlu pengungkapan dengan kata sederhana supaya paham. Ini obat untuk penyakit begini dan begitu. Kami sudah mulai melaksanakan program MBKM sejak Juli 2020. Dimulai dari menata kurikulum dan membuat adaptasi lain,” jelasnya.

Baca juga: Arketipe Kebahagiaan Warga Lima Gunung di Tengah Pandemi

Salah satu pilar utama penerapan MBKM adalah kerja sama dengan Dudi dan universitas di seluruh Indonesia. Dia mencontohkan sejumlah mahasiswa UNS banyak yang mengambil program MBKM ke Universitas Brawijaya untuk belajar Matematika Keuangan.

Sutanto mencontohkan kondisi lain, yakni 95 orang mahasiswa UNS “kuliah” ke Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten.

“Mereka nemu masalah desa subur dan terkenal penghasil beras Raja Lele tapi petani miskin. Turun sepuluh mahasiswa garap itu. Mereka buat rekayasa marketing dengan digital, bikin penjebak serangga, dan inovasi lain. Beras terjual sembilan ton dengan harga dua kali lipat dari harga sebelum. Selama ini mungkin sinau hama di kelas, saat MBKM bisa sinau hama ke sawah dan ketemu petani. Itu merdeka,” ujar dia.

Baca juga: Cetakan UBS Naik, Cek Harga Emas di Pegadaian Hari Ini Senin 30 Agustus 2021

Nah, semua aktivitas itu tidak bisa dipandang sebelah mata. Perguruan tinggi menata sistem agar mahasiswa tidak rugi setelah pulang kuliah dari luar kampus.

Semua jerih payah mereka dihitung dan dikonversikan ke kurikulum dan SKS. UNS hanya menargetkan 30%-35% dari total sekitar 38.000 orang mahasiswa mengikuti program MBKM. Kamus hijau itu akan mengevaluasi capaian selama satu tahun ini hingga Desember 2021.

Hal senada disampaikan Ketua Program Studi (Prodi) Film dan Televisi Fakultas Sastra Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Titus Soepono Adji. Titus menyampaikan prodinya sudah melakukan perencanaan dan menyusun kurikulum sejak 2020.

Program Membangun Desa

Dia menyatakan prodinya siap menerapkan MBKM. Salah satunya karena prodi Film dan Televisi terbuka bekerja sama dengan industri manapun, seperti tari, musik, pemeranan, desain grafis, interior, arsitektur, bisnis, dan lain-lain.

Dia menyebut sekitar 30 mahasiswanya sudah melaksanakan MBKM lewat berbagai program, seperti membangun desa, magang bersertifikat, kampus mengajar, dan pertukaran pelajar. Tetapi, memang implementasi MBKM tidak bisa langsung dievaluasi dalam waktu dekat.

“Lihat satu sampai dua semester ini bagaimana. Tetapi diakui bahwa program MBKM itu butuh pemahaman khusus. Terutama soal konversi. Berbeda kepala akan memiliki pemahaman berbeda. Tetapi MBKM ini membuka peluang besar untuk bermitra dengan pihak luar dan memandang keilmuan jadi lebih luas,” ungkapnya.

Baca juga: Jumlah Pengunjung Mal di Solo Meningkat pada PPKM Level 4

Tantangan di masa pandemi ini adalah perguruan tinggi tidak bisa mendorong mahasiswa agar melaksanakan program MBKM secara massal. Padahal sebagai mahasiswa tidak bisa hanya duduk manis di kelas.

Kondisi berbeda diterapkan di Universitas Surakarta (Unsa). Kampus di dekat Bengawan Solo itu akan menerapkan MBKM semester depan. Rektor Unsa, Arya Surendra, menyampaikan MBKM tidak bisa tergesa-gesa diterapkan. Pertimbanganya penerapan MBKM membutuhkan persiapan dan penataan di dalam manajemen, administrasi, kurikulum, dan banyak hal lain.



“Sudah kami sosialisasikan, sudah restrukturisasi kurikulum juga. Kami tentukan mana yang masuk mata kuliah wajib dan pilihan. Sudah workshop. Tapi kan tidak bisa serta merta kami menerapkan. Kami buat beberapa fase. Ini sudah fase peninjauan kurikulum kemudian identifikasi mana yang bsa menerapkan MBKM. Saya tidak mau terburu-buru,” kata Arya.

Berkaitan dengan Angka Pengangguran

Dari hasil proses tersebut, Arya berharap Unsa mulai bisa menerapkan MBKM awal semester gasal. Arya secara tidak langsung sepakat dengan Sutanto perihal alasan Kemendikbud Ristek meluncurkan program MBKM.

Berangkat dari satu keprihatinan melihat kualitas lulusan perguruan tinggi saat bekerja di dunia industri. Selain itu, berkaitan dengan angka pengangguran. Mereka seolah sepakat bahwa lulusan perguruan tinggi tidak melulu harus bekerja di perusahaan.

“Misal di tempat kami ada teknik mesin. Tidak melulu menjadi praktisi mesin industri. Bisa juga mereka membuka usaha sendiri. Nah apa yang dibutuhkan saat mau buka usaha? Itu mereka pelajari secara merdeka lewat program MBKM. Mereka bisa belajar tentang ekonomi, manajemen, hukum, dan lain-lain,” jelas dia.

Baca juga: Awas! Anak dan Remaja Juga Bisa Terkena Stroke, Kenali Gejalanya

Tetapi, lagi-lagi Arya enggan tergesa-gesa menerapkan MBKM di kampusnya. Menurutnya membutuhkan proses agar hasilnya maksimal. Tetapi, dia balik persiapan matang yang dilakukan Unsa, Arya menyimpan harapan bahwa melalui MBKM ini perguruan tinggi bisa menyiapkan lulusan yang mampu bertahan di era disrupsi. Era dimana inovasi dan perubahan secara besar-besaran dan fundamental mengubah sistem dan tatanan.

“Dengan posisi pandemi hampir dua tahun ini mungkin mau tak mau harus adaptasi. Mudah-mudahan dengan MBKM bisa menjadi salah satu saluran bagaimana perguruan tinggi negeri maupun swasta sama-sama bahu membahu mencetak SDM yang diharapkan di tahun 2045. Dapat bonus demografi yang berkualitas,” ungkap dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya