SOLOPOS.COM - JIBI/Harian Jogja/Solopos Ilustrasi

JIBI/Harian Jogja/Solopos
Ilustrasi

Harian Jogja.com, SLEMAN – Empat pelajar di bawah umur yang membunuh Nanda Amalia Setyowati sempat terobsesi dengan film Jepang. Bahkan mereka juga secara iseng memiliki pemikiran mendirikan Geng Pembunuh Sadis (GPS) yang meniru adegan film Jepang dengan istilah Genji Perfect Seiha (GPS).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Hal itu diungkapkan Pranowo, Divisi Advokat Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Yogyakarta. Ia  mengaku prihatin dengan sikap keempat tersangka yang masih di bawah umur. Selama mendampingi, ia melihat keempatnya tidak menunjukkan adanya penyesalan. Bahkan lebih sering tertawa saat diperiksa. “Kemarin itu malah sempat diperingatkan sama petugas, karena ada yang tertawa. Kami sangat prihatin dengan ini,” kata Pranowo, Minggu (14/7/2013).

Pranowo menambahkan pihaknya sempat menanyakan ke tersangka terutama YS yang berumur paling tua terkait motivasi membunuh. Menurutnya YS bersama tersangka lain ingin mendirikan komunitas disebut GPS yang berarti Geng Pembunuh Sadis.

Ekspedisi Mudik 2024

GPS itu kata dia, mengadopsi dari salah satu film Jepang. GPS merupakan Genji Perfect Seiha (GPS) gerombolan geng pelajar dalam film berjudul Crows Zero dan Crows Zero II. Keterangan itu disampaikan para tersangka saat menjalani pemeriksaan di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Polres Sleman Sabtu (13/7/2013) pagi.

“Kami tidak tahu detail filmnya tetapi mereka mengatakan kalau suka film Jepang kebetulan salah satu karakter penokohannya yang GPS itu mereka contoh. Dengan mengistilahkan geng atau Gerombolan Pembunuh Sadis,” terangnya.

Dalam film Crows Zero memang terdapat seorang tokoh bernama Genji Takiya. Ia menampilkan tokoh dengan terlihat sangat menakutkan, bersifat dingin, egois dan keras kepala. Genji juga tampak cool dan tidak terlalu mempedulikan lingkungannya, yang ada di pikirannya hanya obsesi menjadi orang kuat.

Di film menceritakan perjuangan dalam menaklukkan gang di sekolah lelaki suzuran. Ia harus menghadapi setiap ketua geng yang ada di kelas. Ia kemudian memimpin GPS (Genji Perfect Seiha) yang didalamnya berisi gerombolan remaja sebagai anak buahnya.

Sementara dalam komplotan ABG tersebut, YS menjadi remaja paling tua dan ia yang seolah-olah memimpin DG, SS dan AY. Termasuk saat membunuh Nanda pada Minggu (7/7/2013) lalu ia yang melakukan pertama kali dengan memukul korban dengan batu kemudian diikuti tersangka yang lain.

Setelah selesai membunuh pelaku pun santai dan tidak merasa bersalah. “Setelah melakukan biasa saja, tidak lari,” ujar YS saat diwawancara pekan lalu.

Dalam data yang dirilis LPA dua tahun terakhir, setiap tahunnya terjadinya peningkatan sekitar 30% kualitas kenakalan anak di bawah umur. Mulai dari awalnya berkelahi sampai melakukan pembunuhan dengan terencana.

“Justru adanya peningkatan kualitas ini yang kami khawatirkan. Artinya ada pergeseran moral anak di bawah umur. Yang awalnya tidak berani sekarang menjadi berani, kalau ada satu kemudian yang lain bisa mengikuti,” terang Pranowo.

Dalam analisanya kasus itu muncul disebabkan karena adanya tradisi gerombolan yang biasanya dibentuk oleh remaja yang sudah memasuki dewasa. Tradisi yang dibentuk biasanya mereka mewajibkan melakukan sesuatu hal kepada anak di bawah umur seperti merokok dan minum miras.

“Mungkin orangtua tidak mengetahui seperti ini dan saat di rumah anak-anak ini baik-baik saja, tetapi saat bersama gengnya itu mereka melakukan tindakan yang kurang tepat. Makanya yang kasus keempat tersangka itu orangtuanya banyak yang kaget,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya