Solopos.com, JAKARTA – PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) berencana menarik pinjaman bank baru senilai US$800 juta atau setara Rp11,60 triliun (asumsi kurs Rp14.500) dengan tenor 22 tahun.
Penarikan utang baru itu disebut sebagai bagian dari rencana restrukturisasi utang perseroan.
Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023
Seperti dilansir Bisnis dari Bloomberg, Kamis (9/6/2022), GIAA juga akan mengumpulkan US$330 juta dengan cara menerbitkan saham baru. Hal tersebut berdasarkan proposal restrukturisasi yang dibuat di pengadilan Jakarta pada hari ini.
Perseroan juga mengusulkan untuk mengubah jadwal pembayaran untuk kewajiban yang ada. Angka yang diusulkan hanyalah sebagian kecil dari kewajiban maskapai, yang mencapai US$9,7 miliar pada akhir tahun lalu.
Para kreditur akan memberikan suara atas usul-usul itu pada sidang lain di Jakarta pada 15 Juni 2022. Berdasarkan proposal GIAA yang diajukan di pengadilan, pemegang sukuk dolar GIAA akan mendapatkan sukuk baru dengan tingkat kupon 6,5 persen, sementara bank pemberi pinjaman akan menerima tingkat bunga 0,1 persen.
Baca Juga: Ini Alasan Garuda Indonesia 2 Kali Lakukan Right Issue
Perseroan tidak memaparkan perincian nilai utang baru berdasarkan instrumen. Sebagai informasi, elemen kunci dari restrukturisasi utang diumumkan awal pekan ini ketika tim PKPU Garuda mengakui klaim senilai Rp120,5 triliun atau setara US$8,3 miliar. Seperti banyak maskapai penerbangan, bisnis Garuda menderita akibat pandemi Covid-19.
Saat ini hanya mengoperasikan 20 persen dari armada pra-pandemi, alhasil membatasi kemampuannya untuk meningkatkan pendapatan untuk membayar utang dan bersaing dengan kompetitornya di dalam dan luar negeri saat permintaan perjalanan pulih.
Setelah rencana pembenahan tumpukan utang disetujui, pemerintah mengusulkan rights issue untuk menggalang dana bagi GIAA. Rights issue diusulkan berlangsung sebanyak 2 tahap pada semester II/2022.
Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul: Garuda Indonesia (GIAA) Mau Tarik Utang Baru Rp11,6 Triliun, Buat Apa?