SOLOPOS.COM - Ilustrasi pendakian Gunung Lawu (Instagram/@emhahartanto).

Solopos.com, KARANGANYAR--Gunung Lawu memiliki pesona berbeda dibandingkan gunung lain di Pulau Jawa. Sejumlah orang menyebut gunung yang berada di Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, serta Kabupaten Ngawi dan Magetan, Jawa Timur itu memiliki aura mistis.

Faktanya, sejumlah pendaki pernah mengalami kejadian tertentu saat mendaki di Gunung Lawu. Salah seorang teman mengaku mendaki Lawu dan menyelingi pendakian dengan guyon. Saat itu, dia merasa perjalanan hingga puncak terasa lama dan berputar-putar di tempat yang sama. Setelah menyadari kesalahannya, dia mengaku perjalanan ke puncak Lawu kembali lancar.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Obrolan Solopos.com pada Kamis (23/7/2020) lalu dengan pengelola wisata alam Gunung Lawu, yakni Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disparpora) Karanganyar menyinggung sejumlah kejadian di luar nalar.

Satu Pasien Positif Covid-19 di Wisma Atlet Jakarta Kabur

Kepala Disparpora Karanganyar, Titis Sri Jawoto, dan Koordinator Lapangan Bidang Destinasi Disparpora Karanganyar, Nardi, membenarkan mitos bagi pendaki yang hendak melihat keindahan Gunung Lawu. Ada sejumlah pantangan, seperti pakaian dan perilaku yang tidak boleh dilakukan saat mendaki Lawu.

 

Jangan Berniat Tidak Baik

Beberapa di antaranya, pendaki tidak boleh memiliki niat kurang baik saat hendak mendaki Gunung Lawu. Nardi menuturkan niat kurang baik tidak hanya dilarang saat mendaki Gunung Lawu. Tetapi, melakukan aktivitas apa pun harus didahului dengan niat baik.

"Mendaki harus ada niat dulu. Pendaki tahunya di medsos kok bagus pemandangan. Lawu itu kan sebetulnya untuk laku spiritual. Sekarang kan menjadi wisata selfie," tutur Nardi.

Berangsur Normal, Karanganyar Batal Batasi Jumlah Pendaki Gunung Lawu

Dia juga menyebut pendaki tidak boleh fokus pada ambisi sampai ke puncak. Nardi menyebut puncak Gunung Lawu sebagai bonus pendakian.

"Nah puncak itu bonus. Pendaki jangan terfokus pada ambisi sampai puncak. Tetapi dinikmati prosesnya. Paling enggak, jalan itu meluruskan niat," ungkap dia.

 

Jangan Guyon

Aturan lain adalah pendaki tidak boleh guyon selama mendaki Gunung Lawu. Nardi menyebut segala aturan yang diterapkan pemerintah tidak boleh mengesampingkan aturan adat yang telah dilakukan secara turun temurun.

Polda Metro Pastikan Editor Metro TV Bunuh Diri. Ini Motifnya...

"Makanya kan aturan pendaki yang dikeluarkan pemerintah itu sebagai pelengkap. Pendaki juga harus menaati aturan adat. Enggak boleh guyon keterlaluan. Di bagian mana pun Lawu itu memiliki aura mistis sangat tinggi," tutur dia.

Titis pun sepakat dengan hal itu. Tetapi, dia menganalogikan larangan guyon di Gunung Lawu dengan kemungkinan pendaki menjadi tidak konsentrasi karena terlalu asyik guyon sehingga tersesat.

"Ya kalau itu sebetulnya etika, di manapun enggak boleh [guyon]. Kan perlu konsentrasi khusus. Kalau celelekan itu kan mengurangi konsentrasi sehingga akan berisiko tersesat lah, ketinggalan dari teman satu rombongan," ungkapnya.

Wawali Purnomo Diduga Tertular Covid-19 di Solo Sebelum ke Jakarta

 

Dilarang Mengeluh

Aturan lain yang tidak tertulis saat mendaki Gunung Lawu dilarang sambat. Pendaki tidak boleh mengeluh lelah, dingin, dan lain-lain. Nardi mengingatkan pendaki agar menikmati proses pendakian hingga puncak.

"Enggak boleh sambat kok dingin, kok capai itu enggak boleh. Menahan lisan. Kalau capai ya duduk sebentar tapi jangan sambat. Dingin ya dinikmati," tutur dia.

Setiap pendaki yang hendak naik ke Gunung Lawu melalui jalur pendakian Candi Ceto, akan mendapat pengarahan. Salah satunya tentang estimasi perjalanan.

Covid-19 Soloraya Tembus 1.010 Kasus, Solo Tertinggi & Sragen Terendah

"Lokasi camping paling aman itu di pos lima. Tapi kalau pendaki sembrana ya dia menghabiskan waktu istirahat lama di pos satu. Santai-santai keasyikan selfie. Tiba-tiba sudah larut malam, kehabisan bekal. Jadi saya sarankan pendaki mengatur waktu agar sehat dan selamat hingga kembali ke pos pendakian," ungkap dia.



 

Hindari Pakaian Mrutu Sewu

Soal pakaian, Titis menyebut pendaki tidak boleh mengenakan pakaian maupun atribut apa pun dengan motif mrutu sewu. Titis menyebut motif itu akan menjadi terlihat samar saat berada di antara pepohonan.

"Itu menurut filosofi tradisional. Sebenarnya kalau soal percaya tidak percaya, tapi kalau secara logika misalnya tidak boleh pakai motif mrutu sewu. Itu nanti kalau dia agak jauh dari teman-temannya enggak bisa kelihatan. Secara logika masuk akal. Ya ada yang percaya kalau itu enggak bagus untuk naik gunung," ujar dia.

Menkes Terawan Berkantor di Semarang, Bantu Atasi Corona di Jateng

 

Jangan Pakai Baju Hijau Pupus

Terakhir, pendaki tidak boleh mengenakan pakaian maupun atribut berwarna hijau pupus. Warna hijau menyerupai dedaunan. Nardi mengungkapkan mitos itu sudah berkembang sejak dulu.

"Tetapi sebetulnya bisa dinalar kok. Kalau pakai atribut, pakaian warna hijau pupus menyerupai dedaunan maka saat terpisah dari rombongan akan susah ditemukan. Ijo pupus itu kan warna alam," urai dia.

Nardi berharap pendaki menaati aturan pemerintah. Di sisi lain, aturan tidak tertulis warisan nenek moyang juga tidak bisa ditinggalkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya