SOLOPOS.COM - Sungai Bengawan Solo. (Solopos/Nicolous Irawan)

Solopos.com, SOLO — Proyek pembangunan parapet Bengawan Solo yang sudah kelar pada 2019 ternyata masih menyisakan persoalan berupa hunian warga di bantaran sungai yang belum direlokasi. Hingga November 2021, masih ada puluhan hunian di bantaran sungai tersebut yang masih bertahan.

Mereka terancam banjir mengingat curah hujan akhir tahun ini sangat intens dan lebat. Salah satu kendala relokasi adalah keengganan warga menerima uang ganti rugi sesuai nilai appraisal. Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, mengaku bakal kembali berbincang dengan warga terkait hal itu.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

“Ya, nanti kami bicarakan lagi. Enggak masalah. Komitmen dari Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo [BBWSBS] diselesaikan pada 2022,” katanya kepada wartawan, Jumat (19/11/2021).

Baca Juga: Perampokan Gudang Rokok Solo, Satpam yang Meninggal Diduga Kenal Pelaku

Ia meminta masyarakat yang menghuni bantaran sungai termasuk Bengawan Solo mewaspadai potensi banjir maupun tanah longsor. Belasan kelurahan masuk pemetaan rawan bencana di musim penghujan.

“Kami sudah memetakan titik-titik rawan seperti apa, ini ada talut yang ambrol juga di Kelurahan Mojosongo. Curah hujan tinggi banget. Kami sudah meminta BPBD [Badan Penanggulangan Bencana Daerah] standby di beberapa titik. Mudah-mudahan curah hujan enggak terlalu ekstrem. Kami memang mendapati beberapa titik selalu banjir saat hujan lebat, tapi surutnya cepat,” bebernya.]

Terima Ganti Rugi

Warga bantaran terdampak pembangunan parapet Sungai Bengawan Solo, Haryadi, mengaku akhirnya menerima ganti rugi setelah sempat menunggu hampir dua tahun. Nilai ganti rugi yang diterima naik sedikit dibandingkan tawaran pada awal 2019 silam.

Baca Juga: Ahli Waris Sriwedari Buka Suara, Protes Klaim Pemkot Solo

Warga Kampung Semanggi RT 007/RW 005, Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, itu menyampaikan kala itu nilai jual lahan ditawar senilai Rp620.000 per meter persegi dan bangunan Rp1 juta per meter persegi.

“Nilai jual lahan naik jadi sekitar Rp800.000 per meter persegi, jadi akhirnya kami menerima,” katanya saat dihubungi terpisah. Haryadi bersama saudara-saudaranya menempati lahan warisan turun temurun seluas 950 meter persegi.

“Ya, karena saudara-saudara akhirnya mau, jadi sepakat untuk relokasi,” jelasnya. Menurut Haryadi, masih ada beberapa warga yang belum sepakat menerima nilai ganti rugi. Dua orang tetangganya masih bertahan di hunian yang tak jauh dari Jembatan Mojo itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya