SOLOPOS.COM - Bus jurusan Solo-Jogja menunggu penumpang di pintu barat Terminal Tirtonadi, Solo, Senin (30/5/2022). (Solopos/Nicolous Irawan)

Solopos.com, SOLO — Sejumlah pengamat transportasi publik mengatakan masih ada harapan bagi bus Solo-Jogja untuk terus bertahan di tengah impitan persaingan yang semakin ketat dengan moda transportasi lain.

Selain inovasi dari pengusaha, dibutuhkan pula dukungan dari pemerintah berupa kebijakan yang pro pengusaha angkutan. Seperti diketahui, saat ini bus jurusan Solo-Jogja semakin tersudut dengan banyaknya persaingan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Bukan hanya dengan bus jurusan Surabaya-Solo-Jogja atau bus Suroboyonan. Kehadiran kereta rel listrik (KRL) rute Solo-Jogja juga menjadi ‘predator’ dari keberlangsungan bus tersebut.

Dosen Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Dr Okto Risdianto Manullang, menyebut panjang trayek untuk transportasi bus Solo-Jogja relatif pendek.

Hal itu membuat persaingan antarmoda akan semakin ketat dan membuat faktor seperti kenyamanan dan waktu tempuh menjadi kunci. Menurutnya, jika permintaan perjalanannya cukup besar, trayek berimpitan antara bus dan KRL tidak akan jadi masalah.

Baca Juga: Kalah Cepat & Murah Dari KRL, Penumpang Bus Solo-Jogja Kian Berkurang

Namun karena trayeknya cukup kecil, munculnya kompetitor jadi masalah. Pelaku perjalanan akan lebih memilih KRL karena ada ketepatan dari sisi waktu tempuh.

Sarana transportasi KRL memiliki lajur khusus, sedangkan bus Solo-Jogja menggunakan ruas jalan dengan berbagai jenis kendaraan lainnya (mixed traffic). “Hal ini tentu akan membuat waktu tempuh dengan menggunakan bus akan lebih lama dibandingkan menggunakan KRL,” terangnya saat dihubungi Solopos.com, Rabu (1/6/2022).

Struktur Perkembangan Kota

Lebih lanjut, Okto mengatakan pemilihan moda transportasi tidak lepas dari perkembangan sebuah kota. Munculnya simpul-simpul atau titik transportasi menjadi salah satu faktor yang penting dari pemilihan moda.

“Struktur perkembangan kota diarahkan untuk mendukung peningkatan permintaan perjalanan, dengan mengembangkan aktivitas perkotaan yang mendekati simpul-simpul transportasi [terminal atau stasiun],” ujarnya.

Baca Juga: Terimpit KRL Dan Bus Suroboyonan, Begini Kondisi Bus Trayek Solo-Jogja

Rusell Haywood dalam buku Railways, Urban and Development Town Planning in Britain: 1948-2008 menyebut adanya perkembangan kota yang lebih modern membuat pelaku perjalanan akan memilih moda transportasi dengan trayek panjang.

Dalam hal ini, pelaku perjalanan lebih memilih transportasi umum yang melewati beberapa titik perjalanan. Selain itu, kenyamanan dan ketepatan waktu menjadi sangat vital bagi para pelaku perjalanan.

Sehingga akan moda transportasi jarak pendek dengan kenyamanan minimum akan semakin terkikis. Sedangkan Wakil Ketua Bidang Advokasi dan Riset Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, pada 2016 lalu pernah mengatakan persaingan antarmoda transportasi jalur darat bus Solo-Jogja saat ini sudah tidak kompetitif.

Baca Juga: Digasak Bus Patas Surabaya-Jogja, Bumel Solo-Jogja Tiarap

Inovasi

“Saat ini sudah tidak sehat. Time table yang disusun sejak 1990-an juga sudah tidak relevan diterapkan dengan kondisi lalu lintas saat ini. Apalagi ketika KRL Solo-Jogja resmi beroperasi. Bumel bisa tamat,” jelasnya.

Akademisi dari Unika Soegijapranata Semarang ini juga menyoal minimnya kebijakan yang pro pengusaha angkutan umum lokal di luar bidang perhubungan.

“Dukungan di luar bidang perhubungan juga minim. Saya dengar keluhan pengusaha soal bunga kredit bus yang tinggi. Kalau mau fair, harusnya sama dengan kendaraan lain. Belum lagi biaya balik nama dan harga suku cadang yang tinggi,” bebernya.

Baca Juga: Wah, Kartu Multi Trip KRL Solo-Jogja bakal Diintegrasikan dengan Bus

Sebelumnya, pengamat transportasi umum dari Institut Studi Transportasi (Instran), Darmaningtyas, juga mengatakan perlu inovasi dari pengelola bus Solo-Jogja untuk bisa bertahan. Jika tidak segera tidak berbenah, bisa saja mereka hilang dalam tiga tahun ke depan.

“Sangat mungkin kalau mereka tidak berinovasi menjadi bus sedang atau ber AC, tertutup bagi pedagang dan pengamen, juga punya jadwal keberangkatan yang jelas. Mereka bisa tutup dalam tiga tahun lagi,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya