SOLOPOS.COM - Direktur Rahima Institute, Pera Sopariyanti, saat melayani pertanyaan wartawan dalam KUPI II di Jepara, Jateng, Kamis (24/11/2022). (Solopos.com-Adhik Kurniawan)

Solopos.com, JEPARA — Maraknya perkawinan anak atau pernikahan dini di Indonesia menjadi perhatian serius para ulama perempuan dalam Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) ke-2 di Ponpes Hasyim Asy’ari, Bangsri, Jepara, Jawa Tengah (Jateng), Kamis-Sabtu (24-16/11/2022).

Para ulama perempuan yang berasal dari Rahima Institute, Gusdurian, dan sejumlah instansi lain saat ini tengah merancang sistem pencegahan praktik perkawinan anak atau pernikahan dini yang masih masif terjadi di Tanah Air.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Direktur Rahima Institute, Pera Sopariyanti, mengatakan sebuah perkawinan anak menjadi praktik yang perlu dihentikan secepatnya. Sebab, selama ini kerap bersinggungan langsung dengan anak-anak sekolah dan para santriwati di pondok pesantren (ponpes).

Ekspedisi Mudik 2024

“Ada banyak anak yang belum selesai sekolah tiba-tiba sudah ditarik oleh orang tuanya. Kita belum melihat keseluruhan [kasus] perkawinan anak di Indonesia. Tapi dari sharing bersama ulama perempuan, persoalan itu memang sering ditemui,” kata Pera seusai acara halaqah di Gedung MA Ponpes Hasyim Asy’ari, Jepara, Kamis.

Ketua III KUPI ke-2 itu juga menilai karena terlalu melekatnya praktik tersebut, tindakan menikahkan anak perempuan di bawah umur selama ini telah menjadi tradisi yang mengakar kuat. Ia mengaku secara faktanya banyak anak yang terlibat perjodohan sejak kecil.

Baca juga: KUPI II di Jateng Resmi Dimulai, Ini Rangkaian Acaranya

“Ini jadi praktik sangat dekat dengan siswa. Karena berdasarkan praktiknya, sudah ada perjodohan sejak kecil untuk melakukan hal itu. Ini soal kultur dan tokoh agama yang memberikan penguatan legitimasi tersebut. Oleh karenanya, dalam konteks negara Indonesia pendekatan agama lebih mudah untuk membangun kesadaran bagi semua pihak,” jelas dia.

Pera pun menyampaikan perlu ada tindakan preventif untuk mencegah perkawinan atau pernikahan dini. Salah satunya yakni dengan mendorong agar semua ponpes berperan aktif melakukan tindakan preventif dalam melakukan pencegahan.

“Kita butuh perjuangan sangat ektra karena yang gabung jaringan KUPI belum banyak. Makanya, kita terus membangun jaringan dengan ponpes. Kita meningkatkan misi yang melekat ke tiap ponpes agar ada langkah preventif untuk pencegahan kekerasan seksual. Sehingga anak perempuan terlindungi di ponpes. Proses pendampingan di ponpes dilakukan dengan saling sharing antar ulama perempuan. Kita berharap nantinya dimasukan jadi kurikulum,” pinta dia.

Baca juga: Ealah! 261 Anak di Kabupaten Semarang Nikah Dini, Mayoritas karena MBA

Kendati demikian, Pera tak menampik jika tak gampang untuk merangkul para pengasuh ponpes agar bergerak bersama menghentikan perkawinan anak di Indonesia. Sehingga, saat ini membutuhkan perjuangan yang ektra keras lantaran belum banyak ponpes yang berafiliasi dengan jaringan KUPI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya