SOLOPOS.COM - Petugas dari Bidang SDA, DPUPR Sragen, memasang papan berisi larangan pendirian bangunan di tepi saluran irigasi Kedung Kancil yang berlokasi di jalan Solo-Purwodadi, tepatnya di Desa Soko, Miri, Sragen, Senin (22/6/2021). (Solopos.com/Moh Khodiq Duhri)

Solopos.com, SRAGEN — Jumlah bangunan liar di tepi jalan Solo-Purwodadi, tepatnya di lahan saluran irigasi Kedung Kancil di wilayah Doyong dan Soko, Kecamatan Miri, Sragen, terus bertambah.

Berdasar pendataan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR), jumlah bangunan liar itu mencapai 19 unit yang masuk Desa Soko. Namun, jumlah bangunan itu baru berdasar laporan yang terdata Pemerintah Desa (Pemdes) Soko. Jumlah itu masih bisa bertambah mengingat sejumlah bangunan liar mulai bermunculan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Berdasar pantauan kami, ada yang sudah mendirikan bangunan baru, tapi ada pula baru nyicil memasang patoknya. Kebanyakan dari mereka merupakan limpahan dari Kalijambe yang sudah lebih dulu ditertibkan. Dari Kalijambe, mereka pindahnya ke sini. Saat ini, kami masih mendatanya,” terang Kasi Pembinaan dan Penyuluhan, Bidang Sumber Daya Air (SDA), DPUPR Sragen, Suwaji, saat ditemui wartawan seusai sosialisasi rencana penertiban bangunan liar di tepi saluran irigasi Kedung Kancil di Balai Desa Soko, Selasa (22/6/2021).

Baca juga: 10 Anak Usia SD Diduga Jadi Pelaku Perusakan Makam di Solo, Apa Motifnya?

Suwaji menjelaskan arena lahan saluran irigasi Kedung Kancil yang mestinya terbebas dari bangunan liar semakin berkurang dari hulu ke hilir. Di Desa Doyong, lebar saluran mencapai 3 meter, sementara lebar lahan di tepi kanan dan kiri saluran masing-masing sepanjang 21 meter. Di wilayah Soko, lebar saluran tetap 3 meter, namun lebar lahan di kanan dan kiri saluran masing-masing berkurang menjadi 16 meter.

“Sekarang ada banyak sekali bangunan liar yang dibangun di lokasi. Mereka terkesan semrawut. Untuk itu, kami memberikan sosialisasi supaya warga tahu dan sadar bahwa mereka mendirikan bangunan di tanah bukan miliknya,” ucap Suwaji.

DPUPR Sragen, kata Suwaji, terus mengedepankan pendekatan persuasif kepada warga yang mendirikan bangunan liar itu. Mereka diberi pemahaman terkait regulasi atau aturan terkait pendirian saluran irigasi yang mestinya terbebas dari bangunan liar. Ke depan, warga diharapkan bisa membongkar sendiri bangunan liar itu sebelum ada tindakan tegas dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol) Sragen.

Baca juga: 5 Bangunan di Tepi Saluran Kedung Kancil Sragen Punya Sertifikat Hak Milik, Kok Bisa?

Sri Wahyuni, menyadari dirinya salah karena mendirikan bangunan di tepi saluran irigasi Kedung Kancil sejak tiga tahun lalu. Dia mengakui warung makan yang ia dirikan di lokasi menjadi ladang untuk mengais rezeki. Demi memaksimalkan pendapatan, ia kemudian merenovasi bangunan itu.

“Baru sebulan terakhir, saya bangun secara permanen. Sebagai pejuang rezeki untuk menghidupi keluarga, kami minta bisa tetap berjualan di sana. Kami mau ditata supaya lebih rapi. Kami butuh solusi terbaik. Yang penting, masih bisa cari rezeki di sana. Kami bisa menata ulang tapi tidak minta ganti rugi,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya